Balada Mantan TKW: Berani Lebih Baik Meski Pahit #AyoHijrah Bersama Bank Muamalat Indonesia
Demi apa aku bisa bertahan belasan tahun jadi TKW (Tenaga Kerja Wanita), kalau bukan demi kesenangan, kebebasan, dan kebahagiaan. Yang kesemua itu tidak mungkin aku dapatkan jika aku hanya tinggal diam di kampung. #AyoHijrah merantau ke luar negeri, Singapura, Hongkong, dan Taiwan telah memberikan segalanya. Lalu buat apa aku pulang?
Negara tempatku bekerja memberikan jaminan kebebasan kepada warga negara manapun selama memiliki izin tinggal. Termasuk aku yang bekerja sebagai domestic helper. Meski menyandang status babu, namun kehidupanku tidak kalah senang dibanding temanku yang jadi nyonya sekaligus istri muda dari seorang pejabat setingkat camat. Belanja, bergaul, memiliki barang bermerk, travelling bersama majikan atau hangout bersama teman, semua bisa kunikmati tanpa beban.
Termasuk karir, karena selain kursus ada juga sekolah persamaan dan kuliah kelas karyawan yang bisa diikuti saat libur kerja. Atau mau aktif di organisasi, bisa banget. Teman “satu angkatanku” Eni Lestari yang kini jadi Ketua Aliansi Migran Internasional (IMA) dan berkesempatan bicara di forum PBB di New York, Amerika Serikat. Ia menorehkan sejarah, menjadi orang Indonesia pertama yang berbicara di KTT mengenai Pengungsi dan Buruh Migran.
Kecanggihan teknologi negara-negara Macan Asia pun memberiku pengalaman mengenal dunia internet lebih dahulu dibandingkan teman-teman sekolahku dulu yang juara umum dan mengenyam bangku kuliah di ibu kota negara. Singkat kata apa yang dahulu tidak mungkin aku dapat, saat menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dimana istilahnya waktu tidurku saja dibayar, aku bisa meraih semuanya. Termasuk membayar hutang keluarga dan membahagiakan adik serta ibu tercinta.
Tapi benarkah ibuku bahagia? Ternyata kiriman uang rutin tiap bulan tidak bisa membeli hati ibuku. Meski ia tercukupi segala keperluannya namun hati kecilnya terus menjerit, meminta kepada Sang Maha Pencipta untuk memberiku kesadaran supaya aku mau pulang kampung.
“Mama ingin Eteh di rumah saja. Lihat teman-temanmu semua sudah pada punya anak bahkan cucu. Mama malu tetangga selalu ngomongin Eteh sebagai perawan tua…”
Demikian ucapan ibuku saat aku pulang kampung untuk cuti. Sepuluh tahun setelah aku merantau di luar negeri. Tapi saat itu hatiku sedikitpun tidak bergeming. Aku tetap tambah kontrak dan kembali ke rumah majikan. Bukan tidak ada niat untuk berkeluarga, tapi jujur aku merasa sayang kalau kesenangan dan kehidupan glamor di luar negeri yang selama ini aku rasakan harus ditinggalkan begitu saja.
Tapi ternyata akupun tidak bisa berpura-pura. Setelah tahu ibuku ingin aku pulang dan segera berkeluarga, meski raga ada di Taiwan, namun jiwaku terus melayang-layang. Teringat omongan ibu, teringat pepatah guru ngaji waktu kecil, teringat cita-cita almarhum bapak, semua kenangan seakan diputar berulang-ulang.
Teman di perantauan banyak yang berusaha menjodohkan aku. Tapi satu pun tidak ada yang sreg. Sementara diam-diam aku selalu berdoa sebagaimana doa ibuku di setiap sepertiga malam terakhir, siapapun kelak yang akan jadi jodohku, yang pasti yang terbaik menurut Nya. Aku ikhlas.
Beberapa bulan jelang kontrak kerjaku finish, aku galau tingkat dewa. Majikan mendesak aku mau lanjut atau pulang Indonesia? Aku benar-benar dibuat bingung. Kurang lebih 13 tahun bekerja aku dapat apa? Apakah aku akan selamanya menggantungkan hidup kepada orang lain di negara orang? Bagaimana dengan usiaku, usia ibuku, bukankah sia-sia saja jika jerih payahku selama belasan tahun itu ditinggal ibu dalam suasana hatinya tidak bahagia? Atau mungkin tidak ridho? Naudzubillahimindzalik.
Hijrah: Mudik Demi Lebih Baik
Mendapat kemantapan hati untuk pulang ke Indonesia setelah aku sholat istikharah. Aku mantap finish contract meski di kampung tidak punya usaha. Aku akan semampunya hidup bersama ibu dan adikku berbekal tabungan yang tidak seberapa. Kutinggalkan apa yang selama ini telah kucapai. Karir, hobi, relasi dan semuanya.
Beberapa bulan tinggal di kampung aku menikah dengan lelaki desa nun jauh di pelosok sana atas persetujuan ibu dan guru mengaji. Tidak ada istilah pacaran, tidak ada hajat atau resepsi. Kami menikah di KUA Kecamatan Sukanagara hanya diantar ibu, adikku, serta Nani, teman saat kerja di Taiwan yang kebetulan sedang cuti. Dan dari pihak calon suami hanya diantar dua orang, Pak Haji selaku sesepuh di kampung dan Pak Tatang saat itu menjabat sebagai ketua RT. Tidak ada orang tua atau saudara dari pihak calon suami. Calon ibu mertua tengah sakit struk dan itu sudah membuatku lebih dari memaklumi.
Perubahan statusku jadi istri sekaligus mengubah 360 derajat kehidupan dan kebiasaanku. Aku diboyong ke daerah dimana suami mengabdi sebagai honorer tenaga pendidik di perbatasan antara Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Saat itu akses jalan menuju ke sana sangat sulit dan terjal. Selain masih susah sinyal dan listrik byar pet, tidak jarang diberitakan juga banyak begal. Lokasi yang horor banget pokoknya.
Apakah ini jawaban Tuhan atas doa-doaku selama ini? Aku yang terbiasa hidup simpel, serba elektrik, harus turun ke dapur menyalakan perapian kayu bakar demi bisa menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan mama mertua. Aku yang biasa haha hihi, easy come easy go, harus manut dan taat, secara suami selain guru di sekolah juga ia sekaligus guru (ustadz) mengaji. Di kampung ia memiliki prestise tersendiri. Aku dituntut harus bisa menyesuaikan diri.
Sehari, seminggu, sebulan, aku berusaha menerima semua meski jujur hati tidak kerasan. Diam-diam aku jadi merasa betah berada di dekat perapian dengan kayu bakar yang basah, supaya bebas air mata ini mengalir, tanpa dikira aku sedang mengalami kesedihan yang mendalam karena aku bisa membuat alibi tengah berusaha membuat api yang tidak juga kunjung menyala. Asap hitam dan jelaga menjadi teman baikku, serasa lebih indah dari asap rokok atau sejuknya AC yang kerap jadi hiasan ruangan ketika aku menikmati liburan saat masih di Taiwan. Aku ingin berontak tapi tidak bisa. Aku ingin menggugat Tuhan kenapa semua ini aku dapat? Apa salahku?
Tiga bulan kemudian aku sakit. Aku pulang ke rumah ibuku karena merasa kasihan suami harus merawat dua orang perempuan yang sangat dicintai dalam hidupnya. Aku dan ibunya. Sakitku ternyata bukan sembarang sakit, melainkan aku sedang ngidam. Hanya karena sama-sama tidak tahu jadi kami tidak mengira kalau sakitku ini karena sedang mengandung.
Sejak mengetahui aku berbadan dua keinginan untuk mengabdi kepada suami semakin meninggi. Entah mendapat kekuatan darimana aku seolah mampu menghadapi kenyataan hidup yang sebelumnya aku sesali. Terlebih ketika mama mertua meninggalkan kami untuk selamanya. Aku berusaha fokus dan ikhlas mengurus anak serta suami dengan segala kondisi dan konsekuensinya.
Aku salah besar selama ini telah menyalahkan Tuhan. Karena setelah berusaha mengikhlaskan semuanya, ternyata kenikmatan bertubi-tubi datang tiada henti kepada kami. Mulai suami yang diangkat kerja menjadi abdi negara, sarana dan prasarana ke kampung kami yang mulai membaik, sampai berkat keridhoan Nya, keridhoan suami dan restu ibuku sendiri hingga kini meski aku tinggal di pedesaan namun tetap bisa berkarya dan berbagi manfaat. Insyaallah.
Untuk bisa hijrah ke jalan yang lebih baik itu memang tidak mudah. Tidak pula secara instan. Suami tidak secara langsung mendidik ku untuk begini untuk begitu, tetapi melalui sikap dan perilaku yang ia praktikkan kepada santri anak didik mengaji di rumah hingga aku menjadi sadar diri. Aku yang terbiasa cuek dengan pakaian 4 musim di luar negeri mulai belajar menutup aurat. Aku yang merasa apa-apa sudah cukup dengan menggugel saja, kini mulai berani datang ke pengajian dan majelis taklim di kampung. Kesabaran suami yang selalu mendorongku untuk belajar, karena menuntut ilmu bagi setiap Muslim sesuai hadist Rasulullah adalah wajib hukumnya.
Aku baru menyadari dan merasakan betapa hijrahku kali ini teramat nikmat pada akhirnya. Tuhan telah beri jalan yang terjal supaya aku bisa menikmati setiap lelah dan perihnya. Masalah rumah tangga yang pasti dimiliki oleh setiap pasangan kuyakin bukan karma Tuhan atas kelalaianku selama ini saat bekerja di negara non muslim, tetapi sebagai ujian supaya kami bisa mencapai kelas yang lebih tinggi. Sungguh apa yang kurasa berat sebelumnya, sedikitpun tidak ada seujung kukunya perjuangan hijrah yang dilakukan Rasulullah pada masanya.
Aku memang bukan lulusan pesantren, tapi aku punya semangat ingin hijrah untuk belajar jadi lebih baik. Meski itu pahit. Setidaknya aku bisa jadi pemicu bagi anakku, serta anak didik santri di rumah untuk terus meningkatkan diri ke arah ajaran Islam yang baik, sempurna serta menyeluruh. Sebagaimana ajakan #AyoHijrah yang digagas Bank Muamalat, terus berupaya tidak hanya berhijrah secara ibadah, tapi juga dalam hal finansial atau keuangan.
Bank Muamalat Indonesia
Sebagai ibu rumah tangga mengelola keuangan keluarga sudah jadi tugasku sejak menikah. Apalagi suami tipe yang tidak ingin ribet. Gaji dan lainnya semua ia serahkan kepadaku. Tapi bukan berarti aku bisa semena-mena menggunakan uang itu untuk keperluan pribadi atau hal lain yang konsumtif. Secara tidak langsung aku harus belajar memanage keuangan supaya pos-pos yang telah kami sepakati bisa terisi.
Kami bukan nasabah Bank Muamalat meski sejak masih bekerja di luar negeri aku sudah mendapat informasi terkait Bank Muamalat Indonesia yang jadi bank pertama syariah di Indonesia. Bank syariah yang sebenar-benarnya murni syariah terlahir 1 Nopember 1991 atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Sudah terdaftar dan diawasi pula oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bedanya Bank Muamalat dengan bank konvensional ada pada sistem kerja perbankannya yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam. Tentu saja caranya pun berdasarkan Al-Quran dan Hadist.
Bank Muamalat berdiri sendiri sehingga tidak menginduk kepada bank lain. Pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi syariah yang dikawal dan diawasi langsung oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah).
Begitu pun suami, ia menjadi nasabah sebuah bank karena ditunjuk untuk mempermudah proses urusan keuangan dan pekerjaan. Tidak adanya kantor Bank Muamalat di daerah kami mungkin jadi alasan sampai saat ini kami belum jadi nasabahnya. Bank Muamalat terdekat ada di kota Kabupaten Cianjur, dengan jarak tempuh 3 jam kendaraan dari kampung tempat kami tinggal di Kecamatan Pagelaran.
#AyoHijrah
Ajakan #AyoHijrah dari Bank Muamalat yang dimulai awal Oktober tahun lalu sedikit banyak telah membuka mata hati kami. Menyentuh pikiran dan menggerakkan lisan bahwa kami pun menjerit ingin berubah untuk lebih baik. Tidak hanya dalam segi tata cara ibadah tetapi juga dalam hal finansial supaya tata kelola yang selama ini kami lakukan jadi lebih baik dan berkah. Sebagaimana ajakan Bank Muamalat melalui #AyoHijrah supaya masyarakat teredukasi dan mulai berhijrah dalam hal pengelolaan keuangan dengan memanfaatkan layanan perbankan Syariah untuk hidup yang lebih berkah.
Sama seperti harapan Bank Muamalat dengan ajakan #AyoHijrah untuk negara kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam, aku pun ingin ada peningkatan kualitas diri, untuk semakin istiqomah dalam menjalankan syariat Islam, khususnya dalam urusan keuangan perbankan. Mungkin dengan mulai pindah menggunakan layanan bank syariah hidup ini akan jauh lebih tenang dan berkah?
Semoga dimudahkan dalam segala urusan. Sekarang teknologi Bank Muamalat pun sudah setara dengan bank lain. Pelayanan sudah ditunjang dengan sistem Mobile Banking, Internet Banking dan jaringan ATM yang banyak tersebar. Meski kami jauh tinggal di pelosok tapi setelah mendaftar dulu jadi nasabah di kota, kedepannya urusan sudah ada dalam genggaman. Mungkin juga kedepannya kantor cabang Bank Muamalat berani menjemput bola, akan hadir buka cabang di Cianjur Selatan ini? Mungkin dengan totalitas hijrah disertai keyakinan Tuhan akan mengabulkan. Aku percaya saja jika ada niat pasti ada jalan.
Yuk kita perdalam lagi pemahaman terkait gerakan #AyoHijrah melalui akun resmi Bank Muamalat Indonesia.
Jadi tenang ya mba kalau cara kerja perbankan nya berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam. Karena memang selama ini perbankan membuat kita bertanya-tanya hukum Islamnya. Jadi ga ragu deh buat melakukan layanan perbankan bank Muamalat ini
Wah sungguh perjalanan yg memang indah pada waktunya y teh … Program #atohijrah benar benar mengena dan membawa manfaat
Dalam melakukan hijrah memang diperlukan kesehatan dan ketekunan. Jangan pernah menyerah,dan percayalah Allah selalu bersama orang orang yang sabar
Apalagi pastinya tiap-tiap kita pernah melalui sederet cerita alias pengalaman hidup kan, insyaAllah istiqomah dalam hijrah ya
Hijrah tak hanya soal hati saja namun juga finansial. Kita pun enggak perlu khawatir lagi karena untuk urusan hijrah finansial, Bank Muamalat telah memberikan fasilitasnya. Mantap!
Ya ampuuun peyuuuuk teh Oktiii, ceritanya luar biasa… Etapi bank muamalat emang keren lho, terbukti dia berhasil melalui masa krisis moneter bbrp thn lalu dgn baik, saat bank lain banyak yg collapse.
inspiratif banget ceritanya teh, hijrah memang perlu usaha keras, bukan sekedar keinginan belaka, dan pasti banyak ujiannya, maka kita harus berdoa terus ya, moga dikuatkan olehNya
Sebuah cerita perjalanan kehidupan yang saya rasa ini menginspirasi banyak orang yang membacanya. Memberikan semangat dan motivasi baru untuk tetap semangat dalam menjalani kehidupan dengan segala ujiannya.
Menyentuh hati untuk memantapkan diri dalam berhijrah untuk menjadi lebih baik, terutama untuk dapat memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar kita.
Belakangan ini masalah riba jadi bahasan menarik ya. Sampai butuh uang mendesakpun jadi galau pinjam ke Bank. Wah pengalamanmu luar biasa kak. Nggak akan lupa selama hidup ya. Sukses selalu.
Ceritanya bikin aku terharu Teh, makna hijrah sesungguhnya dan luar biasa. Semoga Allah SWT memudahkan dan meridoi hijrahmu
Perjuangan untuk hijrah itu memang bikin bimbang kelas kakap ya mba, kayak saya dulu pakai kerudung karena ikutan aja, kadang tergoda untuk lepas karena lingkungan.. tapi Alhamdulillah sekarang udah mantap.
Hijrah nggak selalu tentang penampilan ya mba, keuangan juga. Aku n keluarga juga pingin hijrah bank yg syariah nih..
Aku masih belajar banyak tentang hijrah teh, tapi memang yang utaa adalah meniatkannya dengan sungguh-sungguh ya.
Beradaptasi keluar dari zona nyaman itu nggak gampang ya mba. Salut dengan perjuangannya mba..Terus menginspirasi ya.. 🙂
baca ceritanya bikin terharu apalagi sekarang suka liat youtuber tkw, disana perlu perjuangan semoga dengan hijrahnya mba menjadi lebih baik kedepannya
Dari ceritanya mba aku salut banget, jarang ada orang yang bisa hijrah dan mau keluar dari zona nyamannya demi masa depan yg lebih baik, walaupun kita harus menjalani kehidupan yg tidak seperti biasanya. Tapi saat kita iklas, malah semakin diberi pencerahan, bahwa saat ini lah kehidupan kita yg sesungguhnya. Seandainya mba bersikeras dgn egonya dulu, entah apa yg bakal terjadi saat ini ya mba.
Semoga aku bisa seperti mba yah, bisa iklas dan sabar saat mengalami ketidak nyamanan dalam rumah tangga. Aamiin
Aku pengen deh bisa hijrah total. Terutama dalam hal investasi uang. Belom kesampaian aja nih. Semoga bisa segera. Biar tenaaaaang. 😀
Dibaca-baca lagi, produk Hijrah Muamalat ini banyak juga ya. Mau cari tahu tentang tabungannya aaah…
ternyata ceritanya teh okti luar biasa yaa.. semoga bisa istiqomah dalam berhijarah ya teh, dalam hal apapun termasuk soal finansial 🙂
Masya Allah senang banget dijawab semua permintaan dengan si bank muamalat, secara kan nabung di bank kena bunga ya teh okti jadi jatuhnya dosa juga. Sebisa mungkin mengurangi dosa ini hehe
MashaAllah teh, ceritanya inspiratif sekali..
Ternyata hijrah bukan hanya dari segi penampilan ya teh, dengan bank pun kita harus hijrah ya teh
Hijrah itu memang tidak mudah seperti apa yamg kita ucapkan karena semuanya butuh proses. Tapi kita gak akan tau kalau gak nyobain sama sekali. Sama juga dengan hijrah menggunakan rekening syariah dari bank Muamalat.
Aku baper baca kisah hijrah teh Okti, kereeeen teteh aku kagum looh mashaa Allah. Aku juga jadi tertarik mau buka rekening di bank Muamalat
Wah hijrahnya gak mudah dan butuh banyak rasa ikhlas ya mbak.
Iya hijrah itu emang gak bisa berhenti di satu hari/ waktu ya soalnya sebagaiman perintah agama kita dituntut jd baik tiap hari, hari ini lbh baik dr kemarin…
Alhamdulillah aku juga udah punya tabungan Muamalat teh, insyaAllah lbh tenang nyimpen uang di rekening yang ini soalnya pakai sistem syariah.
MasyaAllah… Memang kadang tak mudah melepas kesenangan ya mbak… Tapi kapan lagi dong…nggak hijrah-hijrah ke yang baik kalau hanya memburu kesenangan terus. Semoga terus Istiqomah ya…karena insyaallah jika kita beneran hijrah Allah akan memudahkan langkah kita.
Halo teteh, kisahnya sungguh mengharu biru. Memang tak mudah tapi semoga Allah merindhoi niat terbaik unttuk selalu berhijrah ya
Woow, 13thn di luar ya Mbak. Nyaman benar berarti ini karena bisa sampai selama itu ya Mbak 🙂
Jadi pengen hijrah kembali ke Muamalat nih, dulu pernah nabung disana tapi ditinggal ini pengennya kalau mau nabung buat Haji di Muamalat aja ah, Bismillah semoga dimudahkan.
Banyak belajar dari kisahmu mbak. Hijrahmu semoga menjadi lebih baik dan tetap istiqomah.
Btw.. buka tabungan haji di Bank Mumalat boleh juga nih. Aku mu nyoba nanti.
wah jalan hidup tidak ada yang tahu ya, mbak. tapi kalau menuju ke arah yang lebih baik Insya Allah jadi berkah ya hidupnya. saya sendiri sudah cukup lama jadi nasabah bank muamalat. alhamdulillah sekarang sudah ada aplikasi mobilenya jadi kalau mau transaksi lebih gampang
MashaAllah teh Okti, salut atas semua perjuangan hijrahnya. Menjadi istri dan Ibu memang mengubah semua, berbeda saat sendiri. Tapi nikmatnya juga bertubi2. Memang hijrah dibutuhkan kesabaran ya Teh. Semoga aku bs menabung Haji ke Bank Muamalat kelak 🙂
Amiin…
Di Cianjur Selatan yang luas ini banyak pesantren besar. Tapi semua menabung dan menggunakan bank konvensional karena tidak ada bank syariah terdekat. Semoga Bank Muamalat mau buka cabang di pelosok ini supaya para santri dan masyarakat umum bisa menjadi nasabah bank syariah yang lebih jelas hukum nya
Insyaallah
Suka dengan segala cerita teh okti dengan segudang pengalamannya selama menjadi tenaga kerja di negeri Asing. Rasulullah pun menganjurkan Kita untuk berhijrah mencari penghidupan yg lebih baik
MasyaAllah… Seorang ibu pasti sangat merindukan sosok si anak untuk tetap bisa berkumpul ya walaupun materi tiap bulannya mengalir. Ya Allah… Semoga ibu2 kita selalu diberikan kesehatan. Alhamdulillah…saya juga sama2 hijrah mbak…
Pertama aku serius banget suka baca kisah hijrahnya Mba, berasa ikut ada di posisi Mba yg tadinya hidup serba modern menjadi lebih sederhana. Yang kedua Bank Muamalat bisa jd contoh nih buat bank2 lain untuk menerapkan betapa pentingnya bank syariah, biar berkah segala-galanya.
Yampun mbak aku terharu bacanya :”) Alhamdulillah berkah yaa. Semoga lebih berkah lagi dengan memakai jasa Bank Muamalat
pengalaman hidup mengajarkan banyak hal baik ya Mbak.. berhijrah untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat, meski dengan cara yg sederhana, namun berkahnya lebih terasa..
Salut aku sama perjuangan hijrah teh Okti. Nggak gampang pasti ngelewatinnya. Pasti dengan kesabaran teteh, semua jadi dimudahkan oleh Allah SWT.
Salut aku sama perjuangan hijrah teh Okti. Nggak gampang pasti ngelewatinnya. Pasti dengan kesabaran teteh, semua jadi dimudahkan oleh Allah SWT. Amiin.