Satu bulan ini, Fahmi mengikuti ujian semester pertama di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG) Kampus 9.
Ujian di Gontor terkenal ketat, menyeluruh, dan penuh disiplin. Secara sudah jadi rahasia umum kalau Gontor memiliki kurikulum sendiri. Bahkan sejak saya ingat, ketika ikut ujian di sekolah dengan isilah ebtanas (ketahuan angkatan jaman mana ya) di Gontor mah tidak ada ujian nasional itu, karena di pondok pesantren modern ini ujiannya beda sendiri, sangat ekslusif.
Ujian di Gontor, beda dengan ujian yang diselenggarakan oleh Kemendikbud atau Depag. Yang mana kalau di sekolah pemerintah itu setiap ganti menterinya, ganti pula nama/istilah dan prosedurnya.
Sementara ujian di Gontor, sejak seratus tahun lalu, tetap menerapkan satu metode. Yang mana ujian di Gontor bukan sekadar mengetes hafalan pelajaran, tapi juga melatih mental, manajemen waktu, dan kejujuran santri.
Anak Diuji di Gontor
Sejujurnya saya merasa sedih sekali ketika mendengar cerita Fahmi bagaimana kegiatan sehari-hari khususnya selama sebulan terakhir ini dalam menghadapi ujian.
Pagi siang malam terus ngebut belajar dan belajar. Ibaratnya pihak pondok terus mendorong seluruh santri (termasuk ustadz nya juga) untuk fokus kepada pelajaran yang akan diujikan baik teori maupun praktik.
Kurang-kurangnya kuat fisik dan mental anak bisa tumbang. Tapi justru disitulah kekuatan Gontor dalam memberi didikan, tidak hanya memberikan ujian (latihan) akademik, tapi juga ruh alias jiwa anak.

Tidak bisa diceritakan secara detail karena sejak awal kami sudah berkomitmen dan menyetujui (dengan menandatangani surat pernyataan) bahwa segala kegiatan pendidikan dan ibadah di PMDG tidak ada yang bisa mengintervensi dari luar. Termasuk wali santri.
Pemerintah sekalipun tidak bisa ikut campur karena memang Gontor tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan pihak luar. Gontor berdiri sendiri termasuk dalam hal ujian santri. Semandiri itu!
Mungkin mengenai ujian ini saya bisa bercerita secara umumnya saja, ya. Kalau di Gontor ujiannya itu terbagi dalam beberapa hal.
Jenis Ujian di Gontor
Ada tiga jenis ujian santri di Gontor, yaitu berupa ujian tertulis, ujian lisan, dan ujian praktik.
Ujian Tertulis
→ meliputi pendidikan Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika, Fiqih, Tafsir, dll yang saya lupa karena nama pelajaran itu saya juga mendengarnya baru-baru ini saja dari anak.
Ujian tulis di Gontor soalnya semua berupa esai. Tidak ada soal pilihan ganda. Jadi bisa ketahuan sampai mana pemahaman dan hafalan anak karena satu soal bisa berlembar-lembar jawaban. Tidak ada istilah tebak-tebakan, ngitung kancing, atau asal jawab.

Kalau tidak bisa, bukan hanya merasa malu, tapi juga seolah merasa berdosa, karena kemungkinan selama ini kurang fokus menyimak pelajaran, merasa kerugian waktu dan biaya.
Apalagi jika mengingat orang tua sudah mengirimkan biaya tidak sedikit, termasuk orang tua yang kesulitan dalam memenuhi pembiayaan anak demi bisa ikut ujian.
Jika tidak bisa maksimal dalam ujian artinya tidak lulus, terpaksa harus mengulang. Artinya orang tua harus kembali mengeluarkan biaya, bukan?
Ujian Lisan
→ berupa ujian dalam hal hafalan Al-Qur’an, hadits, percakapan bahasa Arab, percakapan bahasa Inggris, serta pelajaran dalam hal membaca kitab kuning.
Kitabnya berbeda dan banyak ya, tergantung kelas dan tingkatan masing-masing kemampuan santri.
Ujian Praktik
→ Ini tidak hanya praktek khutbah, ceramah, kepemimpinan, tetapi juga sekaligus ujian praktek ibadah seperti wudhu dan shalat sesuai tata cara yang benar. Bahkan kelas atas, ada ujian praktik bagaimana mengurus jenazah, ibadah haji, bagi waris dan lainnya.

Sistem Ujian di Gontor
Di Gontor ada dua kali ujian besar dalam setahun: yakni Ujian Semester Pertengahan (untuk Fahmi semester satu) berlangsung sekitar bulan Shafar dan Ujian Akhir Tahun atau ujian kenaikan kelas nanti. Biasanya jatuh pada bulan Syaban atau akhir bulan Rajab.
Setiap ujian berlangsung sekitar 2–3 minggu penuh. Bahkan jika pada bulan Masehi nya ada hari tanggal merah nasional seperti bulan Agustus ini ada Hari Kemerdekaan RI, maka waktu bisa bertambah karena terpotong kegiatan peringatan 17 Agustusan.
Kalau di sekolah negeri atau madrasah lainnya ujian sekitar semingguan selesai, beda dengan di Gontor yang memerlukan waktu lebih lama.
Kenapa? Karena memang sekali ujian satu mata pelajaran memerlukan waktu yang sangat lama. Padahal, itu sudah melalui jadwal yang sangat padat dan ketat.
Dimulai dari subuh hingga malam untuk ujian dan belajar.
Siang hari biasanya dilangsungkan ujian lisan. Bagaimana tidak lama, kalau kondisinya saat santri masuk ruangan itu langsung tercipta atmosfer yang sangat menegangkan!
Saat santri masuk ruang ujian lisan, ini satu per satu santri yang masuk, ya. Di depan santri sudah ada 3 orang penguji. Karena ini cerita pengalaman anak saya Fahmi di Kampus Gontor Putra, maka sudah pasti pengujinya para ustadz, dong.
Setiap ustadz memegang tugas masing-masing. Misalkan satu ustadz minta santri menerjemahkan ayat Al-Qur’an beserta tafsirnya.
Satu ustadz lagi menyodorkan kepada santri kitab kuning acak dan suruh baca plus jelasin maknanya.
Ustadz yang ketiga ngajak berdialog, atau tepatnya bertanya seperti “Apa bedanya ‘Isim’ dan ‘Fi’il’ dalam Nahwu?”
Fahmi bilang, semua tatapan para ustadz nya itu sangat tajam. Bikin keringat keluar sebadan-badan. Haduh, semoga kamu kuat dan lolos, Mi… Secara di rumah saja kalau saya pelototin nih anak udah langsung mewek aja.
Fahmi bilang kalau gak bisa jawab atau lupa, jantung langsung dag dig dug. Tapi kalau lancar, rasanya lega luar biasa. Alhamdulillah…
Atmosfer Ujian
Karena pihak pondoknya sendiri mendorong santri untuk fokus belajar, maka selama bulan ujian ini belajar bersama di kelas, asrama, bahkan di taman jadi pemandangan yang tidak bisa dihindarkan.
Tidak heran ada santri yang saling menguji hafalan satu sama lain. Itu untuk menguatkan hafalan demi bisa meminimalisir lupa atau bertanya kepada teman di waktu yang tidak diperbolehkan.
Ya saat ujian berlangsung tentu saja tidak boleh tengok kanan kiri. Ada tim pengawas ujian yang sangat disiplin sehingga kecurangan sekecil apa pun bisa diketahui dan langsung ditindak.
Ujian lisan di Gontor sering dilakukan di depan beberapa penguji, jadi mental para santri benar-benar diasah.

Persiapan Ujian di Gontor
Santri biasanya mulai persiapan serius belajar sebulan sebelum ujian, dengan program Ta’kid (penekanan materi).
Fahmi saja sampai jarang nelepon, pas ditanya kenapa, katanya emang pihak pondok menggiring semua santri untuk fokus belajar. Kegiatan luang anak diganti dengan tambahan beberapa materi yang sekiranya belum dikuasai benar.
Pihak pondok juga mengurangi kegiatan ekstrakurikuler, pokoknya semua waktu kecuali kebutuhan penting difokuskan untuk sepenuhnya belajar dan pemantapan materi ujian.
Jadi jika biasanya teman-teman berolahraga futsal, Fahmi yang kurang suka degan olahraga bola itu memilih mampir ke bagian Pengasuhan untuk menelepon ke rumah. Nah saat jelang ujian ga ada waktu untuk bermain futsal karena semua santri dipandu untuk belajar di tempat yang sudah ditentukan. Fahmi pun tidak ada kesempatan untuk melipir lagi…
Kegiatan padat mulai dari pagi saat bangun. Jam 03.45 dini hari, bel asrama sudah dibunyikan. Para mudabbir langsung sat set menjalankan tugasnya. Selaku santri senior mereka tidak bosan-bosannya selalu berteriak, “Bangun! Shalat tahajjud! Belajar lagi sebelum subuh!”
Walau mata masih berat, tapi langsung melek apalagi kalau melihat teman sekamar sudah duduk melingkar sambil mengulang kosakata bahasa Arab.
Jelang subuh segera ke kamar mandi sambil tetap mengingat dan mengulang hafalan. Shalat subuh berjamaah, setelahnya duduk di masjid sambil buka buku-buku pelajaran.
Saat itu bisa dengan jelas terlihat bagaimana wajah-wajah mengantuk diantara udara dingin di Bukit Mandi Mandian tempat Kampus Gontor 9 berada.
Walau belum terbiasa karena ini ujian semester pertama di sana tapi Fahmi bilang Alhamdulillah ia belajar bisa fokus.

Sore hari setelah salat dan makan para santri terlihat belajar di mana saja senyamannya. Ada yang di taman pondok santri duduk berkelompok. Ada yang baca kitab, ada yang saling tanya jawab hafalan, ada yang latihan percakapan bahasa Inggris.
Banyak tingkah dan gaya mereka dalam memperdalam pelajaran. Bahkan di kantin saja banyak santri yang makan sambil buka catatan.
Malam hari bisa dibilang sebagai suasana perang akademik. Jam 20.00, semua santri masuk program belajar malam (mudarasah). Tidak heran semua kelas penuh. Setiap orang membawa buku berbagai ukuran.
Yang ngantuk, walaupun depan buku, kepalanya mulai mengangguk-angguk kayak burung pelatuk. Tapi satu sama lain saling waspada mengingatkan karena kalau ketahuan tidur, siap-siap ditegur bagian kedisiplinan.
Selesai jam 22.00 seluruh santri pulang ke rayon (asrama) masing-masing. Walaupun demikian ada banyak yang memilih tetap bertahan, masih lanjut belajar di bawah cahaya lampu tidur.
Tujuan Utama Ujian di Gontor
Ujian di Gontor bukan cuma demi mendapatkan nilai tinggi, tapi juga supaya bisa :
• Melatih kejujuran (anti nyontek total).
• Menumbuhkan disiplin belajar.
• Menguatkan mental berbicara di depan orang.
• Membiasakan menguasai banyak bidang sekaligus.
Perasaan di Akhir Ujian
Campur aduk: capek, lega, dan bangga.
Capek karena dua sampai tiga minggu otak bekerja nonstop.
Lega karena akhirnya bisa kembali ke kegiatan normal.
Bangga karena ketika lulus bukan cuma mendapat nilai, tapi juga ketahanan mental yang sudah terlatih, tahan banting dan disiplin luar biasa.
Anak seusia santri Gontor di luar sana, belum tentu mampu melakukan dan melalui perjuangan seperti itu…

Minggu ini, kegiatan Fahmi dan semua Al Akh kembali akan normal karena ujian berakhir pada Selasa 2 Rabiul Awal 1447 H atau bertepatan dengan 26 Agustus 2025.
Hari Rabu dan Kamis insyaallah akan diadakan acara perkumpulan tasyakuran atas selesainya ujian dan kegiatan penertiban asrama guna persiapan liburan.
Jumat 5 Rabiul Awal atau 29 Agustus 2025 Fahmi dan beberapa santri lain yang tidak mukim, pulang kampung untuk liburan semester.
Semoga sehat dan lancar hingga waktunya tiba ya. Aamiin…

Saya tahu perjuangan Fahmi satu semester di Gontor ini bagaikan naik rollercoaster. Jungkir balik bikin jantung dag dig dug der. Teringat aktivitas Blogger Surabaya yang memilih waktu santai sore untuk meregangkan kejenuhan dari semua kegiatan, maka saya harap semoga liburan Fahmi pertama kali ini pun bisa menjadikan penyemangat untuk terus giat belajar dan beribadah lagi saat balik pondok nanti.
Keren ya, semandiri itu sistem pendidikan di Gontor. Mantap!
Sukses terus untuk ananda Fahmi. Semoga di tiap ujian dilancarkan dan dimudahkan. Wah..pengawasnya enggak kira-kira jumlahnya. Bakalan jujur banget ini para santri ngerjainnya, enggak ada curi-curi buat nyontek atau nanya tetangga…
Masyaallah ya, Teh…
Kita bayangin anak diperlakukan begitu sekilas ngerasa kasihan dan ngga tega, yaa..
tapi sebenarnya tujuannya sangat2 baik sekali.
Bangun pagi bangeet2 itu peer banget untuk anak2 remaja terutama
tapi sebenernya bisa disiasati kalau tidur lebih awal dan membiasakan diri.
Gontor the best, deh…
Smoga selalu menelurkan generasi islami yang jujur, cerdas, berintegritas dan tentu saja soleh. Aamiin…
Merinding saya bacanya Teh Okti. Membayangkan bagaimana perjuangan para santri dalam menyiapkan diri untuk menyambut masa-masa ujian. Apalagi program dan jenis pembelajaran Gontor itu eksklusif, tidak sama dengan pendidikan negara yang banyak dihadapi oleh para pelajar di luar sana.
Saya juga kagum sama Teh Okti yang bisa menyampaikan penjabaran yang begitu rinci. Sementara Gontor tentunya tidaklah mudah untuk berbagi info apa pun karena ke-eksklusivitas-an mereka. Keren Teh.
keren pengawasnya pakai jas
(semula saya ngebayangin santri dan pengawasanya pakai sarung, hihihi maaf)
dan jawabannya harus essay, gak ada pilihan ganda. Bahasanya pun Arab dan Inggris
Lulusan Gontor andai dapat nila A berarti A penuh, bukan A yang kehilangan kaki-kakinya ya?