Cerita Menarik Tantang Radio

Cerita Menarik Tantang Radio

Sampai sekarang kalau boleh nawar, setiap beli hp atau mendapatkan hadiah, saya selalu ingin yang memiliki aplikasi radio. Bukan karena saya pecinta berat musik, tapi karena saya tinggal di pelosok yang listrik byar pet, sinyal lup-lep (mati hidup).

Apa hubungannya dengan radio? Meski sudah modern di kampung saya sinyal dan listrik masih jadi barang (setengah) langka. Adanya siaran radio yang tidak mengenal sinyal dan cukup awet batere tentu saja jadi pilihan terbaik untuk hiburan maupun informasi.

Keluarga saya keluarga kampung dengan segala keterbatasannya. Almarhum bapak penyuka berbagai kesenian Sunda seperti wayang, degung, cianjuran, dongeng sampai calung. Semua itu dulu didapat hanya melalui radio. Bahkan sampai sekarang.

Ada yang tahu sosok maestro dongeng Sunda Wa Kepoh? Masa kecil saya, sosok ini sangat terkenal karena mendongengkan cerita pendekar berbudi baik dari tatar Sunda “Si Rawing” karya Yayat R. Melalui stasiun radio saat itu di Bandung, sekitar tahun 80 sampai 90-an (belum ada gadget) saya mendengarkan keseluruhan kisahnya. Saat itu radio masih jadi favorit warga, disamping televisi yang masih didominasi berita lokal TVRI.

Belasan hingga puluhan tahun lalu radio adalah sumber hiburan yang gak bisa dilepaskan dari kehidupan saya. Bahkan sampai sekarang. Selain sebagai teman mendapatkan informasi, yang paling dinantikan tentu lagu-lagu yang diputar menyelingi celotehan penyiar.

Radio seolah punya kekuatan sendiri, bagi saya di tengah banyaknya platform digital saat ini. Selain kita gak akan tahu lagu apa yang akan diputar oleh penyiar (kecuali request; jadi ada efek kejut yang bikin bahagia) radio memiliki banyak kenangan dalam hidup saya. Dulu saya harus mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan penyiar usai lagu diputar supaya bisa tahu nama penyanyi beserta judul lagu yang disiarkan. Hahaha. Segitunya perjuangan demi tahu judul lagu jaman baheula. Sekarang lebih modern ada aplikasi yang bisa mengidentifikasi lagu dari radio atau sumber suara yang kita rekam.

Sekarang mendengarkan radio dalam perjalanan khususnya di perkotaan bisa bantu kita juga dapat informasi tentang kondisi jalan ya. Penyiar akan menginformasikan kondisi lalu lintas terkini sehingga kita pendengar radio bisa tahu jalan mana yang padat, ada kejadian apa sehingga jalan macet, dan informasi lainnya.

Saat sekolah saya pernah magang jadi penyiar di sebuah radio swasta. Saat itu masyarakat membeli “atensi” berupa sebuah lembaran kertas khusus resmi dibuat tim radio. Nanti melalui kertas atensi itu masyarakat bisa menuliskan pesanan lagu, kirim salam buat siapa saja, dan pesan lainnya. Tugas saya sebagai penyiarlah saat itu membacakan atensi satu persatu. Termasuk memutar lagu yang diminta oleh si pembeli atensi.

Jaman itu belum ada hp meski tidak lama kemudian ada telepon rumah dan telepon umum. Sering menerima telepon dari masyarakat, belum selesai bicara sudah tut…tut…tut… Itu tandanya pembicaraan mati karena kehabisan koin. Hahaha, suka riweuh kalau begitu apalagi pas on air. Sampai sekarang tradisi seperti itu masih ada lho di Cianjur bagian selatan. Minta lagu lewat telepon di radio maksudnya. Teleponnya sih sekarang dari hp. Telepon koin cuma tinggal kenangan, hehehe.

Radio di jaman modern tetap saya dengarkan. Sampai sekarang saya masih mendengarkan dongeng Sunda. Miara Tuyul karya Eka Irvin saat ini sedang buming. Selain nambah wawasan terkait budaya dan kearifan lokal, saya juga belajar lebih banyak soal undak usuk basa yang jujur meski lahir dan besar di Sunda, namun banyak hal terutama terkait Basa Sunda yang belum saya tahu.

Saat mendaki gunung, radio jadi media hiburan di samping koleksi lagu di memori. Meski nonstop semalam dengar radio tapi baterai ponsel lumayan awet. Saat tidak ada sinyal seluler dengar radio tetap jalan.

Bagi sebagian pelaku bisnis radio juga sebagai ajang promosi dan distribusi ya. Testimoni orang daerah yang disiarkan di radio ternyata lebih mengena dan mudah diterima masyarakat khususnya di pedesaan seperti tempat saya tinggal.

Saat saya tinggal di bekerja di luar negeri, siaran radio dari tanah air tetap saya dengarkan. Mengobati akan rasa kangen kampung halaman dan nambah update informasi. Saat saya di Singapura, saya mendengarkan Zoo FM, key FM dll yg saya lupa namanya. Semua kantor siar beralamat di Batam.

Waktu di Hong Kong, saya mendengarkan radio komunitas. Siarannya dari Hong Kong tapi semua berbahasa Indonesia. Termasuk informasi umum dan lagu. Ada acara khusus, biasanya menampilkan lagu dangdut berbahasa daerah. Kaya dangdut koplo gitu. Banyak banget itu penggemarnya.

Ketika saya bekerja di Taiwan, ada Radio Internasional Indonesia atau RTI. Radio sub divisi dari RTI yang khusus memiliki program siaran Indonesia. Di Taiwan itu ada banyak migran yang bekerja di sana. Indonesia, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Cina Daratan (Tiongkok) nah RTI memiliki siaran khusus untuk semua negara itu. Karena disubsidi oleh pemerintah Taiwan maka acaranya beragam dan “beneran”. Ada lomba, ada temu kangen, bahkan pernah lomba TKI Teladan dengan hadiah mendatangkan keluarga TKI yang menang ke Taiwan. Seru abis pokonya gabung jadi RTI ini.

Sampai Di Indonesia saya masih bisa mendengarkan RTI SI (Siaran Indonesia) di saluran AM. Sekarang lebih modern, ada streaming nya.

Beberapa bulan lalu saya menang lomba dari Radio KBR 68 H itu berkat saya mendengarkan siarannya juga. Gak perlu on time, tapi bisa streaming atau lewat podcast nya.

Jadi meski sudah modern, radio tetap memiliki tempat di hati banyak orang ya. Khususnya di hati saya. Masih banyak cerita dan kenangan saya soal Radio. Tapi tidak kerasa udah delapan ratus kata aja nih. Yang baca nanti bosan jadinya. Hehehe…

36 thoughts on “Cerita Menarik Tantang Radio”

  1. Ngomong2 soal radio, sampai sekarang aku masih suka mendengarkannya loh, tapi pas di mobil aja. Udah ga punya radio beneran wkwkwkwkwk. Suka Prambors, KISFM, dulu Mustang FM, apa lagi ya? Pokoknya yang lagunya romantis2 dan penyiar2nya enak didengerin ga bosenin.

    Reply
  2. Jadi ingat jaman dengerin sandiwara radio Saur Sepuh. Saya juga masih suka dengerin radio, terutama kalau pas di kebun, jadi hiburan biar nggak sepi.

    Itu yang acara RTI, kenapa kata beneran di kasih tanda petik?

    Reply
    • Ya maksudnya meski acara tidak formal, hanya fans radio, tapi ini serius. Tingkat Nasional nya Taiwan. Bahkan sampai se Asia Tenggara karena di Indonesia, Singapura, Malaysia dan Asean lain pun bisa memantau siaran RTI SI ini

      Reply
  3. Teh, aku tanpa radio kesepiannnn. Kalo dengerin musik tanpa host hambar dan dengerin radio itu serasa ada teman ngobrol.
    Oh iya dongeng Wa Kepoh Si Rawing ya hahaha terus ada sandiwara radio Misteri Gunung Merapi yang bikin imajinasiku berkembang 😀

    Reply
  4. Terbujti udah mendarah daging yah teh kalo udh dengerin radio, Teh Okti masuk kategori pendengar radio setia nih hehe sampe diluar negeri aja masih dengerin Radio tanah air 😉

    Reply
  5. Ga bosen ah denger cerita nya btw Teteh banyak pengalaman kerja di luar negeri ya, saya salut Teh… Saya juga sampe sekarang dengerin radio tiap hari terutama radio Oz karena ada program percikan iman pagi Pak Aam, radio klite dan klcbs. Kalo dulu denger Ardan dan sempet pelatihan announcer juga disana… Hehe

    Reply
  6. Hari-hariku dulu juga diiringi oleh siaran radio.
    Masa SMA, teman2 ada yang mainnya ke radio, nemui penyiar favorit.
    Bahkan radio merupakan teman saat begadang dan juga mengikuti serial bersambungnya, hahaha *jadul banget deh saya*.

    Reply
  7. Sudah lamaa sekali saya tidak mendengarkan radio, Mbak..terutama sejak ada anak-anak di rumah. Pas masih sekolah seneng banget dengerin lagu dari radio sambil mencatat lirik lagu favorit kala itu…hihi. jadi nostalgia..

    Reply
  8. Aku sampai skrg masih sering dgrin radio…
    Meskipun hanya pas lagi di mobil saat perjalanan…
    Banyak acara radio yg seru seru, khusunya di pagi hari…
    Bikin semangat meakukan aktivitas

    Reply
  9. Masa SMP dan SMA saya juga full diisi hiburan radio. Belakangan dua minggu ini saya lagi gandrung lagi dengerin radio mbak. Saya kaget dong, ternyata radio kesukaan saya dulu masih eksis dan Penyiarnya juga masih bertahan. Kabar tentang perkembangan korona sekarang saya dengarkan dari radio saja. Lebih akurat dan up to date. Kalau di sosmed banyak berita simpang siur.

    Reply
  10. Teteh totalitas banget dengerin radionya, aku terakhir dengerin radio awal2 punya hape yang tak berkamera dan tak ada koneksi internetnya tapi ada radionya. Pernah request lagu lewat SMS walau gak sempat diputerinlagunya hahaha. Udah gitu seneng denger cerita jurig, lupa di saluran apa

    Reply
  11. Duh saya kalau di rumah hampir tidak pernah mendengarkan radio. Sudah diambil alih semua olah komputer dan gadget. Kalau lampu mati paling-paling beralih ke buku.
    Jadi senang banget baca pengalamn Teh Okti soal mendengar siaran radio. Ingat masa kanak-kanak dan remaja yang juga dihabiskan dengan mendengar radio. Dulu saya suka banget mendengar, Saluang, musik tradisional Sumatera Barat dari RRI Bukittinggi 🙂

    Reply
  12. Daku juga demen Teh kalau di hape ada radionya. Soalnya ada channel kesukaan dan lagu-lagunya pun bervariasi jadi nggak bete mendengarkannya sambil ngerjain deadline haha

    Reply
  13. Saya sudah lama kayanya nggak benar-benar dengar radio secara serius, padahal dulu di saat awal kuliah suka dengar radio karena ada siaran favorite saya, makin ke sini sudah nggak pernah lagi. Jadi kengen dengar radio setelah baca postingan ini Mba. Hehehe

    Reply
  14. Teh opti Sekarang tinggal dimana? Lama saya nggak silaturahim di sosmed jadi jadi nggak update baca ceritanya?

    Iya sesekali radio saat ini memang masih dibutuhkan, pas internet mati, listrik mati dengan adanya radio Lumayan bisa menceriakan lagi hari

    Reply
  15. Aku masih suka dengerin radio juga. Radio jaman kuliah. Alhamdulilah masih bisa dipakai. Jadi jarang banget nonton TV krn acaranya banyak yg gak menarik. Seneng dengerin lagu aja.n

    Reply
  16. Aku sampe sekarang masih suka dengerin radio. Kenal radio sejak masih SMP dan kalau dengerin sandiwara, radionya sampe aku peluk. Sampe iklannya juga aku seneng ko dengernya.

    Reply
  17. Dulu waktu masih remaja, aku pengen banget jadi penyiar radio.
    Sayang belum jodoh hehe. Ikut audisi satu kali, tapi belom kesampean.

    Sampe sekarang radio punya tempat sendiri di hati saya.

    Reply
  18. bicara tentang radio, sekarang saya jarang dengerin karena memang enggak punya radio. Ada di hape tapi harus pakai headset itupun tidak menjangkau saluran di kota, hehehe. Nasib deh tinggal di desa yang terjangkau saluran yang saya kurang suka, hehehe

    Reply
  19. Ngga tahu aku teh hehe. Seketika jadi ingat semasa kuliah radio jadi teman jalanku menikmati kemacetan Jakarta :’) padahal dulu di tiap hape ada radio, hape hape skrg malah ngga ngelanjutin ada jadi harus download atau streaming.

    Reply
  20. Radio ga ada matinya walaupun Zaman sudah berubah. Karena radio itu punya jiwa dan factor kedekatan dengan pendengarnya. Kehadirannya sebagai media massa music dibutuhkan

    Reply
  21. Setuju, Mbak. Radio itu memang produk ajdul tapi selalu punya tempat di hati pendengarnya. Aku pun kalau bosen selalu mengandalkan radio. Semacam ada kejutan kalau dengerin radio tuh. Tahu-tahu lagu kesukaan diputar, atau enggak obrolan penyiarnya selalu bikin senyam-senyum sendiri.

    Reply
  22. Radio tetap punya tempat tersendiri ya. Sy ga punya radio sejak rmh tangga suka kangen dengerin lagu2 pop sunda via radio karena waktu kecil dengerinnya itu s bapak atau nenek yg nyetel

    Reply
  23. Dunian tanpa musik, informasi dan canda tawa itu rasanya sepi. Aku sih masih seneng dengerin lagu2 dan cerita para penyiar radio. Prambors, KISFM, dll masih memorable banget deh… Anak2ku juga suka menyetel radio di mobil, apalagi kalau ke luar kota nyetir boar ga ngantuk, pasang lagu aja tuh

    Reply
  24. tapi bener lho teh Okti, radio tuh buat aku tidak bisa tergantikan deh posisinya karena kadang kalo buat nenangin mood gitu, suka auto puter radio apalagi kalo yg siaran itu suaranya empuk kayak roti bantal hehe

    Reply
  25. Sebagai mantan announcer kampus, baca ini buat aku jadi kangen sama radio dan kekeluargaan disana. Hikss.. Sekarang udah didesa. Dengar radio aja susah. Padahal suka denger radio. Hehe

    Reply
  26. Inget banget waktu SMA, abangku beliin radio. Sejak saat itu aku suka banget denger radio. Tapi setelah ada internet jadi berkurang banget. Sekarang cuman denger radio pas di mobil.. Tapi tulisan Teh Okti tentang radio menarik banget

    Reply
  27. Alhamdulillah ya. Saya pun juga masih sering dengar radio, tapi ketika naik mobil dan perjalanan jauh. Saya bukan orang yang suka nyimpan musik atau film di HP. Jadi kalau ada radio, lumayan buat menemani perjalanan.

    Reply
  28. Saya lebih seneng dengerin radio saat di rumah dan lagi nyetir. Daripada cuma musiknya saja, karena saya suka obrolan penyiarnya yang seru juga selipan informasi di sana. Jadi lebih hidup gitu dengernya variatif, ga cuma melulu lagu.

    Reply
  29. Sedari kecil selain denger radio aku juga suka puter kaset degung dan jaipongan gitu, Teh. Mengingatnya jadi jadi pengen kembali kemasa itu..hehe

    Betul sih, Teh. Bikin kangen dan punya kenangan tersendiri dari radio.

    Reply
  30. Jangan beranggapan negatif selalu, terkadang kita harus berfikiran positif untuk menyongsong masa depan yang penuh harapan. Suka banget sama tulisannya.

    Reply

Leave a Reply to Andi Nugraha Cancel reply

Verified by ExactMetrics