Hog-Heg-Hag Parebut Baju Dulag

Judul tersebut dalam bahasa Sunda, yang artinya kurang lebih Berantem karena Rebutan Baju Lebaran

Mau tutup kuping, lagi ngetik pekerjaan yang diburu deadline. Gak didengar, itu pembicaraan antara seorang ibu dan seorang anak, buat saya dan Fahmi rasanya kok gimana gitu ya … Secara yang dibicarakan adalah soal uang untuk membeli baju lebaran yang dipertanyakan sang anak kepada ibunya. Diucapkan dalam bahasa Sunda yang sangat kasar pula.

Jadi tadi itu sambil nunggu ayah Fahmi pulang mengaji, saya dan Fahmi duduk depan rumah sambil memperhatikan orang yang lalu lalang ngabuburit di sore yang cerah. Merasa bosan, saya masuk kamar depan sambil membuka jendelanya lebar-lebar. Sementara Fahmi tetap duduk di teras bermain dengan Titi, anak kucing kesayangan yang kerjaannya mondar-mandir.

Meski saya di kamar tapi masih bisa melihat ke teras dimana Fahmi berada. Juga suasana di jalan depan rumah.

Tiba-tiba kami mendengar seorang ibu dan anaknya bicara mulai keras dan bersahutan. Si anak bertanya jumlah uang yang diberikan bapaknya untuk beli baju lebaran.

Sementara ibunya, entah kenapa seolah menyembunyikan sesuatu, pertanyaan si anak tak dijawabnya dengan jelas. Mereka terus saling bersilat lidah tak menyadari ada kami yang tidak sengaja mendengar obrolan (tepatnya pertengkaran) mereka.

Fahmi sempat jingkrak-jingkrak sambil menahan tawa mendengar keributan dari samping rumah tersebut. Mungkin dia kira lucu mendengar orang lain berantem? Dasar bocah, ada-ada saja.

Tapi Fahmi segera diam dan mendengarkan dengan serius, ketika suara sang ibu itu semakin meninggi, bahkan terlontar kalimat kasar yang seharusnya tidak pantas diucapkan seorang ibu di depan anak. Apalagi ucapan seorang ibu untuk anaknya.

Saya sadar ini tidak baik untuk Fahmi. Segera saya lambaikan tangan mengajak Fahmi masuk rumah. Awalnya Fahmi menggelengkan kepala. Alasannya masih menunggu ayah pulang. Tapi saya paksa ke dalam, saya tahu ia hanya penasaran ingin terus mendengarkan orang bertengkar itu.

Akhirnya Fahmi mau masuk setelah kucingnya saya bawa duluan. Di dalam rumah, suara mereka tak begitu terdengar jelas. Kecuali sempat ketika si anak membentak ibunya, mengatakan meminta uang dari ayahnya untuk beli jaket. Saking kagetnya saya pun mengucap istighfar.

“Fahmi, ibu minta jika Fahmi menginginkan sesuatu, kalau ayah atau ibu sedang tidak punya uang, jangan memaksa seperti itu, ya?”

Fahmi hanya terdiam dan mengangguk.

“Ibu dan ayah akan mengusahakan memenuhi keinginan anak. Tapi jika tidak diperlukan, atau ada hal lain yang lebih penting, Fahmi harus tahu, itu bukan berarti ibu dan ayah tidak sayang Ami.”

Lagi-lagi Fahmi hanya diam dan mengangguk.

Saya harap apa yang didengarnya tentang pertengkaran ibu dan anaknya tadi di luar, jangan sampai merusak mental dan pemahamannya. Karena saya tahu jiwa anak seusia Fahmi ia masih labil dan mudah ikut-ikutan. Tentu saja saya khawatir Fahmi meniru dan menganggap nada bicara yang cukup keras terhadap orang lain itu diperbolehkan.

Sepandai-pandainya orang tua melindungi anaknya, tapi jika lingkungan terdekat tidak mendukung, maka apa yang sudah susah payah dibangun orang tua akan hancur dengan sia-sia karena secara tidak langsung lingkungan juga akan ikut membentuk karakter anak secara diam-diam.

Ketidaksengajaan saya dan Fahmi mendengar pertengkaran seorang ibu dan anak yang adu mulut karena rebutan uang untuk beli baju lebaran tadi sungguh sangat mengkhawatirkan. Apalagi ada kata kasar (dalam bahasa Sunda ada tingkatan kata halus, biasa dan kasar) yang mana yang kasar ini sungguh sangat tidak elok jika ditiru anak kecil.

Akhirnya ketika suami sudah pulang dari mengajinya, kami duduk bertiga dan membahas lagi soal pertengkaran yang tidak sengaja saya dan Fahmi dengar. Bukan membahas aib orang, tapi lebih ke menanamkan karakter baik kepada anak.

Jadi saya dan suami menekankan kepada anak, apa yang sudah didengar tadi, jangan sampai ditiru olehnya. Bahasa Sunda kasar yang terucap dari sang anak maupun si ibu, jangan sampai ditiru karena hal itu memang tidak pantas. Hanya orang dengan amarah yang tidak bisa dikendalikan biasanya mengucapkan kata kasar seperti itu.

Fahmi terlihat memahami apa yang saya dan suami sampaikan. Semoga kamu benar-benar paham ya, Nak. Karena kehidupan sesungguhnya bukanlah saat kamu ada di rumah, melainkan kelak saat kamu menjalani perjalanan yang mengharuskan kamu berjalan tanpa pendampingan kami lagi.

13 thoughts on “Hog-Heg-Hag Parebut Baju Dulag”

  1. Alhamdulillah Fahmi mengangguk insyaaAllah paham ya Teh. Pengajaran yang berharga pastinya dalam membentuk karakter anak yg bisa didapatkan dari mana saja

    Reply
  2. Permasalahan baju baru di hari lebaran ini kaya sudah jadi tradisi ya, padahal ga harus punya juga ga apa-apa, terlebih bila keluarga kita nggak punya uang. Tapi ya begitulah kenyataanya…

    Dan kasih pengertian tentang masalah seperti ini ke anak sangat penting sejak dini, dan Fahmi kayanya sudah faham ya Teh, semoga Fahmi tumbuh jadi anak yang sholeh dan nurut sama orang tua. Aamiin…

    Reply
  3. Alhamdulilah Fahmi punya ayah dan ibu yang hebat

    Karena sungguh gak ada manfaatnya meributkan uang, sampai anak dan ibu saling hardik

    Hal tersebut harus ditanamkan sejak dini, agar tidak bablas

    seperti kasus anak memenjarakan ayah/ibu kandung karena harta

    Reply
  4. Semoga Fahmi dapat mengambil hikmah baik dari kejadian tetangga, seiring berjalannya waktu kamu pastinya lebih bijak bersikap pada orangtua mu sendiri oke anak hebat

    Reply
  5. Sepakat banget dengan apa yang Teh Okti dan suami lakukan. Jangan biarkan anak meresap asumsi atau kejadian yang keliru sebagai sebuah kebenaran dan pembiasaan. Dari sinilah titik awal pembangunan akhlak itu direncanakan. Mumpung Fahmi masih dibentuk ya Teh. Teh Okti dan suami jadi bisa mencoret warna apa yang ada di hati, kepala dan jiwa Fahmi.

    Reply
  6. Semoga kekuatan didikan dan contoh di rumah lebih kuat daripada segala informasi di luar rumah. Kalau ayah-ibu mencontohkan pakai baju yg ada dan masih pantas untuk Lebaran, semoga anak-anak ya mencontoh sih…
    Ngeri juga tapi ya, pengaruh medsos…Kapan itu ada lewat di IGS, anak perempuan guling-guling minta baju baru. Padahal udah remaja anaknya…Dianggap lucu sama tetangga, makanya direkam & dishare. Menurut saya sih engga lucu blas…

    Reply
  7. Sedih teh aku bacanya. Kebayang gimana rasanya. Aduh jangan sampai keluarga kita terbiasa bahasa kasar dan saling bentak kayak gitu. Aku mikir, pantesan anaknya ngebentak ibunya. Karena ibunya juga bahasanya juga kasar ama anaknya. Aduhhhh bener yang pertama kita didik itu adalah diri sendiri baru anak. Atau berjalan berdua. Sama2 belajar. Smoga Allah menjaga keluarga kita ya teh

    Reply
  8. sejak kecil anak memang harus diajarkan bahwa tidak semua hal yang diinginkan harus terpenuhi yaa. anak juga harus tahu rasanya kecewa agar ketika dewasa dia ga kaget dan terpuruk

    Reply
  9. Semoga anak-anak bisa tumbuh sesuai dengan doa dan harapan dalam kebaikan kedua orangtuanya. Suka serema memang kalau ada orang bertengkar tuh.. Apalagi kalau masih ada hubungan keluarga.

    Reply
  10. Banyak kejadian di luar rumah yang bisa beroengaruh pada abak-anak di rumah. Sebagai orang tua harus peka dan mau memberikan pemahaman kepada anak tentang hal itu

    Reply
  11. setuju sekali kak, karena kehidupan sesungguhnya bukanlah saat kita berada di rumah, melainkan kelak saat kita menjalani perjalanan yang mengharuskan berjalan tanpa pendampingan

    Reply

Leave a Reply to Emma Cancel reply

Verified by ExactMetrics