Membungkam Iri dengan Self Esteem

Apa kabar teman yang selalu juara rangking satu saat sekolah? Apakah sekarang tetap berprestasi dan menjadi unggulan?

Di group lawas sesuatu yang berbau nostalgia kerap muncul pertanyaan itu.

Tersentil gak sih?

Saya iya. Secara saya, alhamdulillah sejak kelas satu SD sampai lulus SLTA, selalu menjadi rangking satu. Bahkan mendapatkan bonus juara lainnya, seperti peraih NEM tertinggi di Kotamadya Bandung tahun kelulusan 1992-1993, serta beasiswa waktu lulus SMP dan saat SMU.

Semuanya masih jaman orde baru. Jadi cukup sulit mendapatkan semua itu. Tidak seperti jaman reformasi, apalagi jaman Pak Jokowi, semua anak didik yang memenuhi persyaratan, walau tidak mendapatkan rangking, tetap mendapatkan gelontoran dana.

Tetangga saya, satu bulan bisa mendapat uang dari pemerintah lebih dari nominal sebulan gaji PNS golongan III. Anaknya tiga semua dapat, keluarga sebagai penerima PKH juga dapat, mertuanya yang memang janda juga dapat. Dikumpulkan, per bulan bisa bayar cicilan kendaraan roda 4 karena biaya makan, mereka punya sawah dan usaha sendiri.

Pun karena kakaknya ketua rukun tetangga, setiap ada program bantuan berupa pupuk, sembako, atau lainnya, selalu menjadi yang terdepan mendapatkan antrian. Dengan begitu sangat senang sekali bukan hidupnya? Padahal ia yang usianya lebih muda dari saya, dulu saat sekolah, jangankan dapat rangking, yang ada ia sempat tidak naik kelas beberapa kali.

Bisa dibilang kehidupan saya yang dulu sering juara, kini kalah telak di hadapan mereka.

Saya dan keluarga tidak mendapatkan apa pun, hanya karena mereka melihat suami setiap hari perlente, sepatu selalu bening disemir, datang ke sekolah dan memiliki SK mengajar di di sana. Padahal kebutuhan kami sering lebih besar daripada pemasukan.

Sedih? Sering banget. Kecewa? Gak juga karena saya merasa saya tetap bisa baik-baik saja selama saya masih sehat dan mampu berusaha. Walau tahu sendiri sebagai ibu rumah tangga di daerah terpencil, langkah saya tidak bisa sebebas ibu bekerja di perkotaan sana.

Cobaan dan ujian semakin menempa saya untuk tetap bisa menerima keadaan. Tetap bisa bersyukur dan membersihkan diri dan pikiran dari prasangka tidak baik, supaya hati saya tetap bisa merasa lapang dan berbahagia.

Secara sisi spiritual saya terus belajar untuk bisa qonaah. (Qanaah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang)

Membungkam iri dengan self esteem

Sementara dari sisi psikologi, saya ditempa untuk menemukan self esteem. (Self-esteem bisa didefinisikan sebagai seberapa besar kita menghargai dan menyukai diri sendiri, terlepas dari apapun kondisi yang kita alami)

Mungkinkah saya sudah memiliki rasa self esteem ini sehingga saya merasa kuat saat melihat kelebihan orang lain?

Entahlah , tapi jujur, melihat setinggi apa pun pencapaian orang itu tidak berpengaruh pada kepercayaan diri dan tetap menganggap diri saya juga berharga. Ya, tentu saja dengan kapasitas dan nilai serta kondisi yang berbeda, ya. Bukan hanya untuk diri saya saja, tapi juga suami dan anak.

Dulu, saya selalu memotivasi suami untuk segera ambil kuliah lagi, ikut berbagai pelatihan dan seminar, dengan harapan, memuai prestasi dan keberadaannya dilihat orang. Siapa tahu karir kedepannya lebih mudah, gak harus tugas di pelosok wae.

Tapi melihat passion suami yang memang di bawah ekspektasi saya, saya sadar, saya tidak akan bisa mengubah itu semua. Jadi buat apa mati-matian berjuang kalau ujungnya bakalan kecewa terus sakit hati? Lebih baik dari sekarang belajar bisa nrimo, lalu mensyukuri apa yang kami dapat (Tentu saja bukan berarti kami tidak berusaha).

Begitu juga terhadap anak. Ingin mengarahkannya sedemikian rupa dengan harapan anak bisa berprestasi dan membanggakan. Saya tidak ingat kalau anak juga punya keinginan dan kenyamanan. Saya lupa kalau saya tidak ingin dipaksa, begitu juga dia.

Disini saya merasa self-esteem ini penting, untuk mengerem keinginan saya yang kadang diluar batas.

Sebaliknya self esteem juga menjadi supporter sejati, karena saat saya merasa ada yang menilai saya rendah, saya tidak akan down. Asal jangan sampai jadi low self-esteem saja, dimana kita berada di titik merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu, atau tidak bisa berperan penting dalam pengembangan diri. Itu tidak boleh.

Jangan sampai kena low self esteem yang bisa mengarah pada rasa tidak aman dan tidak memiliki motivasi. Secara baik dari sisi agama maupun dunia, orang putus asa dan pesimis itu jelas dilarang.

Lalu bagaimana apakah teman-teman sudah memiliki rasa self esteem? Atau belum tahu tentang self esteem ini?

Merasa bangga dengan prestasi kita, itu wajarlah ya. Merasa senang menerima pengakuan terhadap prestasi yang telah kita capai itu juga normal. Yang tidak boleh adalah jangan sampai kita gila prestasi hingga takabur memuji diri sendiri secara berlebihan.

Saat kita suka dengan tantangan baru itu tandanya sisi self esteem pada diri kita berjalan dengan baik. Tinggal kita bangun supaya self esteem kita menjadi kebaikan yang bermanfaat.

Bagaimana caranya? Dilansir dari Forbes, beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menjaga self esteem agar tetap positif yaitu:

  • Fokus saja pada diri sendiri dan pekerjaan
  • Memahami apa kelebihan dan kekurangan kita
  • Percaya pada kemampuan diri sendiri
  • Bersyukur dan terus berusaha

Insyaallah jika kita sudah memahami self esteem itu sendiri, maka dengan sendirinya self esteem positif akan mengikuti.

Siapapun akan merasa damai saat self esteem yang sehat sudah kita genggam. Bagaimana tidak, jika pandangan hidup kita jadi positif, sudah bisa menghargai diri sendiri, mencintai diri sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri, bukankah semua itu kehidupan kita akan lebih baik?

Membungkam iri dengan self esteem

Bulan Juli ini, teman satu angkatan saya posting berbagai macam pencapaian mereka. Mulai yang lolos tes PPPK dan mendapatkan SK di Prawatasari dari Bupati Cianjur; yang meningkat pangkat dan kedudukannya jadi lebih tinggi; yang berhasil membeli kendaraan terbaru; bahkan yang pamer pencapaiannya bisa traveling ke tempat yang belum tentu orang lain bisa ke sana; dan masih banyak lagi pencapaian mereka lainnya.

Sementara saya? Hehe, saya cukup mendoakan saja, semoga mereka bisa amanah dan bertanggung jawab dengan semuanya itu.

Tulisan ke-2 three day on post dari Founder Komunitas ISB, Ani Berta, dengan tema “Self Esteem”

54 thoughts on “Membungkam Iri dengan Self Esteem”

  1. Saya rasa self esteem saya bagus, karena saya begitu menyukai diri saya ini.
    Kwkwkwkwkkw lebay kali saya ini.
    Saya lebih suka bilang, kalo saya selalu berusaha sangat bersyukur atas apa yang sudah saya jalani, saya capai hingga saat ini.
    Bukankah apabila kita bersyukur, Allah SWT akan menambah nikmat bagi hambanya…

    (Duhhh bijaksana sekalih sayah inih hihihiy jadi maluk)

    Reply
  2. bersyukur dan tetep berusaha jika gagal dan terus mencoba
    kalau aku sudah merasa kayak down, ga bersemangat, aku coba refreshing singkat dulu, terus keluar sama sohib seperti ke mall atau sekedar nongkrong

    Reply
  3. MasyaaAllah, hebat banget nih pengalaman pendidikannya, teh Okti. Paling salut sih, keluarga teteh tetep bisa bersyukur, dan teh Okti sendiri bisa menerapkan self-esteem. Tetep qonaah ya, teh. Aku juga ikut berdoa deh supaya mereka yg terlihat “pamer” itu amanah. aamiin..

    Reply
  4. Self esteem yang keren Teh.
    Saya juga sudah sampai di titik Alhamdulillah untuk kondisi saat ini, kalau dulu juga sempat agak-agak gimana, teman2 lain nampak jauh lebih kinclong kehidupannya.
    Tapi ternyata tidak semua yang nampak baik2 itu baik2 saja.

    Reply
  5. saya juga sudah mulai terlatih dengan self esteem sejak beberapa tahun lalu, dan terus dibarengi dengan improve berbagai skill sehingga hal itu makin mendorong self esteem saya. dan setuju banget mba itu menjadi supporter sejati kita sendiri. jadi mari kita terus bersemangat dna berupaya untuk mendorong self esteem kita semakin kuat, sehingga saat ada orang yang berusaha menjatuhkan kita, itu bukan hal yang besar

    Reply
  6. Relate banget Mbak cerita sama saya. Karena dulu saya anak yang organisasi kampus, banyak teman-teman saya sekarang sering menegur kenapa saya cuma begini sekarang. Tidak terlihat berprestasi, tidak berseragam, dan tidak kaya. Kadang sedih saat diulik-ulik begitu. Padahal, ngeblog dan bertani (aktifitas saya sekarang) juga tidak ada salahnya selama saya enjoy menjalani. Terima kasih Mbak sudah mau berbagi, setidaknya mulai sekarang saya mau mulai meningatkan self-esteem saya. Biar saya juga enjoy dengan pilihan hidup saya.

    Reply
  7. Pengalamannya hebat teh, aku masih terus belajar qanaah, kadang rumput tetangga lebih hijau, padahal diri sendiri punya kelebihan dan kekurangan yg harus diterima. Sekarang sih harus bener-bener fokus sama diri sendiri

    Reply
  8. Pengalamannya hebat teh, aku masih terus belajar qanaah, kadang rumput tetangga lebih hijau, padahal diri sendiri punya kelebihan dan kekurangan yg harus diterima. Sekarang harus bisa fokus sama diri sendiri, teh.

    Reply
  9. menarik mba, Self esteem ini, karena zaman sekarang banyak banget sosmed yang membuat orang suka “memajang” pencapaiannya dan sering kali buat orang lain insecure.
    Penting nih untuk mengimplementasikan self esteem

    Reply
  10. Salah satu keberuntungan anak yang sering juara adalah di kemudian hari dia enggak mudah tumbang ketika tidak seberuntung sebelumnya. Sebab, dia sudah punya mental pemenang sejak kecil. Ada baiknya kita selalu menanamkan ke dalam diri anak-anak kita bahwa mereka juara di satu sisi masing-masing. Agar kelak mereka punya mental baja selayaknya para pemenang.

    Reply
  11. Daku juga suka dengar yang sering dapat rangking di kelas, belum tentu kerjanya apik. Begitupun dengan yang sering bandel di sekolah, eh malah kerjanya parlente. Intinya gak ada yg tahu ke depannya bakal seperti apa ya Teh

    Reply
  12. Teh, saya kalau baca tulisan Teteh itu selalu kagum loh padahal. Tulisannya selalu mengalir dan enak dibaca. Blogger sejati istilahnya. Memang di era medsos ini aneka pencapaian begitu mudah disajikan di depan mata, sehingga kita pun kadang-kadang minder atau iri ya. Tapi setuju dengan kata Teteh, nikmati aja apa yang ada sambil terus berproses menjadi lebih baik. Nanti pasti ada saja jalannya InsyaAllah.

    Reply
  13. saya rasa self esteem saya cukup terkendali kak hehe. Meski berulangkali dilepehin orang2 karena mereka ga paham dengan pekerjaan yang saya jalani. Toh saya selalu bisa sabar dan tak iri dengan apa yang dimiliki orang lain

    Reply
  14. Pada akhirnya memang kehidupan seringnya membawa setiap orang pada jalan yang berbeda beda sih ya Teh. Kadang ada sih sendunya kalau melirik pencapaian orang lain (yang kok bisa ya jadi jauh lebih baik daripada saya), tapi membandingkan diri begini malah bisa jadi bom buat diri kita sendiri sih ya Teh. Kalau self esteem-nya baik, insyaAllah apapun yang terjadi dalam hidup, bisa tetap tangguh menjalani sebaik-baiknya.

    Reply
  15. Aku kaya yang uda gak tertarik sama kehidupan orang lain.
    Karena pernah zaman duluuuu gak sengaja keceplosan dengan pencapaian salah satu sahabat suami yang hidup di Jakarta uda punya kendaraan merk mewah, sedangkan kami hanya kendaraan biasa.

    Yang tadinya ngomongnya aku anggap “cuma” topik obrolan, namun suami menangkapnya berbeda.

    Sejak saat itu, aku uda males komentar hal-hal duniawi.
    Jadi gak perlu lah.. merasa “kagum” sama apa yang dimiliki orang, toh.. kita gak pernah tau, tangga seperti apa yang mereka naiki untuk mendapatkan amanah yang demikian.

    Jadi memang tiap orang yang hadir di kehidupan kita tuh sejatinya tempat kita menggali makna dan belajar. Yang baik, mari diteladani. Yang buruk, jadi doa supaya kita gak ketularan buruknya.

    Reply
  16. Tulisan yang bagus sih sebagai pengingat diri, dan memang sebaiknya hindari merasa iri hati dengan pencapaian orang lain. Kan tiap orang punya jalannya masing-masing dan punya “waktu” tersendiri juga.

    Reply
  17. Kadang saya sering mikir begini teh..
    “Kenapa ya, suami orangnya gak ambisius banget kayak saya..” jadinya saya belajar menge-rem juga teh.
    Saya belajar untuk mengerti semua kelebihan dan kekurangan orang lain.
    Alhamdulillah saya mudita teh. Kalo liat orang lain mendapat rezeki ikutan bahagia sampe doa.

    Reply
  18. Tersentil jg postingan ini di sosmed. Aku pilih utk diam aja. Kerasa ya? Iya bgt. Meski ga juara 1, tetap aja aku dl jg dianggap anak rajin dan murid kesayangan guru.

    Tp aku tetap bersyukur msh hdp sehat meski tdk kaya materi. Lbh sehat mental krn blm bnyk mslh yg dihadapi.

    Krn tiap reuni, smua pd cerita mengeluh kehidupan rumah tangganya. Ada istrinya selingkuh, suaminya cari WIL, mau cerai, anak nakal dsb.

    Dan pasti ada aja yg pamer kekayaannya. Hehe.

    Reply
  19. Pernah kepikiran jg teh, “kok suamiku gini-gini aja? kok ngga bisa kayak aku yang ambis gituu?” tapi kalo dipikir2, menerima itu semua jauh lebih menenangkan, dan aku yg latihan untuk kontrol diri dan membiarkan self esteem itu jadi positif

    Reply
  20. menurut sya sifat iri itu adalah hal manusiawi dari kita, pasti tiap insan pernah merasakan hal itu, yg menjadi fokus kita adalah bagai supaya dialihkan menjadi sebuah dorongan motivasi supaya tidak menjadi iri yang negatif, tapi menjadi sebuah dorongan positif supaya kita bisa menjadi bisa lebih baik dari objek yang kita iri-kan..

    Reply
  21. Jadi istri, ibu, manager keuangan, manager rumah tangga emang rupa rupa warna nya ya teh hihi. Ekspektasi Dan harapan nya tentu pengen yg terbaik buat keluarga, apalagi ttg pendidikan Dan masa depan anak. Tapi balik lagi ya, ke personal nya masing-masing, sifat2 qonaah, nrimo Dan percaya diri juga harus diterapin nih yaa, berat beraatt

    Reply
  22. Ada banyak rasa dalam menjalani hidup ini ya, teh..
    Dari dulu guruku uda punya perkataan “Biasanya anak rajin memang kalo uda dewasa profesinya kalau gak guru, dosen atau pegawai BUMN ((yang hidupnya tergantung gaji)) tapi kalau anak ranking 1 dari belakang, biasanya anaknya kreatif dan profesinya pengusaha ((memiliki gaji yang tak terbatas))”

    Dan memang beberapa kasus, ini beneran terjadi ya..
    Sehingga tetap dengan kecerdasan luar biasanya untuk memberikan yang terbaik bagi lingkungan apapun profesinya.

    Barakallahu fiik, teh Okti dan keluarga.

    Reply
  23. Baru mendengar kata Self esteem, dan setelah membaca artikel ini sampai habis akhirnya paham dari maknanya, dan self esteem saya ternyata masih tahap aman, walau saat pandemi sempat berantakan

    Reply
  24. MasyaAllah, aku seperti ditampar berkali2 baca tulisan ini. Sepertinya aku mulai menumbuhkan self-esteem ini teh, udah mulai gak ngurus mau orang gimana2. Padahal dulu sempat insecure liat pencapaian temen2 yang keliatannya memang jauh lebih wah daripada aku yang ibu rumah tangga biasa..

    Tapi sekarang, asal bisa hidup sehat, nyaman, aman, ibadah tenang, bersama anak dan suami, aku sudah bersyukur banget. Untuk mencapai titik tenang di rumah aja seperti ini aku juga sudah berjuang sekuat tenaga, dan aku menghargai usahaku sendiri itu. Semoga kita selalu jadi pribadi yang bersyukur dan qonaah tanpa hilang motivasi dan spirit untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari…

    Reply
  25. Terima kasih Teteh tulisannya yang indah. Reminder banget ini buat saya agar selalu qona’ah. Saya lagi dalam tahap belajar untuk menerima dan mencintai diri sendiri dengan segala kekurangannya. Setelah berbulan-bulan bergulat dengan diri sendiri untuk mencapai ‘lebih’. Capek ternyata. Ya wis lah dinikmati saja apa yang ada.

    Reply
  26. Saya lebih memilih untuk fokus pada diri sendiri dan keluarga Teh, yang penting sudah berusaha, kemudian bersikap qonaah dan ikhlas, ga gampang sih tapi ya usaha aja dulu
    Bagaimanapun juga apa yang kita lakukan di dunia ini, kita sendiri yang akan mempertanggungjawabkannya nanti

    Alhamdulillah bisa sampai tahap seperti sekarang, sudah bersyukur banget, apa ini juga namanya self esteem ya?

    Reply
  27. Sebenarnya kalau melihat kehidupan orang lain lalu membandingkannya dengan sendiri, tentu tidak akan ada habisnya, rasanya akan kurang terus di hidup kita, lebih baik ikhlas dan menerima, tidak mudah iri dengan pencapaian orang lain, karena saya percaya tiap orang punya jatahnya masing-masing, punya jalurnya masing-masing, jadi sabar saja dan terus berbahagia menjalani kehidupan yang sederhana

    Reply
  28. Ya, emmang sebaiknya mencitai diri sendiri dulu. Kalau istilah sekarang banyak yang bilang self love. Karena kalau udah self love, self esteem juga akan muncul. Lihat keberhasilan orang lain sesekali aja. Jadikan inspirasi, kalau pun gak sanggup ya cukup ikut berbahagia aja.

    Reply
  29. Jadi pengen memotivasi suami buat kuliah juga. Suamiku lulusan SMA. Sementara aku sarjana. Dia sebenarnya bisa jadi sarjana. Tapi beasiswanya ke UGM tidak jadi diambil karena ibunya gak mau jauh darinya. Sayang banget kan

    Reply
  30. Terima kasih teh tulisannya, benar2 jadi reminder buat aku.. Soal self esteem ini memang penting banget, jadi semakin bersyukur dengan apa yang dimiliki diri dehh.. Dan salut dengan perjalanan akademisnya Tth, selalu bersyukur, yaa memang deh klo semua diperbandingkan tidak akan pernah habisnya ya..

    Reply
  31. Hidup di dunia ini ibarat hanya persinggahan ya mbak. Kadang kita suka lupa bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan. Kelak bila sang penguasa menghendaki titipannya kembali maka kita pun tak bisa mengelaknya. Kadang ini yang belum disadari oleh sebagian orang. Self Esteem dalam diri kita inilah yang bisa mencegah diri dari rasa kurang percaya diri ya, bahwa Allah telah menciptakan umatNya dengam segala kelebihan masing-masing.

    Reply
    • Sepakat mba, dengan self esteem yang ada dalam diri pada akhirnya kita bisa menjalani hidup dengan semestinya, gak harus seperti kehidupan orang lain. Kita gak pernah tau kehidupan yang hanya kita lihat dari luar.

      Reply
  32. Teh Okti, nuhun ya udah nulis ini.. Jadi reminder buat aku soal qanaah dan self esteem.. Memang ada saatnya aku pernah ngerasa tertinggal dengan teman-temanku yang lain soal pencapaian prrstasi, materi, dll.. Kadang ada rasa iri.. Tapi aku memang harus bisa mengelola perasaan sendiri ya, mesti fokus sama diri sendiri aja, mesti lebih sayang dan percaya sama diri sendiri… 🙂

    Reply
  33. Saya juga terus berusaha untuk bisa menghargai diri sendiri, mencintai diri sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Juga mulai gak peduli dengan kehidupan orang lain. Lebih baik banyak bersyukur aja, biar tetep happy.

    Reply
  34. Hadeuh reminder banget deh ini buat aku sekarang-sekarang ini. Tahu banget kalo iri ini salah dan dosa. Tapi gak bisa memungkiri kalo aku iri dengan keadaan beberapa teman. Ya, sawang sinawang cenah kata orang Jawa mah ya. Aku biasanya istighfar aja tiap kalo rasa iri datang. Dan iya, mencoba nerapin apa yang Teh Okti tulis. Dan yang paling kerasa tuh, kudu banyak bersyukur. Toh aku juga ada kelebihannya daripada orang yang bikin aku iri. 😀

    Reply
  35. Wah kalau lihat ketidakadilan itu banyak ya. Kami yg sederhana ini alhamdulillah bisa membiayai anak sampai lulus kuliah padahal rumah temannya yg lebih bagus malah dapat bidikmisi. Gatau bagaimana caranya bisar kelihatan lebih miskin dari kami. Tapi buat kami itu nggak penting, karena kami berusaha membatasi diri mengamati kehidupan orang lain. Pun kami tidak pernah bertanya kehidupan pribadi orang lain. Jika orang lain memperlihatkan prestasi, kami ikut berbahagia secukupnya, tidak perlu membebani diri lebih dari itu.

    Reply
  36. Memang sih kalau lihat pencapaian teman itu membuat kita minder yaa. Apalagi kalau misalnya dulu kita lebih pintar dari teman tersebut. Aku juga kadang lihat hidup orang berasa iri juga tapi kalau muncul rasa iri begitu biasanya langsung ingat lagi kalau mungkin teman itu juga iri pada kita dan kembali fokus sama diri sendiri aja

    Reply
  37. Apa kabar teman yang dulu selalu ranking satu?..kwkw, saya sempat sedikit baper baca ini, karena pencapaian saya lebih kurang sama dengan Teh Okti dari SD hingga lulus perguruan tinggi …
    Tapi balik lagi Allah memberi kita rezeki sesuai porsi. Ada lebih di satu sisi ada kurang di sisi lainnya. Dan, percaya apa yang nampak di mata, atau yang ditampilkan teman di sosial media bukan yang sebenarnya. Ada hal lain yang kita tidak tahu air mata apa yang mengiringanya. Jadi, setuju lebih baik tingkatkan self esteem, cintai diri, hargai diri kita sendiri sehingga terhempaskan rasa iri.

    Reply
  38. Perjalanan hidup tiap orang tu beda2 sih, ada yg dulu mapan ke sini jd jatuh krn kondisi yang emang udah ditakdirkan, ada yg dulu ranking mulu siapa tau ada kondisi tertentu eh gk bis alanjut sekolah, kek Lintang di Laskar pelangi, misalnya.
    So kalau aku pribadi kyk “gak akan peduli” kehidupan org lain gmn. Paling kalau tahu ya cukup dijadikan bahan pelajaran. Soalnya prinsipku tu sainganku adalah diriku sendiri, yang sekarang dengan masa laluku, gmn caranya supaya jd lbh baik aja dr hari ke hari plus kudu bahagia dgn yang kita miliki.

    Reply
  39. Aku orang yang gampang sakit ke hati jika ada orang yang ngomong hal2 ga enak. Paling aku redam dengan tidak mengetahui atau menghindari hal2 yg bikin sakit hati. Susah ngobatinnya.

    Reply
  40. Setelah baca ini, aku udah punya self esteem belum ya? Hehee.. Dan sepertinya aku udah punya, walaupun cuma seorang ibu rumah tangga, namun bukan berarti aku rendah diri dan menganggap diri tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Aku mampu dan aku pantas. Hanya belum waktunya saja. Dan waktu sekolah, pernah dapat juara umum, hanya karena latar belakang keluarga yang broken home aja prestasi ku jadi menurun. Tertinggal daripada anak yang berasal dari keluarga cemara. Waktu kuliah juga prestasiku cukup menonjol. Baik akademis maupun non akademis. Bangga? ya pasti donkk.. Gak pantas buat aku merasa rendah diri

    Reply
  41. Baca artikel ini jadi ingat beberapa waktu lalu rame-rame tentang si Ranking Satu sekarang jadi apa? Jadi Ibu Rumah Tangga doang?
    Emang jamannya sudah berubah, dulu sama sekarang gak bisa dibedakan. Pinter dan Kreatif sifatnya berbeda, tinggal gimana cara mengelola kemampuan diri

    Reply
  42. Kereen banget teh masyaAllah, setiap orang punya energi yang berbeda dan jalan hidup yang sudah Allah berikan. Terkadang kita tidak melakukan yang kita inginkan, tapi Allah memberi jalan apa yang sebenarnya kita butuhkan. Tinggal menjalani skenario-Nya dengan hati yang legowo ya teh. Saya juga masih berusaha untuk ikhlas antara takdir yang sudah digariskan Allah. Semangat untuk kita teteh. Peluuk

    Reply
  43. Saya sempat kesentil juga dengan pertanyaan apa kabar si juara di kelas itu hehehee…secara dulu pas SMA ya ranking gitu. Ya udah lah gapapa… Pencapaian yang dulu tetap bermanfaat, terutama saat mendidik anak. Kalau pencapaian yang berwujud harta dan pangkat mah sudah ada porsinya dari Yang Maha Kuasa.

    Reply
  44. Duh relate banget sama aku nih Kak. kalau liat karir temen seangkatan pas kuliah dulu…ngeriiii…dan thx a bunch buat remindernya. Qanaah…belajar nrimo dan terus berusaha bahagia dengan versi kita sendiri.

    Reply
  45. wah keren teh dari SD sampai SMA juara 1 terus, saya palingan cuma sekali tuh juara 1 dan udah lupa pas kapan pernah juaranya. mengenai self esteem ini aku rasa semua orang harus bisa bersyukur dan menerima apa adanya diri ini karena memang setiap orang ada jalannya masing-masing. saya sendiri juga terkadang masih suka iri dan membandingkan diri dengan orang lain, tapi bismillah semoga bisa lebih bersyukur dan fokus dengan jalan kita masing-masing, yang penting lebih dari dari hari kemarin

    Reply
  46. Dari dulu yang dinilai kelebihan selalu dari sisi akademik ya padahal akademik hanya terkait sebagian kecil kecerdasan saja. Orang2 tak melihat jenis2 kecerdasan lain untuk dibanggakan seperi kecerdasan emosional atau kecerdasan bertahan hidup .. sukses masih banyak melihat dari sisi materi. Yah, setuju sama Teh Okti, fokus saja kita ke diri sendiri 🙂

    Reply
  47. Self esteem yang paling baik adalah ketika kita merasa turut bahagia dan riang gembira saat melihat tetangga atau orang2 yg dulu tidak lebih baik dari kita, ternyata lebih sukses dari kita. Bukan malah memikirkan segala prasangka bahwa kesuksesan mereka didapat dari cara2 yg tidak halal atau bahkan kita ngomel2 mencibir, “halah, aku lebih baik dari dia, walau ekonomiku tak sekaya dia, dulu aku rangking 1, dia gk ada apa2nya dulu”. Jangan terjebak dengan masa lalu! Nanti terjebak dalam perangkap iblis yg membuatnya terusir dari surga, yaitu kata2 “ana khoirumminhum: aku lebih baik dari dia”. Berhati-hatilah..
    Benar sekali, intinya adalah bersyukur dengan apa yang sudah didapat dan diberikan oleh Allah, karena itulah yg terbaik untuk kita. Karena jika mungkin kita diberi rejeki yg banyak, kita menjadi orang yang lupa diri. Lalu menyombongkan diri. Tapi jangan putus asa untuk bermimpi besar dan berusaha menggapainya. Utamakanlah mimpi2 untuk kehidupan akhirat, agar jika mendapatkan harta, kita menggunakannya untuk ibadah semisal banyak bersedekah, menunaikan ibadah haji dan umroh, dll. Wallahu’alam.

    Reply
  48. Iri ini alami ya, kadang tanpa sadar kita komen julit, menyakiti orang hanya karena sejujur itu lahir dari rasa iri yang tidak disadari. Iri juga bisa menghalangi langkah kita di akherat, bahkan ori penyebab ain yang berbahaya bagi orang lain. Semoga kita dihindari atau dininimalisir dari iri dengan syukur pada diri sendiri

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics