Begini Rasanya Jadi Korban Implementasi Kurikulum Merdeka

Dikirim oleh-oleh liburan dari sepupunya anak saya tampak gembira. Sementara itu kebalikannya, hati saya justru merasa sedih. Bagaimana tidak, selama dua minggu lebih liburan  kenaikan kelas, mulai libur Lebaran Iduladha hingga Tahun Baru Hijriyah 1445 ini Fahmi sama sekali tidak kemana-mana.

Padahal sebelumnya saya sempat membayangkan, liburan kali ini saya ingin ajak Fahmi silaturahmi ke keluarga besar dari kakek nenek dari pihak saya di Tasikmalaya. Almarhum bapak saya berasal dari Kampung Naga di Neglasari Salawu. Keluarga besar dari bapak banyak yang tinggal di Sukaratu, Langkob, bahkan Cilawu Kabupaten Garut.

Kesempatan silaturahmi ini susah didapat mengingat waktunya tidak bisa sehari pulang pergi. Apalagi tahun depan, Fahmi lulus sekolah dasar dan berencana masuk pondok. Kita tahu sendiri setelah anak masuk pondok, waktunya akan lebih banyak dihabiskan disana.

Sepertinya tak ada lagi waktu untuk main atau rencana kemana dulu secara kalaupun ada libur nanti pasti dihabiskan dengan kami yang tentu saja juga akan merindukannya.

Tidak hanya rencana silaturahmi ini yang harus gagal. Melainkan ajakan naik gunung dari Kiting, adik kami dari Bogor juga dilewatkan begitu saja. Padahal sejak turun dari Kerinci 2019 lalu, Fahmi belum sempat mendaki lagi karena keburu pandemi.

Seandainya Fahmi anaknya tidak begitu pemalu, mungkin ia bisa menghabiskan liburan dengan teman-teman di kampung ini dengan berenang di tempat yang dekat, atau ke pasar malam sekadar main selayaknya anak-anak pada umumnya.

Fahmi memang tidak punya banyak teman. Ia tidak punya teman satu angkatan di TK karena tidak masuk TK. Fahmi masuk SD langsung hanya bermodalkan ajaran saya sendiri di rumah yang ala-ala menerapkan sistem homeschooling.

Walaupun saya bukan lulusan institut ilmu keguruan, hanya berdasarkan bahan bacaan dan referensi dari beberapa teman yang berpengalaman melalui blog homeschooling yang mereka buat, tapi fakta sudah membuktikan Fahmi bisa mengungguli mereka yang lebih dahulu masuk sekolah TK.

Jadilah Fahmi masuk SD pada usia lima tahun, berani bersaing dengan teman satu kelasnya yang usianya dua tahun lebih di atasnya. Ya, hanya teman sekelas itulah yang Fahmi punya saat ini. Itu pun banyak yang tidak dekat karena sifat pemalu nya itu.

Sempat ketemu Farid dan Fikri teman di sekolah agama. Saya bujuk mereka mau main bersama, berharap Fahmi tidak bosan. Menawarkan mereka berenang, main ke pasar malam, atau apalah…

Tapi semua kesempatan itu tidak diambilnya sama sekali dengan satu alasan, malu. Ya Fahmi baru mau berenang, atau main ke pasar malam, itu kalau dibarengi saya atau ayahnya.

Fahmi memang beda. Disaat anak lain tanpa disuruh udah kabur duluan main sepuasnya, Fahmi tetap betah di rumah bermain game atau nonton. Disuruh main dengan teman-temannya keukeuh tidak mau karena katanya malu. Begitulah anakku yang pemalu…

Seandainya saat liburan sekolah ini ayah Fahmi tidak mendapatkan banyak tugas dan pelatihan dari sekolah terkait implementasi kurikulum merdeka mungkin ceritanya akan lain lagi.

Ya, kami tidak bisa menikmati liburan, tidak bisa menemani anak semata wayang kami untuk bepergian, karena ayahnya “tertawan” dengan berbagai webinar dan pelatihan baik yang didelegasikan kepadanya dari sekolah negeri tempat pak suami bertugas, maupun dari yayasan pesantren dan sekolah lanjutan dimana pak suami mengabdi terpilih memegang bidang kurikulum.

Jadilah dua minggu liburannya itu selalu dihabiskan dengan duduk manis di depan laptop. Mengikuti serangkaian pelatihan dari satu webinar ke webinar lain mulai dari yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan, departemen agama, sampai ikatan guru dan persatuan guru.

Dan mungkin karena tahun ajaran ini bertepatan dengan masanya implementasi kurikulum merdeka diterapkan, maka dimana -mana tenaga pengajar disibukkan dengan sosialisasi dan pelaksanaan kurikulum terbaru ini. Sesekali saya intip, bagaimana suami mengakses beragam referensi untuk membantu pendidik yang merdeka. Menggunakan email berakhiran belajar.id atau madrasah.kemenag.go.id. Cukup seru juga, sih.

Kurikulum merdeka yang menerapkan sistem merdeka belajar pada anak didik belum bisa diterima secara menyeluruh terutama oleh pihak pendidik dan siswa di daerah seperti sekolah tempat suami mengajar. Dalam kurikulum merdeka posisi guru adalah penggerak merdeka belajar. Guru penggerak merdeka belajar dituntut tidak hanya mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas secara efektif, tetapi juga membangun hubungan efektif kepada peserta didik dan komunitas sekolah.

Karena itu banyak sekali pekerjaan rumah yang diemban suami demi bisa menyampaikan pesan dari atasan hingga bisa diterima banyak kalangan di daerah.

Mau bagaimana lagi selain saya sebagai istri dan Fahmi puteranya harus bisa menerima jika waktu liburan kali ini sama sekali tidak bisa kami jadikan waktu berlibur. Toh ini tak akan selamanya…

40 thoughts on “Begini Rasanya Jadi Korban Implementasi Kurikulum Merdeka”

  1. Tugas guru semakin tahun semakin berat ya, saya ingat dulu mama saya yang seorang nakes iri sama guru, lantaran kata mama guru banyak liburnya, beda sama nakes yang bahkan lebaranpun standbye bekerja 😀

    Sekarang, bahkan libur sekolahpun nggak bisa dengan puas dinikmati tanpa bekerja

    Reply
  2. Tuntutan kemandirian memang luar biasa saat ini. Gurupun diminta untuk bisa mengajarkan dalam dua sistem belajar. Online dan offline. Dan itu tantangan yang butuh konsentrasi, kemampuan menyampaikan ilmu yang skill nya lebih dari mengajar langsung. Semakin salut dengan perjuangan para guru sekarang ini.

    Reply
  3. Semangat untuk suami juga Teh Okti dan Fahmi.
    Memang sekarang guru sama dengan pegawai biasa. Murid libur belum tentu libur juga.
    Libur ya mesti ambil cuti dan itus susah waktunya.
    Seperti 3 kakak saya yang guru, pengin ke Jakarta nengokin saya aja cuma bisa cuti sehari. Berangkat dari Kediri Jumat sore, Sabtu-Minggu libur, Senin cuti, sudah…hehe, saya penginnya mereka minimal seminggu di sini. Tapi enggak bisa karena ada setumpuk pelatihan juga kesibukan jadi panitia PPDB menanti:)

    Reply
  4. Semoga nanti fahmi lebih bisa terbuka berinteraksi dengan teman ya teh. Saya kok kepengen anak saya seperti fahmi.. di rumah saja. Hehehe
    Anak gadisku yang seusia fahmi cepat sekali menghilang dipanggil temannya.

    Reply
  5. Semoga Fahmi setela mondok akan punya lebih banyak teman lagi. Kurikulum merdeka belajar ini sangat menatang ya buat para guru dan murid. Hal baru perlu pembelajaran serius buat para guru agar berasil menerapkan saat mengajar nanti. Semoga ikhtiar Suami Teteh membawa keberkahan buat keluarga.

    Reply
  6. Semangat untuk semua para guru dalam menyukseskan implementasi kurikulum merdeka.
    Semoga nanti waktu liburan Fahmi bersama Ayahnya akan terganti dengan kualitas yg jauh lebih baik.

    Reply
  7. Duh Fahmi mau masuk pondok?

    Gak kerasa ya, si bocil akhirnya menjelang remaja

    Tentang kurikulum Merdeka, saya pernah menyimak sebaiknya pak Nadiem gak usah ngotak ngatik kurikulum, tapi menyejahterakan guru-guru

    Karena mau sebagus apapun kurikulumnya bakal sia2 kalo gurunya gak sejahtera

    Reply
  8. Semangat dan sshat² selalu buat para peserta didik, termasuk juga Fahmi dan keponakan daku yang nota bene lagi pada fase menjalani kurikulum merdeka.

    Reply
  9. Baru ngeuh dengan kurikulum merdeka, ternyata lika likunya seperti ini dan memang tantangan beda-beda untuk menerapkannya ya Mba?
    Tetap semangat Mba ^^

    Reply
  10. Perubahan kurikulum memang jadi PR bersama antara murid, guru dan orangtua. Tak apa, toh jarang-jarang bisa belajar sebanyak sekarang ini. Hehehe.
    Kalau saya pribadi belum banyak terpengaruh karena anak masuk SMA sudah bisa dilepas. Yg kecil baru TKA. Bisa belajar dari pengalaman nantinya.

    Reply
  11. Belum ngerasain langsung si kurikulum merdeka itu gimana, tapi ngerasain juga punya anak yang pemalu. Kalau bertemu orang baru lebih banyak diam bahkan kalau pangkas rambht kepalanya tunduk terus. Haha.. bgitulah bocah, ngajarinnya harus pelan2 dan mesti disertai doa juga

    Reply
  12. Anak saya udh kurikulum merdeka mbak. Kelas 3 SMA sekarang, tapi bagus krn terjun langsung, bahkan mereka bisa bikin produk sendiri kaya robot yang bisa menanam, alarm anti maling dan buku 3D dgn adanya projek2 dan dibebaskan eksplor apa yang mereka dapat dari study lapangan dan dijadikan sebuah projek baru yg mereka buat. Gak hanya sekedar teori dan hapalan klo kurikulum merdeka

    Reply
  13. Kurikulum merdeka bergulir, pastinya ada banyak tuntutan bagi guru dan siswa. Semangat selalu untuk upgrade keilmuan Mbak. Kalau di tingkat mahasiswa saya sudah melihatnya, bagaimana implementasi Merdeka belajar yang dimaksud, sepertinya tingga sekolah dasar dan menengah kurang lebih hampir mirip yaa.

    Reply
  14. Saya juga sudah diinfo guru anak-anak bahwa tahun ini anak-anak pake kurikulum merdeka. Yang sepenangkapan saya, gak pake buku tematik lagi untuk pelajaran dunia (bahasa indonesia, matematika, ipa, ips, ppkn, dsb).
    Saya sih ndak masalah ya.
    Tapi Fahmi jadinya batal liburan.
    Semoga ada kesempatan lain ya Fahmi.
    Tetap semangat.

    Reply
  15. Baru tadi nonton ulasan tentang Kurikulum Merdeka di CNN Indonesia.
    Katanya sihh kurikulum ini dipersiapkan untuk “bonus demografi” Indonesia yang akan datang. Diharapkan dengan banyaknya jumlah manusia usia produktif Indonesia di masa depan, bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

    Reply
  16. Jadi merasakan betapa panjangnya proses adaptasi terutama bagi para tenaga pengajar ketika mengemban amanah untuk menggerakkan kurikulum merdeka di lini yang langsung berhubungan dengan siswa. Semoga segala perjuangannya jadi berkah bagi Teteh sekeluarga.

    Reply
  17. Perubahan kurikulum memang membuat semua orang harus beradaptasi ya Teh. Baik guru, murid, juga orangtua, semua ikut sibuk belajar dan kenalan dengan metode baru ini. Tapi menurut saya, inilah cara agar kita tetap terhubung dengan zaman. Terus berevolusi dan mengarah ke tujuan yang baik. Tetap semangat untuk Teteh dan Fahmi.

    Reply
  18. Liburan adalah waktu yang berharga untuk bersilaturahmi dan berbagi momen indah dengan keluarga besar. kesempatan yang terlewatkan untuk berkumpul bersama keluarga besar. Yang sabar ya kak, demi kurikulum merdeka. 😀

    Reply
  19. Mbaa judulnya eye catching sekaligus menyentuh bangett..
    Sukaa sama tulisannya :’) kebetulan ibuku guru jugaa, dan kami anak anaknya juga ikut merasakan kesibukan beliau yang akhirnya harus dimaklumi, ga pernah liburan kami tuh hihi.. alhamdulillaah anak2nya ngga ada yg protes, tp ya gitu sih nelangsa aja hha

    Reply
  20. Semoga berkah tugas mulia yang diemban suami untuk pelaksanaan kurikulum Merdeka Belajar ini. Dimudahkan dan dilancarkan urusan guru-guru terutama di daerah yang tentu punya tantangan lebih banyak daripada di kota besar untuk implementasinya. Semangat!

    Reply
  21. Fahmi lima tahun sudah bisa masuk SD ya mbak, kalau di sini masuk SD umur minimanya 5 tahun 6 bulan, Soalnya Hiru kurang tiga bulan lagi terpaksa tahun depan. Ternyata kurikulum Merdeka ini butuh effort keras para penyelenggaranya ya

    Reply
  22. Masih butuh effort yang besar jika kurikulum ini diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Diperlukan kerjasama dan sosialisasi yang baik agar kurikulum ini tepat sasaran.

    Reply
  23. MasyaAllah meskipun lelah, tapi jadi pundi-pundi pahala bun, apalagi guru yang disebut pahlawan tanpa jasa, semoga Allah mudahkan dan lancarkan segala urusan ya, bun.

    Reply
  24. Wah Fahmi udah besar aja ya, sama dengan anak bungsuku nih. Awalnya aku ngak terlalu paham kurikulum merdeka, maklumlah produk kurikulum tempo dulu wkwkw tapi setelah mendengar sedikit penjelasan dari walas anakku yang SD baru tahu kalau kurikulum ini lebih mengedepankan kemandirian dan keaktifan anak dalam belajar, karenanya butuh koneksi yang kuat antara siswa, guru, dan orangtua.

    Reply
  25. Kemarin liburan kami juga nyaris gak kemana-mana, teh.. kalau gak mendadak dihubungi Papa mertua dan diminta pulang kampung sejenak. Alhamdulillah, semua sehat dan kabar baik meliputi keluarga.

    In syaa Allah ada waktu, rejeki (sehat) dan ada kesempatan, meski Fahmi uda pesantren, tetap bisa q-time keluarga, teh. Malah lebih berkesan, karena memupuk rindu selama di pesantren.

    Reply
  26. Mungkin karena masih baru ya teh, jadi guru harus ikut pelatihan ini itu
    Tapi semoga kurikuluk ini bisa membuat pendidikan Indonesia lebih maju lagi

    Reply
  27. Perubahan kurikulum memang membuat guru repot. Semangat terus guru-guru semua. Sebagai murid yang pernah mengalami perubahan kurikulum juga merasakan perubahan yang cukup bikin otak stress. Tapi hasilnya luar biasa.

    Hal positif dari perubahan kurikulum ini tetap bertujuan untuk mencerdaskan generasi muda.

    Reply
  28. Akan selalu ada konsekuensi dari sebuah perubahan yang terjadi. Salah satunya impelementasi kurikulum merdeka. Saya rasa penerapannya sudah tepat, meskipun memang juga harus diiringi dengan pendayagunaan SDM guru (mulai dari kesejahteraan, hingga kompetensi) juga fasilitas di sekolah terkait. Tetapi saya agak menyayangkan dengan keputusan “5 tahun sudah di sekolah dasar”. Tapi semoga suami mbak diberikan keberkahan atas ilmu yang bermanfaat.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics