Mengajarkan (dan Belajar) Amalan Puasa (kepada Anak)
Tahun lalu, saat Fahmi berusia 4 mau ke 5 tahun pertama kali kami mengenalkan ibadah puasa. Saat itu banyak sekali pertanyaan yang diajukan anak. Kenapa puasa, kenapa tidak boleh makan atau minum? Kenapa kalau memeng (kucingnya) kok boleh? Dan masih banyak pertanyaan anak kritis jaman now lainnya yang tentu saja harus dijawab dengan masuk akal. Maksudnya sesuai dengan nalar dan pikiran anak balita. Karena kalau tidak, masih belum ngerti, anak malah justru kembali bertanya dan terus bertanya. Adakah orang tua yang kewalahan seperti kami?
Alhamdulillah jika ada. Saya yakin dengan pertanyaan anak yang sangat dalam dan semakin kita jelaskan semakin banyak pertanyaan baru yang muncul maka mau tidak mau kita harus banyak belajar (juga) lagi, demi bisa memuaskan rasa keingintahuan sang anak. Padahal kita tahu, ilmu agama tidak bisa sembarangan kita cari jalan keluarnya karena tentu saja semua sudah ada sumber berupa Al Quran dan Hadits.
Dengan itu sebagai orang tua yang mempersiapkan mendidik dan mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar ilmu terkait agama, maka mau tidak mau orang tuanya pun harus lebih giat belajar (mencari tahu dari sumber resmi) terkait apa yang akan kita sampaikan kepada anak. Jadi kita sama-sama belajar lagi ya? Hehehe…
Syukur-syukur anaknya diikutsertakan sekolah atau mengaji dengan fasilitas yang lengkap. Sehingga orang tua akan mendapat bantuan dari pihak sekolah atau guru mengaji dalam memberikan ilmu dan amalan terkait akidah dan akhlak sejak dini.
Tahun ini, kami lebih giat lagi mengajarkan belajar berpuasa kepada Fahmi. Di usia yang mau 6 tahun, kami melihat Fahmi bisa menjalankan puasa disertai amalan lain selama bulan puasa. Karena itu, disamping menjadi contoh dalam menjalankan puasa, kami juga memberikan teori sekaligus praktik dalam menjalankan ibadah atau amalan saat bulan puasa lainnya.
Amalan apa saja yang kami ajarkan kepada anak? Pastinya amalan yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Hanya dalam penyampaian tentu saja kami sesuaikan dengan bahasa, pemahaman dan penyampaian yang disesuaikan untuk usia anak.
Saya sendiri sering sambil ngobrol atau diskusi kecil-kecilan bareng Fahmi menyampaikan bahwa amalan di bulan Ramadhan yang harus kita lakukan selain berpuasa itu masih banyak lagi. Seperti disunnahkan untuk makan sahur, lalu makan sahur waktunya lebih afdhol kalau di waktu jelang akhir mendekati waktu imsyak.
Sampai situ saja, pertanyaan balik dari anak kenapa begitu kenapa begini terus bertubi-tubi muncul. Nah disitu kesiapan kita sebagai orang tua dan tauladan dituntut. Jadi bukan hanya sekadar teori, tetapi anak perlu juga contoh konkret alias praktik dari kita.
Masih ada banyak amalan puasa yang harus sejak dini diketahui anak seperti menyegerakan berbuka, tentang shalat lima waktu, tentang Shalat Tarawih, tentang membaca Al Quran, bersedekah, berdzikir, memberi makan orang berbuka puasa, berdakwah, I’tikaf, Umrah, bertaubat, serta Zakat Fitrah dan masih banyak amalan lain.
Baru anak lima tahun saja saya dan suami dituntut banyak untuk memiliki kesiapan lebih dalam mengantarkan anak menjadi lebih baik. Apalagi nanti jika anak semakin besar dan rasa ingin tahunya semakin tinggi. Dari situ kita sebagai orang tua memiliki peran penting dalam membentuk anak kita menjadi pribadi Soleh dan atau Solehah.
Sungguh tidak mudah ya buibu dan pakbapak. Itu baru mentahannya saja. Apalagi kalau kita gali lebih dalam ilmunya sesuai dengan kitab penjelasan yang jadi rujukan di setiap pondok pesantren. Luar biasa. Kami ini teramat keciiiil dan sedikiiiit sekali pengetahuan dan pemahamannya. Bukan hanya anak, tetapi orang tua juga wajib belajar dan terus belajar.