Mengenang Kantata Takwa

Tahun 2023 di Indonesia heboh dibilang sebagai tahun konser gara-gara banyak pemusik yang tampil di negara kita. Termasuk group musik Coldplay yang bakal menggelar konser perdananya di Jakarta pada 15 November 2023 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat.

Btw konser itu, apa sih? Konser istilah untuk pertunjukan musik yang disajikan di depan penggemarnya. Selain berfungsi sebagai sarana interaksi antara musisi dan penikmat musik, konser kekinian juga dapat menjadi alat politik tertentu. Paham pastinya ya.

Manteman udah punya tiket buat nonton grup musik rock Coldplay asal Inggris yang dibentuk tahun 1997 itu?

Apa, tahun 1997? Jangan-jangan manteman malah ada yang belom lahir ya di jaman itu? Hehe…

Waktu lagu-lagu Coldplay banyak diputar di radio dan stasiun televisi, saya masih sekolah seragam putih abu. Tapi sungguh saya malah tidak begitu ngefans sama group cowok bule cakep yang saat ini beranggotakan Chris Martin sebagai vokalis, Jonny Buckland sebagai gitaris, Guy Berryman sebagai bassis, Will Champion sebagai drumer/perkusionis, dan Phil Harvey sebagai pengarah kreatif. Saat itu saya malah suka dengan group musik lokal beranggota cowok mapan alias pria dewasa: Kantata Takwa

Manteman yang belum tahu akan Kantata Takwa, salah satu grup band paling berpengaruh pada zaman orde baru, mari sedikit saya ulas dalam artikel kali ini. Buat manteman yang seumuran saya dan bahkan lebih, mari kita bernostalgia, meski mungkin tak semua generasi jadul suka akan group musik Kantata Takwa yang berisikan beberapa seniman dengan nama besar seperti W.S. Rendra, Iwan Fals, Sawung Jabo, hingga Yockie dan Setiawan Djodi.

Saya masih ingat, meski waktu itu masih mengenakan seragam merah putih, dan melihat siaran televisi di rumah tetangga karena di rumah saya memang tidak memiliki televisi, saat Gelora Bung Karno menjadi tempat dari konser Kantata Takwa yang berhasil menyedot penggemar hingga lebih dari 150.000 penonton yang membuat para penjaga keamanan kewalahan.

Mengenang Kantata Takwa
Para pria dewasa bahkan sudah jadi opa alias kakek yang menjadi idola sepanjang masa. Sumber gambar katadatatempo.co

Supergrup Indonesia Terbesar Sepanjang Masa?

Merinding saat itu bisa melihat berita bagaimana lautan manusia di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang dijejali ratusan ribu manusia. Mereka datang dari berbagai pelosok Nusantara untuk satu tujuan menonton konser akbar yang diadakan supergrup bernama Kantata Takwa yang personilnya terdiri dari Iwan Fals, W.S. Rendra, Sawung Jabo, Yockie Suryoprayogo, dan Setiawan Djody.

Pertunjukan dilangsungkan di atas panggung seluas 60 x 23 meter, lengkap dengan tiruan kepala rajawali berukuran besar serta deretan sinar laser yang membikin panggung nampak begitu megah tanpa tanding.

Orang dewasa saat itu, macam paman dan bibi saya, menyebut Kantata Takwa sebagai padepokan seni, alih-alih grup band yang membawakan pakem rock, sebagaimana band-band yang tumbuh di era Orde Baru pada umumnya.

Group musik disebut padepokan seni emang gak nyambung ya. Tapi hal itu bukan berarti tanpa alasan. Kemungkinan itu muncul karena group musik ini dilatarbelakangi oleh para personelnya yang memang ada yang berdarah seni.

Seperti W.S. Rendra, sebagai seorang penyair dan dramawan yang besar dengan Bengkel Teater; lalu ada Sawung Jabo sebagai instrumentalis yang punya reputasi mentereng; ada juga Yockie Suryoprayogo, komposer dan arranger jenius yang pernah membidani musik Chrisye hingga God Bless; dan satu lagi personel yang jadi idola legend tanahbair, yaitu Iwan Fals sebagai musisi kenamaan tanah air yang lirik lagu dan hentak musiknya selalu membakar gairah penonton.

Belum selesai, karena keempat orang berjiwa seni itu lantas disatukan oleh Setiawan Djody, pengusaha ganteng yang doyan berkecimpung di ranah kesenian.

Yang saya ingat, maaf kalau keliru, di jaman Orde Baru, nama Setiawan Djody identik dengan pengusaha kelas kakap dekat dengan penguasa pada jamannya sebelum dilengserkan.

Setiawan Djody berperan sebagai penyandang dana di samping pula jadi salah satu team kreatif Kantata Takwa.

Bagaimana Kantata Takwa Terbentuk?

Menurut sejarah dunia musik tanah air, Kantata Takwa terbentuk berawal dari perkenalan Setiawan Djody dan WS. Rendra. Djody sudah lama jadi donatur Bengkel Teater. Aliran dananya bahkan berjasa dalam membawa Bengkel Teater melakoni pementasan di negeri Abang Sam.

Dari sana, Setiawan Djodi kemudian berkenalan dengan Sawung Jabo. Djody kagum dengan sikap kritis Jabo terhadap rezim. Bersama Iwan Fals, mereka lantas mendirikan Swami, yang melejit lewat lagu bertajuk “Bongkar.”

Setiawan Djody terus menggali sisi kreatifnya. Pada satu kesempatan, ia berjumpa dengan Yockie Suryoprayogo yang saat itu telah merampungkan tur bersama God Bless. Keduanya ngobrol sampai akhirnya sepakat membentuk proyek baru.

Mereka membicarakan sayang sekali jika membuat group band tapi ya begitu-begitu saja. Bagaimana kalau menciptakan terobosan baru, group band yang punya makna lebih dalam dari sekadar main musik. Tetapi menciptakan sebuah kelompok musik yang bicara mengenai masalah sosial, politik, ekonomi, dan segala macam.

Dari situ, lahirlah Kantata Takwa.

Kantata Takwa atau Opera?

Setelah terbentuk, Kantata Takwa langsung masuk dapur rekaman. Yockie, Sawung Jabo, dan Iwan Fals bertugas menggarap aransemen musiknya. Sedangkan WS. Rendra dan Setiawan Djody lebih berfokus pada penulisan lirik.

Membaca informasi tambahan dari Jurnal Ruang. Proses rekaman saat itu tak sekadar melibatkan personel asli, melainkan juga para musisi tambahan seperti Raidy Noor, Embong Rahardjo, serta Donny Fattah.

Proses berlangsung akhirnya menghasilkan mahakarya bertajuk Kantata Takwa, yang dirilis pada tahun 1990. Lirik lagunya yang meski bukan untuk anak SD , tapi sudah membuat saya suka dan hafal.

Pada album Kantata Takwa ini memainkan banyak warna musik. Pop ada, rock pasti. Semua dikemas secara rapi dan terkonsep. Mendengarkan keseluruhan album Kantata Takwa, setelah semakin dewasa saya kepikiran seperti menyaksikan pementasan opera yang mengajak kita menyelami satu demi satu dimensi yang ada.

Coba dengarkan lagu-lagu dan lirik Kantata Takwa melalui Spotify, yutub atau apapun, selain musikalitas yang unggul, karya ini juga punya muatan kritik yang kuat.

Tiap lagi bisa diibaratkan sebagai representasi dari apa yang sedang terjadi di Indonesia pada masa itu, kala Orde Baru belum menandakan tanda-tanda bakal runtuh, dan apa yang diharapkan di masa mendatang masihlah sebatas angan.

Saya masih menyukai dan selalu mengenang lagu-lagu kebanggaan “Kesaksian,” “Balada Pengangguran,” sampai “Paman Doblang,”. Hehehe, anak jaman now mana tahu?

Hanya penggemar yang tahu jika Kantata Takwa sebenarnya menyerang perilaku buruk aparat, pemerintah yang korup, dan keculasan rezim yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat melalui lagi lagunya itu.

Lirik-lirik lagu yang tajam, meluncur dengan cepat, dan tepat menyasar di ulu hati penguasa. Sementara kita menyanyikan nya dengan bebas, tanpa takut dikarungan!

“Kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!”

Merinding pokoknya…

Mengenang Kantata Takwa
Pada jamannya, memilikinya sebuah kebanggaan

Dengan lagu-lagu yang sengaja dibikin untuk menyerang penguasa jaman itu, konsekuensi paling buruk yang bisa mereka terima ialah dibungkam. Tapi mungkin karena pengaruh Setiawan Djody, Kantata Takwa relatif aman terkendali dari intaian rezim.

Tak semua pihak suka dengan kolaborasi yang disajikan Kantata Takwa. Itu realistis. Tapi suara-suara sumbang tak mampu menghentikan niat Eros Djarot untuk membikin film tentang Kantata Takwa.

Hasilnya film semi-dokumenter yang menggabungkan footage konser, narasi fiktif, lagu-lagu protes dan pemujaan kepada Islam, hingga monolog dari Rendra berjudul (lagi-lagi) Kantata Takwa.

Berkat pemilihan kata dari WS. Rendra, film Kantata Takwa punya energi, mimpi, sekaligus suara ketidakpuasan yang menyerang ekses Orde Baru di bawah komando Soeharto.

Tidak ada yang abadi…

Walaupun dibikin pada awal dekade 1990-an, film Kantata Takwa tak pernah bisa dinikmati sampai 2008, melewati tiga rezim kepemimpinan berbeda, dari Soeharto, Gus Dur, sampai SBY. Spekulasi ihwal mengapa film ini tak bisa diputar lantas berkembang, termasuk anggapan bahwa film Kantata Takwa dilarang beredar karena terlalu vokal menyerang Orde Baru.

Memasuki akhir 1990-an, seiring dengan kolapsnya Orde Baru, eksistensi Kantata Takwa juga ikut-ikutan memudar. Dua hal yang memicunya: kesibukan masing-masing personel dengan proyeknya serta mulai seretnya pasokan dana dari Setiawan Djody.

Padahal konser musik juga memiliki peran besar dalam ajang mempromosikan Indonesia ke masyarakat luas, bahkan hingga mendatangkan wisatawan mancanegara. Pun sebaliknya bisa mendatangkan artis luar untuk konser di dalam negeri seperti Coldplay nanti.

Secara tidak langsung hal ini menjadikan konser musik sebagai salah satu faktor pendorong kebangkitan perekonomian nasional di masa mendatang, bukan?

Artinya, mendengarkan nyanyian atau musik itu tetap sebagai aktivitas yang tidak bernilai dosa, malah ada sisi manfaatnya, bukan begitu?

Nonton konser tidak hanya memberikan rasa bahagia, tapi juga memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Kegiatan ini bisa mengurangi stres, meningkatkan daya tahan fisik, hingga membantu kita memperluas hubungan sosial. Selama menonton konser sesuai prosedur dan standar keamanan. No nonton sambil mabuk!

Tulisan ke-5 three day on post dari Founder Komunitas ISB, Ani Berta, dengan tema “Konser Musik”

7 thoughts on “Mengenang Kantata Takwa”

  1. Meski daku ndak engeh sama musisi legend ini, gak nyangka ternyata sempat membuat film ya? Mungkin kalau filmnya diputar bisa makin mengenal lagi nih

    Reply
  2. kararasep ya mereka ketika masih muda

    gak heran banyak perempuan klepek-klepek ke Iwan Fals, W.S. Rendra, Sawung Jabo, Yockie Suryoprayogo, dan Setiawan Djody.

    walau tua-tua keladi, di usia tua mereka juga tetep ganteng kok 😀

    Surprised lihat Teh Okti masih nyimpen kaset mereka

    Reply
  3. Bermusik bagi pengusaha dan pecinta seni hanya salah satu media.
    Ketika mereka sekarang stop bermusik, tapi tetap menuangkan aktivitas seninya dalam bentuk lain.
    Keren banget band Kantata Takwa.

    Lirik lagunya membumi dan menjawab keresahan di masyarakat.

    Reply
  4. salah satunya ada Setiawan Djody yang dikenal “old money” atau konglomerat era 90-an. Jujurly tidak mengikuti aliran lagu-lagunya, tetapi personilnya sering wara wiri di tipi jaman dulu jadinya kenal

    Reply
  5. Saya terkejut sekali mengetahui Iwan Fals ternyata pernah punya band. Wah pasti ini jadi legenda fenomenal pada masanya. Intip YouTube sebentar saja, komentar-komentarnya bikin bergidik. Betapa banyak orang menggilai band ini

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics