Oleh-oleh yang Tidak Biasa

Oleh-oleh yang Tidak Biasa

Sudah Rabu lagi, sudah masuk bulan baru (Dzulhijjah Tahun Islam) lagi, dan sebentar lagi Hari Raya lalu Tahun Baru 1 Muharram. Phuih… Tidak terasa waktu terus berjalan dan saya merasa kok saya tidak banyak berubah. Gini-gini aja. Untungnya rarasaan mah tidak punya hutang. Hahaha #ups! Buat yang merasa saya berhutang tolong tagih dan ingatkan ya…

Seperti biasa, setiap Rabu sore saya selalu menunggu suami membawa oleh-oleh. Seminggu sekali setiap Rabu suami selalu berangkat ke Pesantren Al Muawanah di Lebakwangi, –tetangga desa dengan Pagelaran tempat kami tinggal– untuk menuntut ilmu alias ikut pengajian kaum pria.

Apa oleh-oleh yang saya tunggu? Bukan martabak atau jajanan seblak, melainkan oleh-oleh transfer ilmu yang dibawa suami dari pengajian yang diikutinya. Setiap minggu selagi suami ikut mengaji selalu saja ada pelajaran baru yang saya dengar.

Kiyai Fahrudin yang kini jadi sesepuh di pesantren itu selalu memberikan pencerahan kepada jemaah mengajinya dan meski ia punya pengaruh tetapi tidak pernah ikut campur dalam soal pemerintahan dan atau apalagi hal hal berbau politik. Kang Fahru –demikian biasa santri pria yang mayoritas sudah bapak-bapak bahkan kakek-kakek juga banyak menyebutnya– hanya fokus kepada ilmu agama dan ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadits.

Pokoknya jauh beda dengan ustadz selebritis yang wara wiri di tv, Kang Fahru benar-benar netral meski tidak terhitung pejabat dan atau calon pejabat yang datang ke pesantren beliau untuk minta dukungan.

Balik lagi ke oleh-oleh yang dibawa suami, setelah istirahat, sambil mengerjakan tugas sekolah suami mulai bercerita. Saya menyimak sambil sesekali menanggapi Fahmi yang jika kami ngobrol bagai orang dewasa dia suka ikut-ikutan.

Pengajian kali ini hanya bicara soal yang ringan saja, membahas terkait ibadah haji, bulan Dzulhijjah dan Hari Raya Idul Adha, kata suami memulai… Tapi jika kita telaah mungkin bisa jadi sebuah self reminder. Meski cuma sebuah obrolan ringan tapi bisa jadi ilmu hebat yang dapat memecut diri untuk segera bertobat. Duih… Berat juga…

 

Saat ini hampir semua orang berlomba memiliki rumah. Entah bagaimana caranya, menyicil, beli jadi, atau membangun dari nol. Setiap orang berlomba mempercantik dan memperbesar rumah. Tapi merasa enggak, sekarang justru keluarga nya yang malah semakin mengecil…?

Saat ini gelar sarjana sudah jadi syarat mutlak dalam melamar pekerjaan. Karenanya setiap orang mengejar titel hingga level terringgi. Namun dalam kehidupan nyata penggunaan akal sehat malah semakin rendah.

Semakin modern ilmu kedokteran pun semakin canggih. Tapi semakin ke sini penyakit juga semakin merajalela dan aneh-aneh. Dulu mana ada kabar warga desa kena kolesterol? Kini tidak di desa tidak di kota. Obesitas, gula, kanker justru makin merata. Kesehatan masyarakat justru semakin buruk.

 

Gaya hidup traveling muncul bak jamur di musim hujan. Tidak hanya pelesir ke luar kota tapi juga luar daerah, luar pulau, dalam negeri sampai luar negeri. Dunia dikelilingi tapi anehnya kok sama tetangga sendiri tidak kenal?

Hampir setiap tahun demo minta kenaikan gaji terjadi hingga penghasilan pun terus meningkat. Tapi adakah yang tahu kalau ketentraman justru semakin berkurang?

Kualitas pelajaran anak di sekolah terus diperbaiki dan ditingkatkan tapi adakah yang curiga kenapa kualitas emosi anak-anak jaman sekarang malah semakin rendah?

Bumi semakin padat. Lahan sawah di sekitar rumah sudah banyak berganti lahan beton dan bangunan mewah. Manusia terus bertambah tetapi rasa kemanusiaan justru semakin menipis…

Begitu juga semakin banyak ilmu pengetahuan serta wawasan yang didapat manusia tapi kearifan lokal yang ada justru semakin hari semakin hilang bahkan banyak yang sudah musnah.

Berkat kecanggihan dunia maya saat ini membuat manusia begitu mudah berteman dan connecting. Tapi coba kita teliti masih adakah yang memiliki sahabat sejati seperti pertemanan anak-anak jaman dahulu?

Saat berbagai jenis minuman bermunculan, air bersih justru menjadi barang langka dan mahal. Sekolah mulai banyak dibangun sampai ke pelosok desa  tapi semakin sedikit anak sekolah yang menghargai guru. Kecanggihan teknologi informasi justru menjadi pemicu munculnya fitnah, membongkar aib sesama saudara dan kabar yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Semakin banyak “tong kosong nyaring bunyinya.” Orang yang tidak kompeten dan tidak berilmu tapi banyak bicara. Sementara para pakar malah memilih diam dan cenderung ngumpet.

Yang lebih lucu banyak orang yang memakai jam tangan mahal, terbuat dari logam mulia dan dibuat terbatas. Tapi belum pernah datang tepat waktu jika ada acara. Hahaha…

Saya dan suami tertawa juga. Menertawakan kelakuan sendiri tepatnya. Mau jujur atau tidak saya dan suami merasa yang diobrolkan itu ada benarnya juga.

Kalau kita bisa menelaah, semua itu bisa jadi merupakan tanda-tanda akhir dunia. Semua pencapaian maksimal tapi jangkauan justru sebaliknya.

Oleh-oleh dari suami sepulangnya dari mengaji Rabu ini benar-benar ringan namun menancap dalam hati.

 

#ODOP #BloggerMuslimahIndonesia

12 thoughts on “Oleh-oleh yang Tidak Biasa”

  1. Jleb banget materi tausiah Beliau ya, Mbak..Hiks, semua tanpa disadari kita lakukan sehari-hari..
    Saya aja sama tetangga sebelah rumah nggak kenal. Padahal dari Beliau pindahan saya ke situ ngajak kenalan, anter makanan..tapi responnya yang sebaik yang saya harapkan..ya sutralah..Syukur sama tetangga lainnya baik-baik saja bahkan ada acara rutin ketemuan…

    Terima kasih sudah menuliskan oleh-oleh pak suami 🙂

    Reply
  2. AllahuAkbar, iya ya teh huhu.. Indo negara kepulauan, hamparan laut membentang, tapi kok bisa2nya garam melangka heu.. Makasi sharingnya teh, reminder pisan.

    Reply
  3. Dan menancap di aku….
    Semoga kita bisa terus jadi pribadi yang lebih baik lagi ya, Teh. Yang selalu berada di jalan Allah. aamiin.
    Aku juga paling senang kalau suami pulang dari kajian agama, bakal cerewet minta diceritain dapat ilmu apa aja.

    Reply
  4. Kualitas pelajaran anak di sekolah terus diperbaiki dan ditingkatkan tapi adakah yang curiga kenapa kualitas emosi anak-anak jaman sekarang malah semakin rendah?

    Bagian yg ini, bikin aku sbg ortu jd merasa harus belajar lbh bnyak.

    Reply
  5. Kualitas pelajaran anak di sekolah terus diperbaiki dan ditingkatkan tapi adakah yang curiga kenapa kualitas emosi anak-anak jaman sekarang malah semakin rendah?

    Bagian yg ini, bikin aku sbg ortu jd merasa harus belajar lbh bnyak.

    Reply
  6. Manteb mbak oleh2nya. Zaman serba digital emang kadang suka menjauhkan yg dekat, mendekatkan yg jauh. Kita sendiri yg kudu pinter2 menyeimbangkan antara dunia maya dan nyata ya. TFS

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics