Drama Pendakian

Drama Pendakian 

Hampir saja hari ini menyerah setor tulisan di ODOP nya Blogger Muslimah Indonesia gara-gara so sibuk keteteran sendiri sejak pagi. Maklumlah emak rempong ini ceritanya hari ini mau ngajak keluarga petualang buat kemping di Gunung Sindoro.

Mulai ngurusin bawaan wajib, keperluan Fahmi, urus transportasi dan akomodasi sampai telepon sana telepon sini, chat sana chat sini demi bisa mastiin semua bisa ikut dan perjalanan nyaman maksimal.

Namun namanya juga manusia, hanya bisa berencana. Semua pada akhirnya Tuhan yang menentukan. Drama demi drama tidak terduga terjadi begitu saja di luar rencana. Haduh saya bisa apa? Tapi semua yang terjadi hari ini tadi kepada kami, terus kami terima dan jalani dengan enjoy saja. Saya khususnya merasa semua ini adakah pelajaran.

Di meeting point barusan, saya, suami dan Fahmi jadi orang yang paling ditunggu karena terakhir datang. Padahal kami sudah buat estimasi waktu jauh lebih banyak lho. Tapi ternyata tetap saja kesiangan kemalaman. Bayangkan untuk bisa kumpul jam delapan malam, saya dan suami ngegembol Fahmi dari kampung sejak sudah subuh tadi!

Kami tahu ini hari Jumat makanya menyisihkan banyak waktu untuk waktu Jumatan, waktu buat melipir istirahat meski sebentar-sebentar, secara kalau bawa balita kadang anak suka bosan dan perlu waktu buat mengembalikan semangat serta good mood nya.

Mungkin karena waktu kami terpakai oleh kejadian drama-drama yang tidak terduga itu hingga meski sudah keluar rumah sejak subuh eh tetap saja terlambat.

Ngomong soal terlambat jadi ingat “Oleh-oleh Tidak Biasa” tulisan saya kemarin, yang dikatakan Kang Pahru kalau jaman sekarang banyak yang pakai jam mahal, tapi tetap saja datang tidak tepat waktu. PLAK! Untung sih saya gak pakai jam tangan hahaha…

Drama itu dimulai ketika (ini mudah ditebak) Fahmi yang rewel dan ngambek. Jadinya kami perlu waktu buat mengembalikan semangat serta mud bagusnya itu tadi. Itu terjadi setelah ayahnya shalat Jumat.

Drama kedua adalah ketika ketika dalam perjalanan setelah ashar, Fahmi ngantuk dan tidur dalam pangkuan. Oya kami pakai sepeda motor dari kampung ke Ciawi Bogor, nah iramanya terjadi di sekitar Cugenang. Karena mangku Fahmi, saya ga bisa leluasa gerakkan kaki. Jadilah kaki kanan saya nginjak knalpot sepeda motor selain injak pedal step juga.

Tanpa saya duga, tiba-tiba kaki sebelah kanan terasa panas. Saya lihat, ya Allah! Langsung shock saya. Sol sepatu gunung yang baru dapat beli kemarin itu meleleh dan menyisakan separuh!

Suami langsung berhenti dan memeriksa sepatu saya ketika saya sampaikan kalau sol sepatu saya meleleh. Sambil geleng kepala suami bilang ini bahaya karena batu atau benda runcing lain bisa masuk dan melukai kaki. Keputusan suami harus beli sepatu penggantinya.

What? Baru aja dua an tiga hari lalu beli sepatu masa harus beli lagi? Pikir saya yang memang sedikit mikir-mikir kalau masih bisa dipakai kenapa diganti?

“Di Cisarua ada Consina. Beli disana saja…” tidak mau berdebat saya pun nurut saja. Lagian emang buat keamanan saya juga. Meski dalam hati sempat bertanya kok bisa sih sepatu baru saja harus rusak dan benar benar harus beli baru?

Di Consina Store pilih-pilih cukup lama. Ada model cocok dan sepatu gunung cewek tapi nomor kekecilan. Ada pilihan lain tetap juga tidak ada nomor pas. Ada nomor pas sepatu gunung buat laki-laki. Meski suami bilang bahan beda dari yang kemarin tapi karena kepepet ya sudahlah pilih itu saja.

Sekalian beli celana dan karena gak mau salah ukuran saya pun coba coba dulu hingga tiga kali bolak balik kamar ganti. Wuih… Habisin waktu sampai magrib tuh.

Setelah salat magrib di Mega Mendung macet parah tampak depan mata. Sementara panggilan dari leader sudah tidak terhitung berapa kali nanya kami dimana dan sudah sampai mana.

Sepertinya suami nervous juga. Dia menyalip sana sini dengan membabi buta. Saya gak bisa ngomong cuma pegangan yang kencang saja sambil dalam hati tak henti berdoa.

Bruk!

Tiba- tiba terasa oleng dan suami menarik kakinya yang sebelah kiri dari serempetan mobil yang disalip. Hah? Saya kaget luar biasa. Kenapa dengan kaki suami saya?

Suami meminggirkan sepeda motor dan melihat kakinya. Ya Allah, tali sepatunya putus! Rupanya ujung kaki suami kelindes ban mobil dan karena keburu ditarik tali sepatu yang sudah dilindas sementara ditarik oleh suami sekuat tenaga makanya jadi putus.

Saya tidak bisa bicara selain memeluk Fahmi erat tanpa kata. Meski Fahmi seperti biasa selalu bawel, tanya ayah kenapa, sepatu ayah kenapa dll dll saya tetap belum bisa bicara.

Gimana tidak kaget kalau tali sepatu putus, bagaimana seandainya jari kaki suami ikut terlindas? Naudzubillah Himindzalik… Syukur tidak terkira kaki suami masih diselamatkan.

Drama lain masih harus terjadi ketika saya pegang hape dan ada yang nanya apakah lagi nunggu jemputan? Suami yang jawab iya. Dikira jemputan mobil taxi online kali ya, itu orang jadi marah-marah dan gak tau deh jadi ribut. Orang saya lagi balas wa dengan teman-teman yang sama sama mau naik gunung kok.

Ah lelah deh rasanya hari ini sampai saya terharu melihat Fahmi jadi “korban” atas kejadian drama drama yang kami alami seharian ini.

Biar gak bete tunggu kisah mendaki kami besok aja ya…

 

#ODOP #BloggerMuslimahIndonesia

3 thoughts on “Drama Pendakian”

  1. Ya Allah mbaaakk, jd keinget temenku dulu jg pernah kelindes ujung sepatunya sama mobil. Untuuung dia pakai sepatu yg berujung runcing. Tapi sempet bengkak gtu.
    Moga gpp ya suaminya.
    Btw, saya jg sempet mulai bosan ngODOP, tapi mengingat kurang dikit lg jd semangat lg 😀

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics