Penjor itu Mahal, Jenderal!
Satu!
Dua!
Tiga!
Angkat!!
Penjor pun berdiri dengan lengkungan yang menawan. Bukan hanya peserta, penonton pun merasa senang melihatnya. Pulau Bali semakin cantik dan memesona dengan hiasan penjor. Warna kuning dari hiasan daun kelapa tidak hanya membawa kesan ceria, namun juga menjadi perlambang betapa hidup di Bali jiwa-jiwanya dibalut semangat kerja sama.
Purnata, warga Kuta salah seorang peserta merasa senang dengan adanya lomba penjor. Secara tidak langsung kreativitasnya dalam merangkai janur semakin meningkat dan up to date. Bersama kelompoknya terdiri dari 6 orang, Purnata membuat puluhan penjor. Dengan telaten dan kompak. Meski peluh bercucuran, masing-masing menjalankan tugasnya dengan cekatan. Dalam hitungan waktu mulai dari pangkal hingga ujung bambu semua dihias tuntas. Setelah dihias penjor didirikan. Peserta bergotong royong supaya penjor itu bisa terangkat.
Kompetisi penjor yang diadakan di halaman parkir Kartika Plaza, Kuta Bali, minggu pertama bulan Juli setahun lalu sebagaimana diberitakan Tribun Bali ini diikuti puluhan kelompok. Keindahan penjor-penjor ini tidak hanya untuk menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan, untaian penjor juga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Bagai primadona, penjor yang menjulang jadi bidikan ribuan lensa. Penjor dijadikan objek foto oleh penonton. Tanpa mereka tahu, membuat penjor butuh keuletan, kegigihan, kesabaran serta dibutuhkan kerja sama.
Tahukah apa penjor itu? Penjor yang dimaksud adalah sebuah bambu panjang sampai ke ujung batang sehingga melengkung karena berat dipenuhi hiasan daun kelapa dan hasil bumi lainnya.
Saya sendiri baru mengenal penjor pertama kali sekitar bulan Agustus tahun 2012 ketika mampir di Bali sepulangnya dari Lombok. Meski berangkat rombongan namun saat itu kami melancong dengan gaya backpaker. Saat jalan pulang di Bali kami singgah untuk rafting dan menikmati suasana Bali yang sepi.
Bali kok sepi? Ya, karena pas kami singgah itu, warga Bali tengah merayakan Hari Raya Galungan. Meski sepi, namun jalan dan halaman tampak ramai dengan berbagai hiasan. Saya pikir kok orang Bali banyak banget yang menikah? Menikah kok berbarengan ya sampai setiap rumah memasang janur. Saya berpikir begitu karena kebiasaan di Cianjur orang yang memasang janur itu pertanda akan melangsungkan pernikahan atau hajatan lain.
Awalnya enggak ngeh. Ketika sampai Badung, saat pengelola rafting tidak bisa “membukakan pintu” terlalu pagi untuk kami. Baru tergali informasi jika saat kami singgah di Bali itu bersamaan dengan penduduk setempat yang mayoritas memeluk Hindu tengah melaksanakan perayaan Galungan. Karenanya penduduk setempat membatasi aktivitasnya. Karena itu pula setiap rumah membuat dan memasang penjor (yang awalnya saya bilang janur) di sepanjang jalan dan setiap depan rumah.
Keterangan yang saya dapat dari Beli Darma, teman backpacker yang asal Bali, kalau penjor yang dipasang itu sebagai simbol gunung. Konon umat Hindu Bali meyakini kalau tempat yang tinggi seperti gunung itu adalah rumahnya Tuhan atau biasa disebut Sang Hyang Widhi. Maka tidak heran banyak pura (tempat sembahyang) lokasinya ada di kaki gunung, dengan maksud memudahkan jika ingin bersembahyang. Gunung Agung sebagai gunung tertinggi di Bali yang berada di timur laut (antara timur dan utara) menjadi acuan mereka bahwa saat melaksanakan sembahyangan menghadapnya ke timur dan utara.
Karena tertarik dengan hiasan penjor-penjor ini, sebelum masuk ke arena wisata rafting, saya berkeliling kampung sekitar terlebih dahulu. Mendekati dan melihat lebih dekat yang disebut penjor.
Bahan utama penjor memang sebuah batang bambu yang melengkung. Bambu ini kemudian dihiasi oleh janur atau berbagai hiasan yang terbuat dari daun kelapa muda. Tidak hanya itu, penjor juga dihiasi oleh aneka jenis hasil bumi seperti umbi-umbian, biji-bijian, padi, kelapa, buah-buahan, dedaunan, yang semuanya dipasang pada penjor. Disertakan juga uang logam, beberapa kain yang sudah dijahit berwarna kuning dan putih. Kain putih ditempatkan di ujung penjor dengan makna sebagai lambang kesucian. Dan tidak lupa sesajennya. Ujungnya digantungkan sampian penjor berisi bunga dan alat makan sirih. Penjor dipasang di sisi pintu masuk dengan lengkungannya menghadap jalan.
Tidak mudah membuat penjor. Perlu ketekunan karena daun kelapa muda yang dianyam sehingga membentuk janur yang diinginkan perlu keterampilan khusus. Begitu pula saat memasangkan hasil bumi, kain dan sesajennya. Harus bertenaga kuat karena penjor yang sudah dihias akan semakin berat. Diperlukan kerja sama alias gotong royong saat mendirikan penjor.
Penjor dikenal sebagai sarana upakara penganut Hindu di Bali dalam merayakan Galungan. Penjor ini dibuat sebagai sarana rasa syukur manusia kepada pencipta atas keselamatan, kesejahteraan serta segala berkah dan rahmat. Penjor dalam memperingati Galungan dipasang selama 35 hari atau satu bulan hitungan Bali. Jadi tidak sembarangan pasang dan mencabutnya.
Setelah Hari Kuningan perlengkapan pada penjor dibakar dan abunya disimpan di kelapa gading muda. Baru setelah Hari Raya Galungan abu dalam kelapa dengan sesajen dan uang logam ditanam di pekarangan rumah atau dihanyutkan.
Penjor ada dua macam, penjor untuk hiasan, dan penjor untuk upacara keagamaan. Penjor untuk upacara keagamaan menggunakan unsur lengkap seperti hasil bumi dan sesajen. Sementara penjor untuk hiasan tidak diperbolehkan mempergunakan unsur- unsur tersebut, hanya menggunakan hiasan- hiasannya. Jadi sebagai umbul-umbul saja. Membuat penjor untuk upacara tidak boleh sembarangan. Sebagai simbol suci untuk upacara keagamaan maka harus memenuhi persyaratan tertentu yang mencerminkan etika agama. Beda dengan penjor hiasan yang dipergunakan saat ada pesta, lomba, atau pesta seni.
Sebagai tujuan pariwisata, Pulau Bali kerap disorot sebagai pulau yang indah sekaligus religius. Keindahannya semakin bertambah saat Perayaan Hari Raya Galungan yang identik dengan penjor. Berjalan di sepanjang jalan yang dihiasi penjor di kedua sisinya mempunyai rasa tersendiri. Selain bernuansa alami, juga sambil belajar tentang kearifan lokal proses pembuatan penjor yang memerlukan keahlian, ketekunan, kesabaran serta gotong royong.
ternyata bikin penjor lumayan rumit ya, harus reramean
Kalau sendirian bisa2 katinggang!
Baru tahu kalau itu namanya penjor hahaha 😀
Sebelum ke Bali saya juga tahunya yang gitu teh janur kuning hahaha…
Iya mirip kayak janur kuning buat nikahan di jawa ya mbak. Waah kemarin aku kemarin nggak disambut penjor tapi layang-layang hehe. Seru mbak, terus semangat menulis! 😀
Bedanya ada sesaji sama sirih pinang dan hasil bumi yang ikut ditempelkan di janur kuning nya ya hehe…
wah..penjornya bagus bagus ^^
kalau 50 tahun lagi sudah gak ada pohon kelapa, apa penjornya terbuat dari plastik ya? hmmm
salam kenal mbak
Salam kenal kembali Mbak 🙂
Sudah ada kok penjor yang terbuat dari kertas dan bahan kerajinan lainnya
banyak dijual oleh pengrajin, hingga di online shop juga sudah ada tuh 🙂
Diutamakan penjor dari daun kelapa memang untuk upakara ibadah saja 😉