Menjadi Perempuan Bahagia di Hari Perempuan Internasional

Menjadi Perempuan Bahagia di Hari Perempuan Internasional

Menyambut Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2017
Mari rayakan kontribusi menakjubkan dari para perempuan untuk dunia dan masa depan kita.

 

β€œJangan tunggu orang lain datang dan mengajak. Anda yang mengubah dunia.”

– Malala Yousafzai –

 

Selamat Hari Perempuan Internasional. Saat saya merasakan kebahagiaan menjadi seorang perempuan yang teramat beruntung, di Jakarta sana kawan seperjuangan saya, ratusan buruh perempuan melakukan aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu ini tadi pagi. Tepat di Hari Perempuan Internasional ini, kami kaum buruh perempuan memang menjadikannya sebagai hari spesial untuk menyuarakan hak buruh yang belum terpenuhi.

Kawan saya ketua Komite Perempuan Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SPKEP) SPSI, Mbak Ira Laila mengatakan, buruh perempuan membutuhkan perlindungan maternitas di tempat mereka bekerja. Apa kebutuhan maternitas kaum buruh seperti kami? ialah (antara lain) ruang laktasi. Ya, ruang untuk menyusui, atau sekadar memompa ASI untuk nanti diminum sang buah hati saat kami selesai menunaikan pekerjaan.

Tahukah kalau ruang laktasi harus disediakan oleh perusahaan? Tapi kenapa masih saja banyak perusahaan yang pelit menyediakan keperluan kaum buruh perempuan ini? Padahal ruang laktasi kan tidak besar, tidak makan biaya banyak dibanding keuntungan perusahaan. Ditambah lagi sudah jadi kewajiban perusahaan untuk menyediakan ruang laktasi, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Copas dari UU No 13 tentang Ketenagakerjaan Pasal 83 menyebutkan, pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Dan karena masih banyak perusahaan yang tidak menyediakan ruang laktasi ini jadinya kami para buruh perempuan ada yang memerah ASI di gudang dan toilet. Itu kan tidak higienis, padahal menyusui itu tangung jawab perempuan untuk persiapkan anak bangsa.

Meski kali ini saya tidak ikut terjun ke jalan untuk ikut aksi seperti sebelumnya, namun semangat untuk menuntut pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 83 Tahun 2000 tentang Perlindungan Maternitas sedikitpun tidak pernah berkurang. Saya ikut menyerukan bahwa kaum buruh perempuan berhak mendapatkan cuti melahirkan selama kurang lebih 3 bulan.

Dalam UU 13/2003, Pasal 82 menyatakan pekerja perempuan berhak mendapatkan istirahat selama tiga bulan yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Totalnya selama 12 pekan. Tapi pada kenyataannya cuti saat perempuan datang bulan saja masih banyak yang belum laksanakan. Pihak perusahaan bilang ada tapi kenyataannya dipersulit. Kalau pun ambil cuti, kompensasi sebagai pekerja jadi hilang. Padahal kalau tetap masuk pun buruh perempuan yang “sakit” karena datang bulan itu ada yang tidak produktif.

Sebagai perempuan, seorang istri, seorang ibu dan seorang buruh saya ikut merasakan semua penderitaan serta ikut menyerukan segala perjuangan ddemi tercapainya hak-hak sebagai kaum buruh perempuan ini. Meski tidak bisa saya pungkiri jika semua hak-hak yang harus didapat seorang buruh perempuan alhamdulillah sudah saya terima dengan sepenuhnya.

Aksi Buruh 1 Mei 2015

Beruntung saya menjadi seorang buruh perempuan dari seorang boss yang mengerti benar akan hak pekerjanya. Hak cuti melahirkan, hak untuk mendapatkan perlindungan baik kesehatan maupun ketenagakerjaan, dan hak-hak mendasar lainnya. Ini tidak lantas menjadikan saya besar kepala lalu melupakan semuanya, justru kenikmatan tiada tara ini tetap saya perjuangkan supaya bukan saya saja yang bisa merasakannya, melainkan semua kaum buruh perempuan.

Saat ini mungkin raga saya ada di kampung bersama anak, mengerjakan pekerjaan yang menjadi kewajiban serta pekerjaan rumah tangga lainnya. Namun hati dan semangat buruh perempuan saya tetap berkobar dan menyatu bersama semangat kawan-kawan senasib dan seperjuangan lainnya yang berkesempatan melakukan aksi di depan Gedung Anggota Dewan sana.

13 thoughts on “Menjadi Perempuan Bahagia di Hari Perempuan Internasional”

  1. Nah yang perlu diperjuangkan adalah hak-hak pekerja wanita seperti ini ya mbak. Bukan persamaan antara laki-laki dan perempuan. Kalo sama, nanti pekerja laki iri ikut mintak cuti haid >.<

    Reply
  2. Saya juga sedih sama perusahaan yang men-tiadakan hak cuti haid setiap bulan.

    Ya pada dasarnya semua wanita gak mau sakit saat haid. Tapi lha gimana kalau sakit banget sampe harus istirahat?
    Lalu pas izin sakit.. gara gara itu. Malah di anggap sakit sakitan :’)

    Sedih sedih.. eh ok malah curhat

    Reply
  3. Ihhh bener banget itu yang cuti saat haid bisa dapat cibiran kalo ambil cuti tersebut. Padahal sakitnya saat hari pertama bikin pengen guling-guling. Trus di kantor udah biasa ada smoking room tapi ruang laktasi belum tentu ada πŸ™

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics