Persatean Kehujanan, Selera Kembali Mie Instan

 

Dari sore kemarin, Fahmi putra saya minta jalan jalan ke Cianjur kota atau main ke rumah sepupunya, Amanda dan Lutfi.

“Di sana kita bisa ikutan barbeque, pasti seru, Bu …” katanya.

“Ayah masih repot ngurus pekerjaan. Lagian ini musim hujan, tuh setiap abis duhur langsung hujan turun kan? Kita bisa bikin barbeque juga kok di rumah. Lagian gak harus pas malam tahun baru saja…” Jawab saya.

“Jadi kapan bisa bikin sate sosis gitu? Enak tuh Bu. Ami suka…” Fahmi masih merengek.

“Nanti ya ibu beli dulu bahan-bahannya. Sosis, bakso, jagung, nanti dari pasar.” Sengaja bilang demikian, karena di tempat saya tinggal pasar hanya ada dua kali dalam seminggu yaitu Selasa dan Jumat. Tadi pagi juga emang sudah ke pasar, tapi tidak membeli semua itu. Hanya membeli bumbu dan sayuran hijau. Setidaknya kalau nunggu hari pasar Selasa, perayaan tahun baru sudah lewat empat hari.

Sebenarnya bukan saat malam tahun baru pun, saya sering ajak anak bikin barbeque ala-ala di belakang rumah atau di dak loteng yang belum selesai kami bangun.

Meski belum selesai karena kendala biaya, tapi ternyata dak loteng itu justru jadi area khusus untuk menikmati langit malam, menikmati indahnya bulan dan bintang. Sering buka tenda di atas dan masak-masak ala di gunung, sekadar mengobati perjalanan pendakian yang sudah selama pandemi kami tidak lagi melakukannya.

Dak loteng yang kalau siang buat jemuran pakaian, sore buat bermain badminton, dan malam jadi tempat nongkrong dadakan, hehehe …

Menyadari itu Fahmi tidak rewel lagi minta ikut barbeque-an. Tapi malamnya setelah bubar pengajian, kebetulan tidak hujan, merengek lagi minta jalan-jalan. Mungkin mendengar deru sepeda motor yang memang sangat bising, jadi penasaran dan ingin keluar.

Ayahnya udah siap mengeluarkan motor. Rencana mau beli jajanan ke minimarket saja. Eh tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Motor pun kembali dimasukkan dan meski kecewa Fahmi setuju untuk batal keluar.

Saya lihat di kulkas masih ada sosis kecil yang biasa dibuat campuran nasi goreng, masih ada bakso kecil yang biasa dibuat campuran tumisan sayuran, dan ayam fillet yang tinggal setengahnya. Buru buru saya keluarkan. Saya iris dan ditusuk dengan tusuk sate yang memang masih ada stok banyak.

Lagi sibuk di dapur terdengar bunyi petasan terdengar dari luar, padahal masih jam 9 kurang.

“Eh ada petasan. Ami mau keluar ya, mau lihat petasan.” Spontan Fahmi ingin membuka pintu.

“Jangan Mi, ngapain sih ikut-ikutan.” Ayahnya melarang.

“Kenapa sih, semuanya ga boleh?” protes lah si anak.

Saya menarik nafas, lalu mencoba memanggil Fahmi dan mengatakan kalau ibu mau buat persatean.

Gak bisa bagaimana, begitulah anak-anak, perlu nasehat berkali-kali supaya paham. Meski sering saya dan suami mengajarkan kepadanya, juga kepada santri mengaji bahwa kita tidak harus mengikuti kebiasaan orang lain, kita harus punya prinsip, jangan suka ikut-ikutan orang, dan masih banyak lainnya, tapi anak-anak tetaplah ingin dan penasaran. Apalagi keseruan perayaan malam tahun baru bisa kita bebas saksikan di televisi, media online, maupun media sosial.

“Kan cuma lihat Bu, emang salah?” Fahmi masih belum paham.

“Suatu hal itu belum tentu benar walaupun banyak orang yang melakukan. Kita harus pegang teguh prinsip “jangan jadi orang kebanyakan”, Biar aja temen-temen bilang ga gaul, jangan terpengaruh.” Saya menjelaskan panjang lebar pada anak yang berumur 9 tahun kurang tiga bulan ini.

Alhamdulillah seperti nya Fahmi mulai paham. Fahmi asyik bantu saya menyiapkan persatean dan dia tidak lagi tergiur untuk keluar rumah padahal bunyi petasan semakin riuh.

Tak lama setelah itu, ayahnya sudah membakar kayu di belakang rumah. Lumayan ada arang untuk sekali bakar persatean yang sebenarnya sudah matang karena sudah saya rebus lebih dahulu.

Untung juga bikinnya sedikit jadi sekali bakar selesai habis semuanya. Saat mau mengangkat bakaran terakhir eh hujan lagi turun dengan derasnya. Ya ampun karena kami bikin bakaran di kebun belakang rumah tanpa atap jadinya ya basah… segera deh semuanya diangkut ke dalam. Beruntung semua telah tinggal makan.

Lirik jam, ya ternyata baru jam sepuluh lewat! Fahmi makan sambil nonton tv. Ayahnya saya tawari makan, bingung katanya mau makan apa. Padahal nasi dan lauknya masih ada.

“Bikin mie aja ya?” tawar saya.

“Ami juga mau mie goreng, Bu.” Tiba-tiba teriaknya.

Hahaha! Ini sih judulnya malam tahun baru kembali ke selera asal, mie instan, hahaha…. Abisnya lagi mengipasi ngageber ngahihidan persatean, ga tahunya tiba-tiba turun hujan. Jadinya pada kabur masuk rumah. Makan camilan sambil nonton TV, gak berasa kenyangnya, masih terasa lapar, akhirnya kembali ke selera asal, bikin mie instan.

Apapun, disyukuri aja. Alhamdulillah, malam tahun baru tetap nikmat tanpa tiup terompet, tanpa petasan, tanpa keramaian, apalagi dangdutan.

Bagaimana ceritanya malam tahun baru kamu?

26 thoughts on “Persatean Kehujanan, Selera Kembali Mie Instan”

  1. Sama kayak tahun-tahun sebelumnya, pergantian tahun baru dirayakan dengan rebahan hwhw. Di rumah sih masih ada makan-makan masakan ibu. Ya semacam pempek atau camilan lain. Dan, memang mi instan itu juga salah satu jadi mood booster di malam tahun baru 🙂

    Reply
  2. Tahun baruku juga sederhana kak. Kalau tahun 2020 masih ada acara bakar-bakaran dan kembang api, di tanggal 31-12-2021 jam 00.00 WIB saya dan keluarga berdoa.Mensyukuri kebaikan Tuhan dimana sepanjang tahun kami dijaga Sang Pencipta dengan sempurna

    Reply
  3. Cerita malam tahun baruku lebih mendekatkan diri sama Sang Pencipta kak. Kalau di akhir tahun 2020 kami ada acara kembang api dan bakar-bakaran, tahun 2021 lalu kami berkumpul berdoa mengucap Syukur pada Sang Khalik dimana sepanjang tahun disertai aman dari bahaya

    Reply
  4. Dulu, saat anak-anak masih kecil, di rumah juga sering ngadain acara bakar-bakaran di rumah setiap malam tahun baru. Mulai dari jagung, ayam, seafood, bakso, dll. Tapi seiring dengan waktu dan anak-anak sudah beranjak dewasa, mereka sudah tidak berminat lagi dengan acara ini hahahaha. Malam tahun baru malah berkegiatan seperti biasa. Gak ada lagi yang istimewa melewati malam tahun baru masehi.

    Reply
  5. Malam tahun baruku barbekyuan juga teh sama adek, anak dan ponakan, seru laaah pokoknya, plus menikmati pemandangan orang-orang yang main kembang api dan petasan dari balkon depan rumah, murah meriah bikin happy

    Reply
  6. gak kerasa Fahmi udah gede dan minta babakaran

    hehehe…soalnya saya kenal Fahmi sejak masih balita

    saya malah sendirian di kamar dan menikmati letusan petasan 😀

    Reply
  7. Aku nggak merasa ada yang spesial sih tahun baruan. Apalagi di desaku juga sepi dan adem ayem. Nggak terdengar suara petasan atau apapunlah. Nggak ada acara bakar-bakar juga. Tapi, adikku dan teman-temannya malah bakar-bakar besok malemnya. Jadi malam tanggal 2 januari. Hehehe

    Reply
  8. Aku nggak merasa ada yang spesial sih tahun baruan. Apalagi di desaku juga sepi dan adem ayem. Nggak terdengar suara petasan atau apapunlah. Nggak ada acara bakar-bakar juga. Tapi, adikku dan teman-temannya malah bakar-bakar besok malemnya. Jadi malam tanggal 2 januari.

    Kupikir ya sudahlah. Nggak papa. Sing penting mereka nggak mudah terpengaruh buat ikut-ikutan. Hehehe

    Reply
  9. Daku mah jam 9 udah bobo Teh, wkwkwk.
    Eh kebangun pas sekitaran rumah pada nyalain kembang api ama petasan. Padahal kan daku lagi mimpi dapet duit segepok

    Reply
  10. Endingnya jadi bikin pengen nanyi jingle mie instan itu

    Malam tahun baru kami biasa aja mbak, si bungsu takut bunyi petasan. Jadinya saya malah sibuk memeluk dan menenangkan dia saat terdengar jedar jeder dari luar

    Reply
  11. Di keluarga saya tidak menganut tradisi merayakan tahun baru. Malam tahun baru tidak berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Jam 8 malam kita sudah masuk kamar. Si bungsu masih belajar mengerjakan PR di kamarnya.
    Menurut saya tidak ada yang perlu dirayakan, bersyukur seperti hati-hati biasa aja…

    Reply
  12. Pastinya dari dulu saya selalu tahun baruan di rumah. Malas dengan keramaian dan menghadapi kemacetan yang luar biasa. Mendingan di rumah aja, deh. Terkadang bikin bbq yang untuk dinikmati sama keluarga aja. Tapi, terkadang tahun baru sama aja kayak malam-malam yang lain. Gak pernah bikin sesuatu yang spesial.

    Reply
  13. Hahaha, apapun itu yang terpenting adalah momen kebersamaannya ya bu, apalagi hanya bisa dihitung jari masa-masa dimana begadang bersama bercengkerama dengan suami dan anak-anak yang semakin besar

    Reply
  14. malam tahun baru kemarin saya habiskan di kantor, Mba. Ada laporan yang harus diselesaikan dan ditunggu oleh pihak keuangan karena hari itu terakhir batas pencairan dana. Walhasil anakku protes kenapa mamanya belum pulang ke rumah walau udah hampir tengah malam

    Reply
  15. Selamat tahun baru…Saya malah gak sanggup melek menunggu pergantian tahun kak..haha mata ngantukan.. Jadi nayris tiap malam tahun baru tuh aku tidur..Paling bangun sebentar gara-gara suara petasan yang dinyalakan pas jam 12

    Reply
  16. Itu namanya hoki Teh Okti. Sekali bakar, habis semua, langsung diguyur hujan. Untung perut dah pada kenyang. Hahaha.

    Mie instan emang gak boleh ditinggalin sih. Apapun partynya, menu mie instan harus ada.

    Reply

Leave a Reply to Aisyah Dian Cancel reply

Verified by ExactMetrics