Jejak Petualang sore tadi, mengisahkan Medina Kamil yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia. Antara Desa Longayu dengan wilayah Malaysia.
Ada slogan indah yang menggambarkan warga Longlayu, yaitu mereka memiliki perut Malaysia, tapi dada Indonesia. Arti lainnya, mereka bernasionalisme Republik Indonesia. Tetap mencintai tanah air Indonesia, namun dalam hal usaha dan mencari makan, mereka menggantungkan hidupnya ke wilayah tetangga, yaitu Malaysia.
Memilih menjual hasil bumi ke Malaysia karena lebih dekat, dan lebih dihargai nilainya. Mereka menukar beras dengan sembako. Tidak berjual beli menggunakan uang.
Longlayu nama sebuah desa terpencil berada di atas ketinggian 1500 mdpl. Ada hal unik di longlayu, selain kayu gaharu kayu asli Indonesia, di desa ini juga memiliki ciri khas garam gunung.
Ada mata air asin yang dimiliki warga longlayu. Setelah diolah secara sederhana, air dari mata air itu dibuat garam. Hasilnya, garam itu jadi rebutan warga dan dijual warga ke Malaysia juga.
Suku Dayak Lundayeuh di Krayan ini sangat sabar dan membuat mata hatiku tersentuh.
Kasihan, 67 tahun merdeka, tidak tersentuh sama sekali oleh pembangunan.
Buktinya sarana transortasi sangat minim. Mau ke desa sebelah menghadiri perkawinan saja, warga harus jalan kaki selama 2 hari 2 malam!
Rombongan Medina Kamil, mau ke lokasi Desa longlayu menggunakan ojek sepeda motor harus berjuang dan motor harus digotong saat melewati sungai. Saat itu musim kemarau, masih bisa dilewati meski motor harus ditandu. Tapi kalau musim hujan, pas air sungai meluap, boro-boro nyebrang bawa motor, orang nyebrang saja tidak berani.
Itu artinya, selama musim hujan, tidak ada warga yang melakukan perjalanan. Transkaksi jual beli beras dan sembako pun terpaksa berhenti selama berbulan-bulan!
Sedih nian warga yang tinggal di sana. Bersyukur untuk kita yang tinggal di tempat nyaman dan sarana transportasi mudah, meski tidak bagus-bagus amat seperti di kota-kota besar.
Aku berharap, kepada kepemimpinan baru, Bapak Jokowi dan Bapak Jusuf Kalla, tolong lebih diperhatikan sarana dan prasarana serta fasilitas umum di setiap saerah perbatasan. Khususnya daerah Kalimantan sana.
Apa tidak malu pemerintah kita dengan sebutan kepada warga yang patut diacungi jempol akan patriotismenya itu?
Warga perbatasan itu PERUT MALAYSIA tapi DADA INDONESIA. Lalu apa balasan pemerintah terhadap kesetiaan warga negaranya?