Sejak itu… saya proporsional dalam menilai orang

Sejak itu… saya proporsional dalam menilai orang

Betul kata pepatah, sebaik-baik tupai melompat, akhirnya berkesempatan jatuh juga. Termasuk saat menyimpan rahasia. Serapat apapun, ternyata akhirnya ada celah untuk diketahui yang lain. Meskipun yang bersangkutan telah tiada.

Saya bukan mau mengungkapkan keburukan siapapun. Naudzubillahhimindzaliik. Saya kisahkan, semoga saya pribadi bisa mengambil hikmah dan pelajaran hidup dari kejadian ini.

Dulu, saat yang bersangkutan masih ada, memang pernah secara terang-terangan membenci saya. Apa yang saya lakukan mungkin dianggap tidak berguna. Tapi sedikitpun saya tidak berpikiran ke sana. Sebab di depan saya, yang bersangkutan sudah biasa lagi. Kami bermaafan, lalu bertatap muka seperti biasa. Saya pikir itu tulus…

Setiap orang punya masalah. Namun ada yang bisa menyelesaikan secara mandiri, tidak sedikit yang perlu bantuan. Curhat biar hati plong, bertanya kepada ahlinya biar dapat solusi, atau cara apapun demi masalah terpecahkan.

Saya sendiri saat itu lebih memilih diam. Sesekali melampiaskan kepada orang dekat di sekeliling saya. Tapi rupanya sikap saya itu disalahartikan oleh orang yang bersangkutan yang saya sebut di awal.

Kepada pihak lain, yang bersangkutan “melapor” jika perilaku saya selama ini yang suka melampiaskan masalah ke orang dekat di sekitar dianggapnya bukti sebagai kemarahan dan ketidaksukaan saya terhadap yang bersangkutan.

Jadi selama itu, saya bersikap biasa, berusaha berbuat yang terbaik, sementara dimata yang bersangkutan sikap saya itu dianggap bukti pelampiasan kekesalan dan kebencian saya kepadanya. Padahal saat saya dan yang bersangkutan bertemu, ngobrol, bahkan dalam kegiatan apapun yang bersangkutan bersikap biasa, ramah dan seolah tidak menyimpan masalah terhadap saya. Lucu kan?

Saya baru mengetahui jika yang bersangkutan punya pemikiran dan hati seperti itu, ketika beberapa tahun kemudian, setelah yang bersangkutan meninggalkan kami untuk selamanya. Ada pihak lain, yang tanpa sengaja saya dengar mengungkapnya.

Saat pihak lain itu punya kekesalan dan kemarahan terhadap saya, tanpa saya kira, ia terpancing mengeluarkan unek-uneknya. Hal yang selama ini ia pendam, sekian lama sebelum yang bersangkutan meninggal.

“Dulu yang bersangkutan sering bilang kalau si okti tuh setiap aku ga ada, selalu marah-marahin orang. Selalu marahin anak-anak. Padahal bukan marah ke siapapun. Marah-marahin orang itu pelampiasan si okti benci sama yang bersangkutan.”

Kata pihak lain itu jelas saya dengar sendiri. Tentu saja saya merasa terkejut. Ya Tuhan, ternyata begitu ya sikap orang yang saya anggap baik itu. Orang yang saya anggap sudah tidak ada masalah, ternyata menyimpan pemikiran yang begitu dalam. Dan saya pastikan semua prasangka atau laporannya kepada pihak lain itu jelas salah. Karena saya tahu sendiri, kalau saya jika ada masalah dan melampiaskan ke orang terdekat, bukan karena saya benci yang bersangkutan. Melainkan saya punya masalah dengan teman yang punya utang, punya masalah kasus buruh migran yang belum terpecahkan, dan atau sedang kesal sendiri dengan kekalahan saat mengikuti perlombaan. Jaman itu saya emang jadikan ikut lomba sebagai sumber penghasilan.

Kini yang bersangkutan sudah tiada. Alim Ulama sering mengatakan, jangan pernah mengungkit apapun terhadap orang yang sudah meninggal, apalagi masalah ketidakbaikannya. Saya sama sekali tidak ingin melakukan itu. Saya ungkap peristiwa ini, sekali lagi supaya jadi pelajaran buat kita.

Bahwasanya, sebaiknya kita berlaku proporsional dalam menghadapi orang lain. Siapapun itu baik keluarga, teman maupun orang lain yang kita kenal di dunia maya. Ada pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa kita selami. Tapi dalamnya hati manusia, siapa bisa?

Orang bisa saja berbuat baik, bersikap manis dan sempurna di hadapan kita. Jangan kecewa kalau sebenarnya ia memiliki hati yang judes, dengki dan hasut kepada yang lain. Selain sifat manusia emang demikian, kita juga harus akui, bahwa kita pun (saya alami sendiri) sering punya pikiran buruk terhadap orang lain padahal kita sama sekali tidak tahu duduk persoalan yang sebenarnya.

Manusia seolah punya kebanggaan kalau mampu menjadi ahli pemberi nilai kepada sikap dan perilaku orang lain. Tanpa menyadari atau nerima, jika kita pun dinilai orang lain. Parahnya saat ketahuan berbuat tidak baik oleh yang lain, bukannya sadar dan tobat, malah balik marah dan membenci yang berniat mau menyadarkan kita. Semoga kita terhindar dari sifat buruk seperti itu.

Punya pikiran buruk terhadap orang lain itu termasuk penyakit hati. Bisa bikin orang stres, tidak tenang, dan merasa selalu kurang dalam hal apapun, juga dilarang oleh Rasulullah. Coba deh lihat tetangga kita ada gak yang belingsatan kalau tetangga lain bisa kebeli perhiasan baru, atau koleksi kendaraan terbarunya bertambah? Jika ada, sebaiknya segera kita introspeksi diri. Tidak perlu menjauhi tetangga yang punya sifat seperti itu, tapi cukup perkuat saja keimanan dan keyakinan diri. Kalau kita mah mau begini mau begitu, selama tidak merugikan pihak lain, enjoy saja. Syukuri apa yang sudah kita miliki. Simple.

28 thoughts on “Sejak itu… saya proporsional dalam menilai orang”

  1. Na’udzubillah ya Teh. Di mana-mana ada saja orang yang pikirannya negatif. Semoga dosa-dosanya diampuni . Semoga Teh Okti senantiasa bersabar dan pemaaf.

    Reply
  2. Memang tak mudah untuk menghilangkan penyakit hati bagi yang memiliki. Karena di mata mereka, kebahagiaan orang lain ada lah petaka bagi dirinya. Smoga kita tak termasuk golongan demikian

    Reply
  3. Waduh!! Orang-orang yang seperti itu biasanya orang yang selalu menganggap dirinya benar dan pendendam. Ahh kalau aku jalan terbaik jaga jarak mba. Tetap sabar ya mba

    Reply
  4. Okti sayang, bukz Omti aja yg mrngalami hal seperti ifu, bunda juga, babkan dengan perlakuan bloger yg baru bunda kenal. Biarkan itu berlalu, dia pikir memiliki hati yg sakit itu menenteramkan hatinya.

    Reply
  5. Sedih ya klo disalahfahami oleh orang lain. Ya klo org itu masih ada bisa kuta luruskan, klo sdh tak ada ya kita hanya bisa mengikhlaskan dan mendiakan yg terbaik. Terima kasih utk pelajaran penting kali ini Teh..

    Reply
  6. Saya sedang berusaha tidak banyak menilai orang lain, karena diri sendiri saja masih sangat banyak kekurangan jadi lebih fokus ke diri. Kalau fokus lihat orang lain jadinya suka baper seperti org yg sdh meninggal itu liat org lain marah2 jadi baper merasa ke diri kita. Baper bisa jadi penyakit hati dan merusak hubungan ya..terlebih baper yang berujung su’udzon…hehe…

    Reply
  7. Betul banget ini.. Sering orang stres justru karena terlalu mikirin orang lain. Padahal pikirin diri sendiri ya. Perbanyak aktivitas positif supaya gak usil dengan kehidupan orang lain.

    Reply
  8. Ya Allah…
    AKu juga baru kejadian yang sama kemarin, teh.
    Mengutarakan hasil pemikiranku kepada suami, namun beliau menasehati kalau jadi orang tidak boleh meremehkan orang lain.

    Astaghfirulloh~
    Tersadar bahwa selama ini sering sekali aku berada di dalam lautan prasangkaku sendiri yang bila ditumpuk, akan menjadi penyakit hati.

    Reply
  9. Jadi inget film the world of married couple.
    Kadang teman yang terlihat baik di mata kita justru ia yang paling menyakitkan dan bisa jadi banyak nggak sukanya sama kita. Semoga kita selalu dijauhkan dari orang2 yang dzolim seperti itu ya mba. Mugi diparingi sabar dan keberkahan untuk kak okti sekeluarga. Semangat kak

    Reply
  10. Wah dengan orang yang model seperti ini harus benar-benar hati2 ya mbak. Kalau saya prinsipnya, tetap berbuat baik, meskipun orang lain tidak baik kepada kita. Terkadang dengan seperti itu orang akan merasa malu sendiri. Semoga kita di jauhkan dari sifat iri dan dengki ya mbak Okti.

    Reply
  11. Huuuuhhhhhhhh…
    Haaaaahhhhhh…

    Ikutan emosi aku, Mbak. Emang kok ya, mulut orang itu lebih tajam dibandingkan apapun. Iya, Mbak, aku juga tinggal di lingkungan saudara yang tetangga punya apa yang lain heboh, panas-panasan. Aku lebih menarik diri sih kalau kayak gitu. Soalnya aku mudah terpangaruh banget sama lingkungan yang nggak baik.

    Reply
  12. Saya sudah bolak balik kecewa sama pertemanan dan ga ada yang benar benar sejati
    Dari situ kemudian saya tidak lagi terlalu nengagungkan orang apalagi dari fisik dan materi semata

    Reply
  13. Kita memang tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan dan perbuat terhadap kita. Kita cuma bisa mengendalikan respon kita terhadap orang tersebut, apakah membalas dendam, membenci, atau memaafkan. Saya pernah beberapa kali mengalami posisi disalahpahami seperti itu. Memilih opsi memaafkan seperti melepas kantong sampah di punggung kita. Urusan kita dengan yang di atas dan dia selesai. Sekalipun orang yang bersangkutan masih berpikiran negatif tentang kita, itu urusan dia dengan yang di atas. Semangat ya, Mbak.

    Reply
  14. Bener mba, saya juga tipe yg diam aja. Kalo ada rasa kecewa sama seseorang ya wajar sih. Manusiawi tapi sebisa mungkin kita yg introspeksi bukan malah menyalahi orang lain. Itu kalo saya sih ya. Karena apa yg kita perbuat belum tentu orang lain suka. Bisa jadi buat kita biasa aja, buat dia menyakiti hati. Jadi ya sekarang lebih hati-hati. Soalnya juga udah kejadian, semua sosmed saya di block hanya karena status saya. Padahal belum tentu buat dia, lucu sekali wkwkwk.

    Reply
  15. Saya juga punya teman dekat yang dulu sering menjadi tempat curhat saya, tapi lama-lama malah koq rasanya aneh. Akhirnya saya memilih lebih baik enggak usah ketemu. Ya begitulah, teh Okti, banyak di sekitar kita yang ‘baik di depan tapi di belakang entah’. Semoga kita terhindari dari sikap/sifat yang demikian.

    Reply
  16. Alhamdulillah Teh Okti bisa sabar. Terserah mau diomongin apa juga. Apalagi ybs sudah engga ada. Didoakan yang baik-baik saja ya Teh…

    Reply
  17. Semangat mbak… sedih memang saat seseorang bersikap di luar keinginan kita, berprasangka buruk padahal kita merasa baik-baik saja. Dulu saya sering banget baper kalau mengalami hal yang mirip seperti yang mbak alami, tapi sekarang saya memilih lakukan hal yang terbaik saja dalam hidup dan enggak mempedulikan apa yang dipikirkan orang, karena saya tahu saya enggak bisa membuat semua orang menyukai saya. 😀 semoga Mbak Okti bisa memaafkan orang tersebut, apalagi karena orang tersebut sudah tiada.

    Reply

Leave a Reply to Kata Nieke Cancel reply

Verified by ExactMetrics