Udah Miskin, Sombong!
Selama anak belajar di rumah, banyak para ibu yang “menitip” anaknya belajar bersama kami. Khususnya anak seusia Fahmi, putra kami. Alhamdulillah meski ada saja hambatannya dari setiap anak, namun bisa dibilang di atas rata-rata proses pembelajaran di rumah semuanya berjalan baik.
Ada salah seorang anak yang menurut saya sendiri masih harus banyak mengejar ketinggalannya. Karena kasihan, saya coba hubungi orang tuanya melalui nomor di group yang diberikan wali kelas pada awal tahun pelajaran dulu.
Tidak nyambung, pesan WhatsApp pun tidak (belum) sampai. Akhirnya saya kirim SMS. Udah, lupa deh ga fokus dengan kesibukan lainnya.
Beberapa hari kemudian, si orang tua datang ke rumah. Minta informasi, kapan anak belajar, di mana nanti belajar. Saya coba terangkan, kan semua sudah lengkap informasinya ada di group. Lagian anaknya juga sudah tahu, kapan belajar dan di rumah siapa. Malah setiap besok mau belajar, malamnya, Fahmi selalu mengingatkan kepadanya. Anak itu kan mengaji di kami juga. Si anak tahu dan mengerti.
Tapi apa ibunya bilang, semua informasi gak sampai kepadanya. Hapenya ga ada kuota. Hapenya yang satu lagi dibawa anak pertama yang juga ada pelajaran jarak jauh. Banyak lah omongannya. Saya ya iya iya aja. Iya abis ya mau gimana? Pembicaraan seolah dia yang menguasai.
“Jadi kalau tidak ada kuota anaknya belajar bersama saja,” saya menyarankan.
“Tapi saya tidak tega kalau anaknya pergi sendiri ke tempat belajar. Sementara saya sedang sakit,” katanya. Saya cuma manggut-manggut saja. Udah merasa gak beres kalau dilayani.
Ia terus bicara ini itu. Bukan tidak mau kalah, mungkin sudah sifatnya begitu(?). Terlebih saya memilih banyak diam. Meski sebenarnya diam bukan mempersilahkan dia nyerocos terus, tapi karena setiap saya bicara, langsung ditimpali. Saya kasih masukan, langsung dibantahnya. Ya sudah, saya coba jadi pendengar yang baik saja.
Sampai anaknya yang kecil mulai rewel akhirnya pamit pulang. Padahal ga tahu itu jadi anaknya mau belajar apa gimana. Padahal maksud saya beberapa hari lalu menghubungi mau kasih tugas dari wali kelas yang sudah saya cetak. Biar bisa menyusul mengerjakannya. Tuh malah lupa. Abis ga kasih kesempatan buat saya jelaskan dan berpikir sih.
Mungkin itulah mengapa pentingnya untuk mengosongkan gelas ketika kita sedang menghadap pembicaraan orang lain, atau belajar sesuatu kepada orang lain? Pengalaman yang baru saja saya kisahkan adalah (minimal) supaya tidak malu. Tidak merasa diri sudah maksimal. Lebih jauhnya, supaya tidak dibenci oleh Sang Pencipta.
Luang mah ti papada urang. Siapapun, pasti memiliki kelebihan, disamping ada kekurangannya. Mengosongkan gelas, menurut saya semudah jadi pendengar yang baik. Sesimpel itu saja sih sebenarnya. Jadi bukan berarti lantas kita anggap sisi sendiri lebih bodoh, ya.
Di dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 18, Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Dalam salah satu hadist shahihnya, Rasulullah juga berpesan bahwa manusia harusnya bersikap rendah hati. Artinya, jelas sudah jika memiliki sifat sombong maka kita sudah melanggar perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Orang yang tidak taat tentunya wajar jika tidak disukai.
Saat berbicara dengan orang lain, bukankah ada etikanya juga? Disamping memperhatikan apa yg disampaikan orang, juga mencoba jadi pendengar yang baik agar permasalahan atau apapun yang dibicarakan bisa dipahami dengan baik. Alih-alih merasa sudah tahu, sudah tidak perlu diceramahi, tapi nyatanya zonk. Omdo alias omong doang. Tidak ada buktinya.
Padahal, tiada yang paling menyakitkan kecuali dibenci oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah bersabda yang artinya;
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan duduknya paling dekat kepadaku pada hari kiamat adalah orang yang akhlaknya terbaik di antara kalian. Sedangkan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara, suka ngobrol dan bermulut besar (sombong).”
Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak disucikan oleh-Nya, dan baginya adzab yang pedih; (yaitu) Orang yang sudah tua berzina, penguasa pendusta dan orang miskin yang sombong.” (H.R. Muslim)
Jangan sampai udah serba kekurangan, ditambah memiliki sifat sombong pula. Belajarlah mengosongkan gelas saat berhadapan dengan siapapun.
Orang tua kawannya Fahmi ini nampaknya kebanyakan mengeluh ya. Sepertinya dia punya perang dengan dirinya sendiri yang belum selesai. Makanya mau diberi input apapun juga nggak akan masuk, karena dia masih sedang berusaha keras mendengarkan dirinya sendiri.
Klop banget nih drngan apa yang disampaikan oleh Mba Vicky.
Yup, dan selain itu, sisi egonya puntak mau kalah, tak ingin terlihat kalah, maka dia pun sibuk menonjolkan diri sendiri.
Ini judul artikelnya cocok banget deh, Teh Okti! Hehe.
Memang ada saja sih ortu yg spt itu. Kadang serba salah juga karna disatu sisi kita kasihan. Sabar2 lah kita. Mengosongkan gelas dulu ini saya tercerahkan sekali
Wah, saya penasaran, nih. Rumah Teteh tuh memang difungsikan sebagai sekolah atau gimana, sih? Atau sebatas tempat anak-anak belajar bareng aja karena nggak datang ke sekolah?
Hihihi … Saya jadi kepooo. Bagaimana anak-anak belajar kan menjadi tanggungjawab orangtua, ya. Mau belajar sendiri ya silakan, mau gabung sama teman-teman ya boleh banget. Asaaal, sama-sama berkomitmen ketentuannya gimana. Begitu, bukan?
Kok dibawa ribet, siiih? Hihihi …
Terima kasih sudah mengingatkan yaa mbak. Intinya, kosongkan gelas saat berhadapan dengan siapapun. Hiks..ga kebayanglah kalau saya yang harus berhadapan dengan orangtua kawannya Fahmi itu 🙁
Paling sebel ya kalo ketemu orang seperti itu
Dia yang perlu tapi ga mau dengerin
Bener banget belajar di rumah ini banyak kendalanya. Kadang suka serba salah menghadapi orang yang terus berbicara ini itu, ya, Teh. Akhirnya aku pun memilih diam. Orang seperti ini memang ngasih pelajaran kehidupan biar enggak bersikap kaya dia.
Pengingat yang sangat jleb, Teh. Kalau sombongnya si miskin kayak gini “menolak bantuan karena menjaga harga diri dan sungguh-sungguh ingin berusaha” boleh nggak, Teh?
Aaah suka sebel memang sama orang yang suka cas cis cus, tapi sedikit mendengarkan. Apalagi pas kita ngomong, hobinya memotong pembicaraan. Sabaaarrr
duuh, untung Si Ibuk bukan ketemu saya deh, kalau ama saya udah ditinggalkan aja deh sekalian, gemesss deh Teh.
Anyway, terima kasih pengingatnya Teh, benar banget, apalagi jika di posisi si Ibuk itu, mendinglah legowo, sudah syukur anaknya mau dibantu belajarnya juga.
Setuju banget teh sifat yg palingbtidak di Suka Allah pun Sombong Jangan sampai udah serba kekurangan, ditambah memiliki sifat sombong hrs trus belajar memahami sesama
Pwlajaran berharga banget nih dari teteh
Terkadang, merasa diri paling benar paling susah ditanbah ngeyelan, semenyebalkan itu. Sampai sampai ada informasi baru, malah nggak bisa diterima. Jadi rugi sendiri.
Mendengarkan, lalu mengerti dan memahami. Tiga hal yang akan sulit dilakukan oleh seseorang jika hati dan logika tidak menemukan titik terangnya. Apalagi jika di saat itu pikiran sedang diserbu berbagai masalah serta tekanan. Menghadapi orang dengan tipe ini, biasanya saya perbanyak diam. Mungkin di saat itulah dia membutuhkan telinga untuk jadi pelampiasan keterpurukannya.
Kejadian seperti ini sering banget terjadi loh mbak. Beberapa kali bertemu dengan orang yang kelihatan sombong tidak mau belajar padahal tidak tau apa-apa. Ada juga yang memang uda gak punya apa-apa malah gak bisa dibilangin dan malah kelihatan angkuhnya.
Paling sebel orang kaya gini, dikasih solusi bukannya nerima atau diskusi gimana baiknya eh yg ada malah ngeyel alasan ini itu. Jadi gimana kita mau bantu kan?
Betul tuh teh okti, ilmu kosongkan dulu gelas. Krn lg perlu solusi jd gak usah pake debat apalagi orang yg bermasalah malah menguasai forum.
sabar dan tetap semangat mengajar ya teh, orang seperti itu pasti ada saja. tapi dimaknai aja kalo dia salah satu ujian buat teh Okti, gimana caranya kita tetap fokus sama tujuan berbagi. Ternyata ini sebabnya Allah kasih dia telinga dan satu mulut untuk lebih banyak mendengar daripada bicara ya. Semoga ortu temannya Fahmi segera dibukakan hatinya agar tak gitu lagi, hehe