Kenangan Bersama Ranjang
Apa yang muncul dalam benak ketika disodorkan sebuah kata: ranjang…?
Istilah laki-laki mata ke-ranjang? Istilah turun dan atau naik ranjang? Ada lagi yang lain?
Ranjang jadi salah satu benda yang saya amati lebih detail manakala siang tadi sampai di Wisma Balatkop Soekarno Hatta Bandung. Ya, sampai hari Kamis nanti saya memang akan berada di Wisma milik Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat ini untuk mengikuti acara Pelatihan Kewirausahaan bagi Wirausaha Baru Jawa Barat tahun 2018 yang diselenggarakan oleh UPTD Pendidikan dan Pelatihan Pengoperasian dan Wirausaha.
Padatnya acara yang pada tahun 2018 ini diikuti oleh 3000 orang peserta mengharuskan semua peserta yang terbagi ke dalam 120 angkatan ini menginap di wisma yang lokasinya berada di depan Pol DAMRI Cinambo. Karena itu setelah registrasi peserta pun diberi kunci untuk menempati kamar masing-masing.
Dan betapa tertegunnnya saya ketika membuka pintu kamar yang setiap kamar diisi oleh 4 orang itu langsung melihat ranjang kayu tingkat dua berwarna cokelat tua.
Ingatan saya pun langsung melayang kepada Emma dan Ariel, dua anak saya yang kini beranjak remaja di Taiwan sana.
Ingatan saya akan anak-anak majikan yang saya rawat dan besarkan seperti anak atau adik saya sendiri itu spontan tergali secara otomatis manakala saya melihat ranjang di wisma Balatkop yang mirip dengan ranjang di kamar anak-anak yang sekaligus juga kamar saya.
Saya masih ingat, saya kebagian tidur di ranjang paling atas. Sementara ranjang di bawah tidak pernah ada yang menempati karena saat itu anak-anak masih bayi dan batita. Merek tidur dalam box bayi di kamar majikan.
Di atas ranjang itu sambil pura-pura tidur saya belajar buka internet, belajar menulis dan belajar ngeblog di Multiply. Pura-pura tidur karena kalau ketahuan majikan saya suka dimarahi. Bukan tidak boleh belajar, mereka majikan saya justru sangat mendukung saya belajar. Hanya salah saya suka kebablasan kalau sudah asyik membaca, menulis dan atau sekadar berselancar di dunia maya. Majikan tidak mau saya kurang istirahat sementara saya tetap membandel. Karena itu kalau ketahuan larut malam saya masih belum tidur, majikan akan ngomel-ngomel.
Saya sendiri yang sangat antusias belajar mengenal lebih jauh dunia maya saat itu saat dilarang justru makin penasaran. Jadinya ya sambil pura-pura tidur itu.
Untuk sampai di kasur saya di bagian atas, lebih dulu harus menaiki anak tangga yang berwarna-warni bikin hati riang gembira. Anak tangga itu sebenarnya laci. Di setiap pijakan, papan penutupnya bisa dibuka. Saya ingat setiap laci alias pijakan anak tangga itu diisi mainan anak.
Berhubung di kamar wisma Balatkop ini saya salah satu peserta yang paling duluan datang, maka saya jugalah yang pertama kali melihat suasana dalam kamar, kelengkapan selama menginap dan tentu saja saya berhak memilih tidur di ranjang yang mana.
Pilihan saya jatuh pada rak ranjang di bagian bawah. Bukan tidak ingin mengenang masa-masa tidur di ranjang atas saat di Taiwan, Tapi lebih ke supaya tidak turun naik, juga karena posisinya dekat dengan colokan listrik.
Hahaha… gak dimana gak dimana ya pasti dah kelangsungan hidup matinya ponsel ini jadi barometer kenyamanan pemilik nya yang bergantung kepada gadget.
Kini sambil menahan kantuk yang sudah hampir tidak bisa saya bendung saya berada di ranjang yang mirip dengan ranjang anak-anak majikan yang penuh kenangan sambil kembali membayangkan berbagai kenangan terkait program eh ranjang ini.
Semoga dalam pelatihan selama empat hati ke depan ini saya bisa menyerap banyak ilmu dan lebih banyak membagikannya kembali. Amin.
Colokan listrik ini sudah jadi kebutuhan ya hehehe. Di kereta aku suka duduk dekat jendela karena dekat colokan listriknya 😀
Btw ini pesertanya banyak banget ya, 3000 orang.
Ingat waktu kecil saya tidur di ranjang tingkat sama adik.. Kalo skrg masih ada gak ya yg pakai ranjang kayak gitu?
Wah kamarnya dan ranjangnya sama kaya di balatkop jawa tengah mbak..
Pas ada pelatihan juga saya milih di bawah
Lebih karena inget berat badan hehehe
Sukses buat pelatihannya..
Teh judulnya bikiiin… Haha
Seru ih pelatihannya. Smg sukses belajar dan aplikasinya ya teh 🙂
Wah, kenangan akan ranjang tingkat ya. Kalo saya, ranjang tingkat itu impian waktu kecil. Seru aja kayaknya kalo bisa naik tingkat gitu. Dulu kalo nginep di rumah sodara, bobo di ranjang Paling atas itu rasanya keren. Tapi impian punya ranjang tingkat gak kesampaian. Di rumah banyak kamar soalnya. Ortu bilang gak perlu pakai ranjang tingkat. :))))
Semoga dari ranjang pelatihan kewirausahaan nantinya bisa bikin ranjang buat anak yatim piatu , hasil usaha teteh
Dengar kata ranjang malah muncul dua makna teh. hihihi. Etapi kalo saya lebih milih ranjang atas lo, secara badannya kecil, jadi gak berat turun naik dan goyangannya gak bikin ganggu.
Serius? Maksudnya mata keranjang itu dari mata ke ranjang? Hahaha. Btw, saya ingin punya kasur tingkat begini tapi setelah punya balita, khawatir dia jumpalitan di kasur.
Selamat pelatihan ya teh
Goodluck mba untuk acara WUB dan ranjangnya 😀
Kalau lihat ranjang susun tuh jadi ingat jaman dulu ya mba. Atau pas nginap di kapal tuh ranjangnya seperti itu. Ranjangnya susun
Zaman ngekos SMA dulu ranjang tidur ku dan teman persis seperti itu bertingkat hehe…