JAGO: Jargon Cianjur Menangkal Aura Negatif

JAGO: Jargon Cianjur Menangkal Aura Negatif

JAGO kependekan dari jujur, agamis, gesit dan optimis adalah jargon Kabupaten Cianjur sejak bupati Irvan Rivano Muchtar (IRM) terpilih dan dilantik. Melalui jargon JAGO, bupati dan jajarannya berupaya menyampaikan pesan, memompa semangat, serta mencontohkan kepemimpinan dalam rangka mencapai Visi Cianjur yang lebih maju dan agamis.

Hal ini menjadi salah satu langkah yang diambil IRM untuk melindungi warga Cianjur dari pengaruh negatif yang datang dari luar.

Tahu sendiri lokasi Cianjur yang cukup strategis terletak diantara jalur utama Bandung Jakarta. Menjadi tujuan wisata di bagian Cipanas dan sekitarnya serta berbatasan langsung dengan kota-kota yang telah lebih dahulu maju seperti Bandung, Sukabumi, Bogor dan Purwakarta.

Banyak pendatang di Cianjur yang selain membawa nilai positif juga membawa dampak negatif. Hal ini perlahan tapi pasti mulai menggerus nilai-nilai positif bahkan kearifan lokal Cianjur itu sendiri.

Kondisi alam Cianjur terdiri dari pegunungan, sawah, dan lautan yang dilambangkan dengan gambar yang memakai istilah sugih mukti, bahkan dalam filsafat bahasa ditambah sugih mukti tur islami. Harapannya tentu saja supaya Kabupaten Cianjur subur makmur loh jinawi dan mendapat ridho illahi. Warga Cianjur diharap bisa mempertahankan semua itu tanpa terusik dengan budaya dan gaya hidup negatif yang masuk dari luar.

Kondisi masyarakat Cianjur terkenal dengan 3M nya yaitu: Maos, Mamaos, dan Maenpo.

Maos berarti mengaji Al Quran. Kaitannya masyarakat Cianjur pandai mengaji dan aktif ikut pengajian. Hal ini tentu saja lebih baik daripada sekadar jalan tidak tentu, main tanpa tujuan dan kumpul-kumpul tanpa visi misi. Dengan mengaji warga Cianjur diharapkan bisa menjaga ahlak dan tata krama baik kepada diri sendiri, keluarga maupun orang lain.

Mamaos adalah istilah untuk pertunjukan kesenian khas dari Cianjur dengan alat musik tradisional khas Cianjur berupa kecapi dan suling. Sekarang banyak ditemukan miniatur atau patung dan maket kecapi suling baik di batas kota, gedung pemerintahan, sampai fasilitas umum lainnya berharap masyarakat Cianjur lebih mengenal dan mencintai kesenian tradisional khas Sunda berupa tembang cianjuran.

Menangkal nilai negatif dari luar diciptakan seni kolaborasi, antara kesenian tradisional yang disandingkan dengan seni kontemporer.

Melestarikan budaya dan seni tradisional cianjuran sebagai penangkal masuknya kebiasaan anak-anak muda perkotaan yang secara kasar tidak cocok dengan kepribadian dan ciri khas Cianjur itu sendiri.

Maenpo adalah seni bela diri. Melambangkan masyarakat Cianjur senantiasa siaga dan waspada dalam menghadapi semua tantangan.

Maenpo atau seni ilmu bela diri pencak silat ini berasal dari Cikalong yang bagi sebagian masyarakat di arti harfiahkan sebagai pencak silat atau panca solat. Panca Solat mempunyai arti masyarakat Cianjur taat melaksanakan kewajiban solat lima waktu.

Tidak hanya itu, langkah lain yang ditempuh pemerintah derah Cianjur dalm rangka menangkal energi negatif dari lingkungan luar masih ada beberapa diantaranya:

1. Dimulai dari mesjid. Semua langkah sebaiknya berawal dari tempat suci. Mesjid tidak hanya untuk sarana ibadah tapi juga jadi pusat komunikasi antar profesi, juga generasi termasuk tempat berdikusi.

Tujuannya untuk menumbuhkan kecintaan dan kesadaraan berjamaah. Berupaya memberikan teladan baik.

2. Sholat Subuh Berjamaah. Membiasakan menggerakan ummat dari hal positif sejak memulai rutinitas setiap hari. Diharap busa meningkatkan etos kerja, menjunjung integritas dan kekompakan.

3. Kampung Adat Pandanwangi. Perkembangan pertanian di Cianjur mulai terusik dengan berdirinya pabrik dan perumahan. Mencegah masuknya kaum kapitalis pemerintah daerah berupaya meningkatkan moratorium ijin perusahaan. Langkah tersebut dilakukan untuk memagari keberadaan lahan-lahan produktif di Cianjur dari ancaman alih fungsi menjadi pabrik.

Pertanian Cianjur harus lebih maju tapi dengan tidak menolak perkembangan global pembangunan lainnya.

Bertani secara organik kembali dicanangkan untuk melestarikan padi Pandanwangi. Pembangunan kampung adat Pandanwangi diharap bisa jadi pelestarian upaya sepuh-sepuh dan karuhun nenek moyang Cianjur.

 

oo0oo

Cianjur memang masih jauh tertinggal dibanding kabupaten lainnya di Jawa Barat. Namun dalam masalah budaya dan penangkal aura negatif dari luar pemerintah daerah terus mengupayakan. Cianjur JAGO semoga bukan hanya sebuah jargon, tapi bisa menguat di setiap jiwa dan raga warganya.

4 thoughts on “JAGO: Jargon Cianjur Menangkal Aura Negatif”

  1. Wah, keren jargonnya, Teh. JAGO: Jujur, Agamis, Gesit dan Optimis. Semoga jargon ini dapat diterapkan dengan baik, konsisten dan amanah, agar nilai-nilai positif serta kearifan lokal masyarakat dan budaya Cianjur tetap lestari, ya, Teh. 🙂

    Reply
  2. Baca tulisan ini jadi smakin yakin kalau Cianjur itu memang Jago. Apalagi punya 3 M itu. Dan masing masing teryata punya makna khusus ya teteh

    Reply
  3. Saya baru tau singleton 3Mnya teh,,,,, terus maju cianjur ya,,, mdh2an dg JAGO nya bnar2 bs mewujudkn ksejahteraan bg rakyt sekitarnya,hmmm mdh2an jgn bnyk perumahan biar rkyt Desa tdk kehilangan pnghasilan aslinya

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics