Blogger di Pengungsian

Saat tahu dari WhatsApp Group jika paman kami kena dampak gempa Cianjur, saya dan suami langsung mencari informasi bagaimana kondisinya. Namun pencarian informasi melalui saluran telepon tidak bisa maksimal karena selain sinyal timbul tenggelam, juga entah kenapa banyak saudara yang justru susah dihubungi. Mungkin tidak membawa ponsel, mungkin terlalu larut dalam kesedihan sehingga malas ngapa-ngapain, termasuk megang hapenya. Bahkan akhirnya saya tahu ada banyak yang hape tidak bersama pemiliknya karena tertinggal dalam reruntuhan atau hilang saat terjadi kepanikan akibat gempa. Karena itu sulit dihubungi.

Akhirnya suami memutuskan untuk datang langsung ke kampung tempat paman dan keluarga besarnya berada di Mangunkerta. Kampung yang memang cukup parah terkena dampak gempa, bisa dilihat kondisinya di berbagai liputan media, ya.

Meski Kamis ini H+3 dari hari kejadian gempa, tapi bagi kami tidak ada kata terlambat untuk terus mencari informasi. Bukan tidak ingin saat begitu kejadian gempa kami langsung terjun ke lapangan, tapi kan itu tadi, akses komunikasi terputus karena listrik mati dan internet juga ikut hilang, ditambah instruksi dari dinas pendidikan kabupaten Cianjur adanya Belajar Di Rumah (BDR) baru berlaku Kamis ini. Jadi otomatis suami dan anak baru bisa leluasa jadi team bringka lagi ya hari ini.

Sejak subuh kami sudah menyiapkan apa saja yang sekiranya diperlukan oleh paman dan saudara lainnya. Pokoknya yang ada dan sekiranya dibutuhkan serta bisa kami bawa langsung kami packing.

Ada kabar Presiden RI Kamis ini akan berkunjung ke RSUD Cianjur. Jika benar otomatis jalan-jalan di Cianjur tidak akan bisa leluasa dilalui. Kami mencoba berangkat lebih pagi. Menggunakan jalan tikus Alhamdulillah bisa melewati berbagai pos. Kalau lewat jalan utama ditutup dan dijaga aparat.

Hasil dari terobos sana terobos sini, hingga bisa menyaksikan sendiri, bangunan yang lebaran kemarin kami kunjungi masih berupa rumah keluarga dengan halaman dipenuhi sayur-mayur itu kini porak poranda. Yang terlihat dominan oleh mata hanya warna genting yang berserakan di depan kami. Rumah paman merata dengan tanah. Saya merasakan merinding dan air mata tidak bisa saya tahan, sangat deras bercucuran.

Kemana paman dan sepupu kami?

Sekian lama kami hanya diam dalam tangisan. Sampai matahari mulai nampak, orang berseragam orange mulai banyak berjalan hilir mudik. Mereka team rescue dan Basarnas. Banyak juga petugas berseragam lain. Semakin siang semakin banyak orang mungkin mereka relawan. Salah seorang bertanya kepada suami, kenapa kami ada di lokasi dan apa ada yang bisa mereka bantu?

Suami menjawabnya jika kami kehilangan paman dan sepupu. Rumahnya di lokasi yang kami injak ini, yang bangunannya semua rata dengan tanah.

Mereka tampak saling menghubungi pihak lain. Suami tetap ngobrol dengan mereka dan sempat-sempatnya bercerita jika dulu suami juga sering ikut acara Basarnas bersama Indonesia Mountain. Atau ikut latihan memanjat bareng di vertikal rescue. Ah mereka malah bernostalgia segala…

Sambil nunggu informasi itu saya bikin konten. Niatnya buat pribadi dan keluarga saja. Jadi saya gak memikirkan caption, angel, atau pencahayaan. Langsur hajar ngomong sambil rekam dan foto saja.

Biasanya kalau buat konten saya dibantu Fahmi, anak semata wayang. Tapi seperti memahami suasana berkabung, saat itu Fahmi menggelengkan kepalanya ketika saya ajak bikin vlog. Jadilah saya action sendiri.

Eh mungkin rupanya ada yang memperhatikan. Karena setelah merasa cukup saya ngerusuh sendiri, ada yang nanyain, Teteh katanya yutuber ya?

Saya tertawa dan jawab jujur saja, saya bukan yutuber, tapi saya blogger. Dia melongo. Lalu bertanya lagi emang blogger itu pa?

“Tadi saya lihat Teteh bikin video kan?”

Oh, saya baru paham. Mungkin karena saya bikin konten tadi makanya dia ngira saya yutuber.

“Enggak kok. Saya emang bikin video dan ambil foto tapi bukan buat diupload di YouTube. Saya buat untuk dokumentasi pribadi kami saja, buat penunjang tulisan saya di blog nanti.” Bisa saja video ini juga saya upload di TikTok atau Reels Instagram, yang nantinya saya embedded ke artikel di blog, bukan?

“waduh, bingung saya” katanya sambil garuk kepala.

Saya hampir melengos. Jaman now gitu lho, masa sih ada yang belum tahu juga apa itu blogger?

Sepertinya dia penasaran apa itu blogger. Tapi suami keburu memanggil saya mengatakan kalau ada informasi jika penghuni rumah di RT ini. Diungsikan ke tenda BNPB dan sebagian di tenda darurat dekat SD. Suami mengajak saya dan anak segera ke sana. Siapa tahu ketemu paman dan semua saudara.

“Saya pamit dulu ya. Kalau masih bingung dengan profesi blogger boleh main ke blog tehokti.com ya…”

Cus, Lah! Ga tahu dia paham apa enggak. Biarlah. Nanti kalau urusan saya di pengungsian selesai dan kami bisa bertemu lagi, dengan senang hati akan saya jelaskan lebih detail apa itu blogger dan kenapa saya lebih bangga menyebut diri seorang blogger daripada yutuber.

Bersambung gak?

14 thoughts on “Blogger di Pengungsian”

  1. Miris benar sih. Di sekitarmu juga masih asing dengan profesi blogger, Teh. Malahan dikiranya, aku mah nggak punya kerjaan. Cuma mantengin laptop doang.

    Anyway. Semoga semuanya segera membaik ya, Teh. Bismillah.

    Reply
    • Alhamdulillah, rumah saya hanya retak dan genting pada mlorot. Bolong bolong gitu.
      Paman dan keluarga saya masih di pengungsian. Cuaca buruk, jalan akses masuk ditutup pasukan TNI dan petugas lain. Kami jadi ga bisa keluar masuk lagi

      Reply
  2. Lekas pulih untuk Cianjur dan juga Teteh sekeluarga.
    Bersambung dong Teh ceritanya, karena jangankan Cianjur tempat daku juga masih ada yang nggak engeh sama Bloger itu apa hehe

    Reply
  3. Lihat berita-berita dan banyak foto di media on-line dan media sosial, ternyata dampak gempa 5 SR itu sangat luar biasa ya Teh. Skala angka gempanya sesungguhnya tidak terlalu tinggi, tapi kondisi bangunan dan tanah di Cianjur mungkin sangat rentan dengan kerusakan. Apalagi kabarnya sentra titik gempa ada di seputaran Cianjur dan sekitarnya.

    Semoga Teh Okti dan keluarga besar dalam keadaan aman, sehat walafiat. Meskipun ada kerusakan rumah dan barang-barang semoga tidak menyebabkan/memakan korban jiwa.

    Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.

    Reply
  4. turut berduka atas musibah yg menimpa Cianjur dan Teh Okti serta keluarga besar.

    Semoga diberi ketabahan dan keikhlasan hingga bisa segera bangkit kembali membangun Cianjur.

    Lanjutkan ceritanya ya teh..

    Reply
  5. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un semoga segera pulih ya Teh

    bingung pastinya melihat bencana dan terlibat di dalamnya

    oiya teh, kenapa gak upload videonya di youtube trus linknya dimasukin ke blog

    supaya video tersimpan dan ketika diunggah ke blog kapasitasnya udah gak segede aslinya

    hanya usul lho ^^

    Reply
  6. Ya Allah..baca gini keingat kejadian gempa Lombok di tahun 2018 lalu. Apalagi blas saya sebelumnya gak pernah merasakan gempa saat di Makassar. Kaget, takut, khawatir..apalagi ada anak-anak. Anak saya berusia 7 tahun dan 7 bulan saat itu.

    Rumah retak sana sini, barang-barang berantakan, beberapa bagian ada yang jatuh plafonnya. Tapi masih bersyukur karena rupanya, tentu ada yang lebih parah dari kondisi kami. Traumanya minta ampun deh, selama berbulan-bulan gak berani ke tempat ramai, gedung tinggi, juga ke pinggir pantai. Karena saat itu gempanya komplit dengan peringatan akan ada tsunami (karena skala 7 ke atas)

    Lekas pulih yaa Teh Okti dan teman-teman di Cianjur sana. Semoga bisa kembali kuat fisik maupun psikis menghadapi hidup seperti sedia kala. Aamiiin

    Reply
  7. insyaAllah recovery cepat untuk Cianjur, dan sehat untuk seluruh keluarga besar teh Okti. Ingat kota Cianjur jadi ingat pula sama mantan tetangga depan rumah orang asli Cianjur hihihiii

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics