Kamu tahu barang yang terbuat dari kaca atau gelas? Kalau sudah retak apakah barang tersebut masih bisa digunakan?
Kalau orangnya rajin dan ulet, bisa saja, tapi kalau tak mau ribet, buat apa dipertahankan? Mending beli yang baru saja. Toh diperbaiki bahan kaca atau gelas itu tetap akan ada bekasnya, bukan? Alih-alih bisa berfungsi dengan baik, yang ada justru bisa melukai dan mencelakakan.
Memang, serpihan kaca atau gelas yang retak itu, atau bahkan yang sudah hancur itu andai dikumpulkannya kembali, disusun sedemikian rupa, dilem, disatukan sebagaimana awalnya dan dibentuk seperti semula, akan kembali ke bentuk awal. Meski dikerjakan oleh tangan profesional sekalipun, sesuatu yang sudah rusak, tetap saja ada bekasnya ya?
Begitu juga dengan hati manusia. Hati manusia tidak bisa dilihat begitu saja karena sebagaimana peribahasa, hati dan perasaan itu lebih dalam dari dalamnya lautan. Tidak bisa diselami.
Andai hati dan perasaan yang dijaga sedemikian rupa itu sudah tersenggol, baik disengaja maupun tidak, menimbulkan keretakan, kemudian menunggu waktu hancur, apakah bisa sedemikian pula bisa kita perbaiki sehingga kembali kepada kondisi semula?
Saya rasa tidak. Terhadap sang pemilik hati yang tangguh dan kuat sekalipun. Jika sudah disakiti, rasa sakit hati itu pasti ada dan membekas.
Banyak psikologi mengatakan perbaiki masalah keretakan hati dengan ikhlas dan memaafkan. Bisa saja, tapi dengan memaafkan dan mengikhlaskan, bukan berarti bisa melupakan, bukan?
Malah bisa jadi, keretakan yang memunculkan luka itu akan kembali menganga dan memunculkan perih yang baru manakala sang pemilik hati mengingat semua peristiwa penyebab kelukaan hatinya itu. Jadi bisa saja bibir mengucap saya sudah memaafkan dan mengikhlaskan namun ketika mengingat peristiwa itu luka yang sudah mengering bisa kembali terkuak.
Begitu dalamnya luka hati yang bisa dialami siapa pun menjadi pelajaran untuk kita bahwa jangan sampai mempermainkan perasaan apalagi sampai melukai hati. Terlebih kepada orang terdekat yang sangat kita kasihi.
Keluarga itu, dilempar kejauhan, digapai malah tidak tersentuh. Artinya ada masalah atau tidak, keluarga akan tetap berada dalam lingkungan kita dan mau tidak mau karena itu kita akan bersinggungan seterusnya. Bayangkan jika ada kelukaan diantaranya, lalu bagaimana cara memaafkan dan mengikhlaskan jika persitiwa yang menjadi penyebab masalah kelukaan akan dengan mudah muncul depan mata?
Satu hal yang bisa kita usahakan sebelum semua terlanjur kejadian, ialah mencoba tidak membuat keretakan dalam sebuah hubungan. Andaikan tanpa sengaja harus kejadian pun sebisa mungkin segera memperbaikinya, dan tentu saja tidak mengulanginya.
Kaca itu, sekali retak saja dibentuk kembali untuk jadi seperti semula sangatlah susah. Bagaimana jika keretakan yang dibuat dilakukan sampai berkali-kali? Orang bodoh saja rasanya yang lalu berniat menyatukan semua serpihan kaca itu untuk dibentuk kembali seperti semula.
Sama seperti hati, meski bukan terbuat dari kaca, namun jika sekali dilukai, mungkin masih bisa diperbaiki. Luka yang kedua kali kita coba perbaiki lagi. Sampai tiga kali, dan seterusnya, coba saja perbaiki terus, meski hasilnya bisa disimpulkan sendiri bagaimana? Bayangkan bagaimana hasilnya kain yang sudah koyak, ingin dibentuk jadi pakaian yang menutup aurat?
Hati, jiwa, dan perasaan adalah hal yang tidak bisa dicoba-coba dalam menjaga dan melindunginya. Sekali mendapatkan kelukaan maka sekian lama bekas lukanya akan tetap tertinggal.
Namun pada kenyataannya, seseorang tidak bisa lepas dari penyakit hati yang dampaknya bisa menyakiti hati yang lain. Muhasabah bisa jadi salah satu cara untuk memperbaiki hati, melatih dan membersihkannya.
Pokoknya jangan luka hati perempuan karena gelas gelas kaca tidak bisa di perbaiki dengan lem korea.
Bersikap baik, taat kepada Allah dan tanggung jawab keluarga maka perempuan akan mencintaimu selamanya
Keretakan dalam hubungan
Saya setuju kalo antar teman/tetangga/kerabat hal tsb bisa terjadi
Tapi antara anak – ibu – bapak, jika retak pasti ada sesuatu yang keliru ya?
ya ampun, gelas-gelas kaca hafal dengan istilah ini, kok berasa tua banget ya..
aku termasuk golongan manusia super sensitif. sampai hari ini berusaha lebih santai, woles, meski ngga mudah. makanya juga berusaha keras menjaga omongan agar tak menyakiti orang. karena merasa sendiri, sakit hati itu macam apa.
Analoginya mungkin sama dengan dinding yang dipaku dan sudah rusak. Mau ditambal dengan bahan atau alat apapun tetap tidak akan semulus saat dindingnya tak terluka. Retaknya masih akan bertahan kecuali jika dinding tersebut diruntuhkan total. Kata IKHLAS pun tidak seringan itu karena maknanya sampai ke hati dan ingatan. Kalau masih terus menerus muncul di ingatan berarti sesungguhnya kita belum ikhlas.
Jadi inget judul lagu jadul hehe.. tapi memang benar, perasaan dan hati harus dijaga biar tetap utuh..
Muhasabah diri itu sangat penting, serta didukung juga sama keinginan diri untuk berubah agar sama-sama saling menghargai bukan melukai.
Bener sih ya cara memperbaiki hati itu dengan maaf dan ikhlas, tapi pasti butuh proses dan perjalanan yang panjaaaaaaang. Belum lagi soal kenangan juga yang susah susah gampang dilupakan..
Urusan memaafkan tapi nggak semudah itu melupakan memang benar adanya. Kadang kita memilih untuk menjauh sih. Bukan karena kita nggak memaafkan. Tapi kita ingin menjaga hati agar nggak retak untuk kesekian kalinya gitu.
Bener mbaa aku jg termasuk orang yang maafinnya lamaa huhu. Ya gitu laahh, jadinya perlu ngalihin diri dulu gitu
aku juga tipikal orang yang susah memaafkan. Mungkin bisa, tapi pastinya sikap saya tdk akan kembali seperti semula.
Judulnya sudah kayak puisi atau lagu, teh. Sedikit terbesit kurang cocok dengan orang lain hal biasa. Namun memilih untuk menyakiti atau tidak itu adalah keputusan. Memang penyakit hati bisa ada, tinggal bagaimana cara kita agar tak menyakiti orang lain lah, yang menjadi keputusan individu
Memaafkan bukan berarti melupakan. Setuju Teh, memaafkan mungkin rasanya mudah dalam kata-kata, namun tanpa ketulusan dan rasa ikhlas, sepertinya akan tetap berat di hati. Melatih hati agar tidak serapuh kaca inilah yang penuh tantangan ya. Setidaknya kita selalu berusaha untuk tidak menjadi pihak yang membuat gelas-gelas kaca retak.
Kalau hati sudah terluka, pecah, ambyar…berkeping ya sulit untuk disatukan lagi. Maka muhasabah diri ini penting untuk memperbaiki hati , melatih dan membersihkan agar tak menyakiti hati orang lain jika diri tak mau juga disakiti