Ajak Balita Naik Gunung? Siapa Takut! Berikut Persiapannya
Hari ini, tanggal 3 Agustus, tepat 3 tahun 5 bulan usia Fahmi, putra kami. Dan nanti saat usianya 3,5 tahun kami berencana akan mengajak nya untuk berpetualang. Bukan petualangan seperti biasa, melainkan mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah. Ya, insya Allah jika tidak ada halangan kami akan mendaki Gunung Slamet 3.428 meter dpl.
Naik gunung bawa balita?
Ya, tidak salah. Dan itu tentu saja sudah kami rencanakan matang-matang, sejak Fahmi masih dalam kandungan (bahkan!). Tahu kan kalau saat hamil oleh Fahmi, usia 3 bulan saya naik (gunung) Semeru dan kandungan menuju 7 bulan, saya naik (gunung) Rinjani? Karena itulah kami menanti sekian tahun, untuk bisa kembali melakukan pendakian bersama buah hati.
Baiklah, tanpa harus panjang lebar perencanaan apa saja yang sudah kami siapkan?
- Niat
- Tujuan
- Transportasi
- Perbekalan meliputi logistik, pakaian, alat dan keperluan anak.
Secara singkat, perencanaan kami memang simple. Mungkin karena saya dan suami mempunyai hobi yang sama. Sering melakukan pendakian bersama (kecuali saat ke Gunung Kerinci) sehingga pandangan dan pemikiran tentang mendaki gunung, temasuk membawa anak (balita) hampir sama. Intinya kami saling mendukung satu-sama lain. Bersyukur atas semua ini, kalau saya suka mendaki gunung dan suami tidak, pasti akan lain lagi ceritanya.
Niat kami pastinya baik. Mengajak anak meski masih balita untuk naik gunung, selain menanamkan rasa cinta alam dan lingkungan (ini istilah yang sudah basi sebenarnya) juga menanamkan semangat serta percaya dirinya. Percaya atau tidak, Fahmi memang sudah punya keinginan sendiri untuk naik gunung (padahal belum tahu gunung itu seperti apa kondisinya) Mungkin ini akibat racun dari melihat foto-foto emak sama bapaknya yang kebanyakan sedang di gunung, di tenda, di alam bebas, dan itu semua membuat Fahmi ingin seperti kami (mungkin).
Fahmi sudah cukup besar dan tidak mungkin kami terus bohongi. Kami tidak bisa bilang mau mendaki gunung sementara Fahmi dititip di neneknya. Pun tidak tega bohongi Fahmi ada urusan kerja supaya Fahmi tidak ikut sementara Fahmi nangis dalam pelukan neneknya menanyakan ayah dan ibu, kami malah asyik api unggun di puncak gunung. Tidak mungkin (lagi) makanya Fahmi kali ini sepaakat kami ajak.
Tujuan kami matang Gunung Slamet. Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Semeru. Rute yang akan kami tempuh sudah direncanakan naik melalui jalur umum dan standar, yaitu dari Blambangan, Karangreja Purbalingga. Inginnya sih mencoba jalur dari Pemalang yang baru saja diresmikan tahun 2013 bertepatan dengan tahun kelahiran Fahmi, namun karena bawa balita dan kami belum tahu pasti kondisinya, maka kami mengesampingkan dulu jalur melalui Dhipajaya ini.
Transportasi pun sudah kami perhitungkan jauh sebelum tanggal keberangkatan ditentukan. Meski kami dari Cianjur, kami berencana akan naik kendaraan umum dari Jakarta. Tidak pakai kendaraan pribadi? Hehe… itu bukan tipe kami (bukan masalah punya atau tidaknya kendaraan sendiri) tapi jalan ngebackpack memang itu yang sudah kami jalani dan akan kami perkenalkan kepada Fahmi. Kelak jika Fahmi sudah tahu dan merasakan, terserah pilihannya masih mau jalan ala backpcker atau jalan ala pengantin baru.
Perbekalan tentu saja menjadi hal yang tidak mungkin kami sepelekan. Terlebih bawa balita, orang dewasa saja saat mendaki gunung itu masih saja ada yang seperti pindahan, kok! Carrier isinya bagai kulkas dan isi dapur. Hihihi, emang mau tinggal di gunung seberapa lama ya?
Kami dapat informasi jika kondisi Gunung Slamet dikenal cukup sulit karena di sepanjang jalur pendakian tidak ada sumber air. Jadi, persediaan air nanti harus kami perhatikan. Termasuk kondisi cuaca, biasanya kabut (gunung) Slamet tidak bisa diprediksi. Karena itu perlengkapan jadi hal wajib yang harus disiapkan. Kami tidak ingin kedinginan karena kurang pakaian, atau tidak sampai di Tugu Surono tepat waktu untuk melihat sunrise karena lupa bawa headlamp.
Dari kesemuanya itu tentu saja bertumpu pada doa dan harapan. Karena bagaimana pun rencana kita, tetap yang menentukan hanya Tuhan YME. Semoga rencana kami ini ada dalam lindungan Nya, lancar dalam segala urusan hingga bisa menjadi perjalanan yang bermanfaat.
Cerita tentang naik gunung dan seputarnya bisa dilihat di Blogger (Pendaki) Gunung
Duh pengen banget ini ngajak io naik gunung. Izin watermark ya mbak
Ayo Mak. Mari…
Senang kalau bisa barengan malah
semoga lancar dan selamat sampai kembali pulang mba…wah kalau saya mah ga berani ngajak balita naik gunung xixix kalau pun main ke gunung ga manjat tapi jalan-jalan biasa
Amin… Terimakasih Mbak
Samaan mb, hiking emang seru. Pengen coba bawa anak inshaallah kalo udah dikasi 🙂
Ditunggu ceritanya ya Mbak
Semoga lancar semuanya ya mbak.
Duh naik gunung yang kebayang capeknya hihi, jalan dikit aja aku sudah ngos-ngos an, nggak pernah olah raga sih *omelin diri sendiri 😀
wah keren banget mbak sdh punya cita2 ngajak si kecil naik gunung, aku nyerah deh.. good luck ya mbak 🙂
Wo’oo..saya baru tau kalo teh Okti suka mendaki gunung. Slamet tracknya lumayaan ajiib..selamat berpetualang ^_^
Hebat fahmi.. Udah ke rinjani, semeru… Sekarang ke selamet
Kreeeennn….
Ke Gede samping rumah malah blm Om, hahaha