Membawa Balita Naik Gunung? Kenapa Tidak? Ini Kiatnya!
Baru saja posting sebagian foto mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah bareng Fahmi di media sosial, sudah banyak yang berkomentar baru kemarin dari Gunung Purba Nglanggeran Gunung Kidul Yogyakarta, kok sekarang sudah bisa mendaki Gunung Slamet sembari bawa balita? Apa tidak capek dan rempong?
Capek ya pasti, tapi tetap dinikmati sebagai risiko dari kemauan yang bisa dibilang mungkin cukup nyeleneh ini. Perjalanan Cianjur – Yogyakarta pulang pergi, dilanjut Cianjur Jakarta – Purbalingga secara berturut-turut tentu saja membutuhkan energi dan stamina yang lumayan. Apalagi perjalanan yang dilakukan bukan perjalanan yang VIP, melainkan perjalanan dengan low budget dan sarana minim alias modal backpacker.
Bukan tanpa alasan memang kami melakukan kegiatan mountaineering ini. Semua berawal ketika saya diagendakan mengunjungi Gunung Api Purba Yogyakarta, sang mantan pacar alias ayah Fahmi menyampaikan jika ia ingin pada bulan September yang juga sekaligus sebagai bulan kelahirannya itu keluarga kecil kami melakukan camping ceria.
Tidak perlu jauh, yang penting kebersamaan yang berkualitas. Pilihan lokasi ya seperti rencana sebelumnya, tidak jauh dari tempat tinggal karena dengan membawa anak segala sesuatunya memang harus dipersiapkan matang-matang.
Namun pucuk dicinta ulam pun tiba, awal Agustus teman-teman yang tergabung dalam satu komunitas pendaki menginfokan jika awal September akan mengadakan pendakian ke Gunung Slamet. Rencana kami pun bergeser dari yang mau nge-camp di wilayah Parahyangan saja menjadi loncat ke daerah Purbalingga dan Pemalang. Menuju puncak Slamet, 3428 mdpl sebagai gunung tertinggi di Jawa Tengah dengan rute naik melalui Bambangan dan turun via Guci.
Nah, tentu saja petualangan mountaineering ini cukup menantang apalagi buat emak-emak kaya saya dan Fahmi yang masih balita. Selain lokasi kegiatannya yang berada di ketinggian yang identik dengan tebing, bebatuan, suhu ekstrem, lembah, ngarai, sungai, dan pemandangan di atas awan, untuk menjalani mountaineering ini tentu saja dibutuhkan kesiapan fisik dan stamina yang baik.
Yang pasti mau naik gunung selain harus punya kesiapan rencana yang mantap juga tubuh harus sehat. Untuk itu olahraga teratur sangat diperlukan. Selain itu tentu saja harus bebas dari ketakutan dari semua hal-hal yang berkaitan dengan tempat-tempat tinggi.
Alat dan sarana pun harus diperhatikan. Carrier, bekal makanan, botol air, jas hujan dan pakaian yang menyesuaikan kondisi cuaca gunung, sepatu gunung, tenda, misting, trangia, topi dan kacamata, peta dan kompas, pisau, korek, senter, alat tulis, dan matras itu semua adalah kebutuhan wajibnya.
Terbayang bagaimana berat dan lelahnya mengarungi medan terjal dengan bawaan semua itu. Apalagi khusus kami ditambahi beban berat membawa anak. Meski sesekali Fahmi minta jalan sendiri, namun sebagai orang tua yang mengkhawatirkan keselamatan balitanya, suami memilih untuk menggendong dan membopongnya. Kalau saya sih jelas angkat tangan. Jangankan nanjak sambil gendong anak, bawa carrier dan diri sendiri saja sudah ngos-ngosan habis.
Tapi alhamdulillah meski kaki pegal-pegal buah perjalanan hill walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking sepulangnya ke rumah kami langsung bisa melanjutkan aktivitas dan pekerjaan rutin. Saya masih bisa up date job baik di dunia maya maupun pekerjaan wajib sebagai ibu rumah tangga. Begitu juga suami langsung ngajar ke perbatasan Cianjur – Bandung.
Yang buat banyak orang terkagum-kagum adalah kondisi Fahmi. Ya, bocah 3,5 tahun itu tetap ceria, tetap sehat dan terus belajar dan bermain seperti biasa. Tak tergambar gurat lelah atau sakit imbas dari perjalanan jauh dan cukup ekstrem untuk anak- seusianya. Banyak yang bertanya apa kiat khususnya hingga balita bisa muncak dengan kondisi tetap fit?
Sampai di puncak, Fahmi memang sempat jadi selebritis dadakan. Banyak banget para pendaki lain yang minta foto bareng dengannya. Dan saya sempat bingung mau jawab apa ketika ada yang tanya anaknya suka makan suplemen tidak? Kok bisa sehat dan bugar begitu.
Saya lupa kalau beberapa bulan terakhir ini kami memang mengkonsumsi suplemen makanan kesehatan Sun Chlorella. Suplemen ini bisa dimakan anak-anak jadi bisa untuk konsumsi satu keluarga. Suplemen yang terbuat dari ganggang hijau air tawar Chlorella pyrenoidosa ini sangat disukai Fahmi. Katanya seperti makan kacang dengan rasa nori, hahaha!
Saat mendaki gunung pun kami tidak lupa membawa suplemen makanan kesehatan Sun Chlorella ini sebagai bekal. Dengan kandungan gizi lengkap dan alami seperti protein, beta karoten, klorofil, Chlorella Growth Factor,serta vitamin dan mineral cukup untuk menunjang stamina dan kesehatan tubuh.
Saat Fahmi mogok jalan, saya mengiming-iminginya dengan beberapa butir kacang dengan rasa nori ini. Sehari tidak lebih dari lima butir, sesuai dengan takaran makan untuk anak dan dikonsumsi sebelum makan.
Kami yakin dengan mengonsumsi suplemen makanan kesehatan Sun Chlorella ini punya nilai baik:
- Kandungan nutrisinya yang lengkap dapat menjaga kesehatan
- Dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh
- Mengandung antioksidan berguna untuk mencegah penyakit
- Mengandung protein dan asam nukleat yang mampu merangsang peremajaan sel
- Merangsang pertumbuhan bakteri menguntungkan bagi tubuh
- Membantu detoksifikasi
- Membantu penyembuhan luka
- Anti radang
- Memiliki manfaat dan kebaikan sayur-sayuran
- mengandung klorofil tinggi
Mungkin itu salah satu rahasia kami si keluarga petualang ini bisa melakukan petualangan beberapa kali dalam jeda waktu yang tak begitu lama. Tanpa kami sadari, suplemen makanan kesehatan Sun Chlorella telah menjadikan stamina badan kami sehat dan kuat.
Tidak sulit mendapatkan suplemen makanan kesehatan Sun Chlorella ini karena sudah bisa dibeli secara online di Gerai CNI melalui link afiliasi ini.
Wah keren teh Okti bawa balita ke gunung. Saya sih pernah naik gunung, dulu waktu masih single. Sekarang malah belum lagi. Eh, tapi kalau sekedar bukit, gunung kecil dekat rumah pernah denk…
Iya Mbak, alhamdulillah kesampaian, dan Fahmi malah ketagihan
Baru saja sampai rumah, sudah ngajak ayo kita ke gunung lagi, katanya, hahaha!
Wah, cita-cita saya banget ini. Ngajak krucil ke gunung. Asyik kayaknya ya. Kemping, api unggun. Tapi sampai sekarang belom berani. Mungkin nanti klo si bungsu udah 4-5 tahun meureun. Takut sakit atuda. Hehe.. Bosrn nya teh ka kota wae mah.
sekarang banyak even organizer trekking yang memfasilitasi family trip, Teh
ke Gunung Prau cocok kalo untuk bawa batita…
Manfaatnya banyak sekali ya dari produk CNI ini. Teh aku kok jadi mupeng pengen naik gunung lagi neh. Seru kali ya, dah lama ga kemping.
Ayo Teh, berolahraga, hehehe… Biar sehat selalu…
Wah keluarga petualang yang kereenn….
Terimakasih
Mantap Fahmi!!! Naik gunung euy, hebattttt
Jadi inget pas ke Tahura 😀
Ayo Teh jadikeun ka Cianjur, urang trekking ka Curug Ngebul
wah saya mah ga berani ngajak balita naik gunung, kalau pernah ada rencana sama pak suami ngajak anak ke gunung ya ga smp naik cuma di bawahnya trus camping hehhee kayak di cibodas gitu heheh
Untuk pengenalan kepada anak, yang penting di alam terbuka saja Mbak Cibodas ya cukup bagus. Gunung Prau juga bagus tuh bawa anak.
Kalau kami sih, bawa anak ke Slamet ini malah anaknya yg minta, hehe…
Saya salut kepada teman-teman yang mempunyai hobi hiking.
Ini salah satu cara mensyukuri nikmat Tuhan ya
Salam hangat dari Jombang
Terimakasih Pak…
Di Jombang terdekat ada gunung apa Pak? Hehe… Manjat bareng yuk Pak
Wah salut mbak.. saya aja nggak pernah naik gunung.. ngebayanginnya udah pegel duluan hahaha
Kalau bisa sih naik gunung pakai sepedamotor ya Mbak Yat, hahaha…
Ih hebat euy si teteh ini, kebayang hah heh hoh jalan nanjak sambil ngegendong carrier + anak
Yang gendong anak mah da ayahnya, bukan saya
Hihi…
Info yg menarik sist. Aku aja pergi ke gunung wisata sendirian aja udh tepar. Apalagi bawa anak2
Iya saya juga ngos-ngosan nih Mbak. Hehe…
Nice content. More informative.