Damai dengan Dendam

Damai Dengan Dendam

 

Semalam kucing di rumah bikin ribut. Cakar-cakaran sampai suaranya bikin orang tidur pada kebangun. Pengennya setelah anak dan suami berangkat sekolah gogoleran lagi, melanjutkan tidur semalam yang tertunda. Tapi melihat cuaca mendung begini mana bisa? Cucian kapan selesainya?

Meski harus mengalahkan rasa malas akhirnya bangkit juga untuk membereskan tugas negara. Nyuci dan menjemurnya setelah pakaian siap dijembreng walau matahari tidak juga memancarkan kekuatannya. Kalau begitu jelas gak bisa gogoleran santuy, yang ada mata waspada melihat mendung yang menggantung. Telinga runcing berdiri seandainya mendengar suara jatuhan air di atap seng, refleks kaki harus lari untuk ngangkat jemuran supaya tidak lagi kebasahan.

Jadinya nongkrong sendiri menunggu pakaian mengering bermodalkan tiupan angin. Tiba-tiba lewat si kucing yang semalam bikin keributan. Mungkin lapar, ia menggelendot di kaki sambil mengibaskan ekor yang tidak seberapa panjang.

Dalam hati saya ngedumel. Gara-gara kamu waktu tidurku jadi tidak nyenyak. Tapi si kucing malah menatap menggemaskan. Apa? Kamu lapar? Nyari makanan sendiri sana. Minta sama aku masak saja belom. Tapi si kucing terus mengeong, mana ngerti dia kekesalan dan dendam saya?

Dendam kok sama kucing? Gak malu apa? Pikiran dan hati saya saling bersahutan.

Gaya banget di luaran. Ingin begini ingin begitu semua yang baik-baik dijabarkan. Takut orang gak tahu kalau resolusi di tahun baru adalah menjadi diri yang lebih baik. Padahal kalau tahu gimana dalemannya, ternyata tetap saja rongsokan hancuran tahun lalu. Banyak dendam, kotor hati dan penyakit jenis lainnya.

Tiba-tiba saya ingin menertawakan kelakuan sendiri. Ternyata setiap tahun resolusi tidak pernah terbukti penyebab utamanya ya kondisi hati. Mau gimana nabung buat traveling kalau menerima job disertai nyinyir ke pemberinya. Atuh meureun tidak berkah? Gambar gembor nyuruh orang bayar hutang sementara hutang saya pada diri sendiri, mau begini, mau begitu dan itu entah sejak tahun mana– belum juga terpenuhi. Burukeun lunasan atuh kalau masih punya rasa malu mah. Kata sisi lain dalam hati saya bersuara.

Tidak mudah ya berbaikan dengan perbuatan baik itu. Ingin merangkulnya namun selalu jauh dari jangkauan. Padahal jika sejak dulu saya tahu, menerima kondisi dengan lapang dada adalah sebuah perbuatan baik nan mulia. Pakai sok istilah tidak mudah; ngaku jauh dari jangkauan segala, padahal tinggal menurunkan kadar egois sedikit saja, cukup dengan membuka sedikit pintu hati untuk bisa berdamai dengan keadaan, itu malah membuat pondasi terkuat untuk membangun berjuta-juta kavling kebaikan.

Kucing mengeong lagi. Sudut mata menangkap langit tidak begitu gelap. Refleks tangan mengajak si kucing yang menyambut dengan antusias. Saya ingat ikan pindang masih ada. Si kucing pasti lahap menyantapnya.

Ngasih makan kucing? Gak jadi dendam? Bukannya semalam kucing itu yang bikin tidur tidak nyaman?

Ah pergi deh jauh-jauh. Damai dengan dendam sesekali apa salahnya? Meski terasa berat kalau sering dilakukan percaya bakal biasa dan jadi bisa.

Semoga dengan belajar damai sama dendam, hati lebih sering pula belajar banyak dibersihkan dan kalau hati sudah damai, aura nyaman akan keluar dengan sendirinya.

Damai dengan dendam ini bisa jadi langkah awal mewujudkan resolusi 2020. Ibarat nyapu lantai, kalau sapunya belepotan lumpur, sekinclong apapun keramik yang dimiliki tetap lumpur yang kelihatan.

Jadi hati kita dulu harus bersiiih… ya, Bu?

21 thoughts on “Damai dengan Dendam”

  1. Bener, Teh.
    Bebas dari dendam itu bener-bener memberikan “peace of mind” kadang nyesel kenapa ga dari dulu saja, akan ettapi balik lagi semua kan atas ijin-NYA jadi semua ada pada waktunya sendiri.
    Dulu saya selalu bilang ke suami “saya memaafkan tapi jangan minta saya melupakan” itu terus kalau dinasehati suami buat ihklas memaafkan. Tapi, alhamdulillah,,,beneran Jurnal Syukur membuat saya berlahan bisa mulai berdamai.

    Thansk for sharing this, Teh.

    Terima kasih, terima kasih 🙂

    Reply
  2. Iya bener mba.. Walau kadang jengkelnya minta ampun sama sesuatu/seseorang jangan sampai menyimpan dendam. Itu bisa jadi penyakit.. Berusaha berdamai dengan hati & keadaan. Aku masih terus belajar untuk memaafkan & melupakan hal apa pun

    Reply
  3. Memang susah sekali berdamai dengan dendam teh, tp suami slalu menjadi pengingat “jgn ada dusta di antara kita” ups itu mah lagu ya.
    Tp beneran kl kita berdamai dengan dendam hati tuh rasanya tenang ajh, ibaratnya org berbuat dzolim sama kita tp kita lepasin ajh pasrahin ke Allah jadi hati tenang bgt.

    Reply
  4. Kucing nya siram air saja kalo gemesin.

    Kalo aku tidak pernah bikin resolusi atau rencana baik tahun ini atau tahun sebelumnya, karena malas. Tapi memang sebaiknya bikin resolusi biar ada semangat kali ya?

    Reply
  5. Katanya marah dan dendam memakan energi sangat banyak dari tubuh kita, tapi sulit nya minta ampun untuk diri ga ngedumel sehari aja luar biasa ga bisa nahan
    Kalau mbak di bangun kan oleh kucing, di tempat saya selalu saat istirahat di bangunkan oleh ibu2 yg ngerumpi dengan suara stereo sejak pagi bahkan sampai siang/sore nyambung. Yaa Allah.. mudah2an kita menjadi pribadi yang lebih sabar lagi ya mbak di 2020 dan selanjutnya

    Reply
  6. Iyaps bun, mengawali tahun dengan hati bersih itu lebih nyaman.

    Btw, daku juga nggak bisa dendam sama kucing, nggak pernah disakiti kucing juga 😀 😀

    Reply
  7. Yang terakhir itu mak jleb banget mbak.
    Saya juga lg belajar memaafkan kucing, eh, maksud saya memaafkan masa lalu.
    Agar ke depan bisa berjalan dengan hati dan langkah yang ringan.

    Reply
  8. Hihi, sama nih biasa terganggu tidurnya juga karena kucing di rumah sering diserang sama musuhnya. Btew dendam memang termasuk penyakit hati Mbak. Jadi memang nggak baik untuk dipelihara, nggak ada untungnya juga. Jadi pilihan untuk berdamai dengan “dendam” itu tepat banget.

    Reply
  9. Dubai, jadi koreksi banget untuk diriku. Tahun baru, resolusi baru, semuanya hanya yang bersifat perbaikan untuk keluar diri. Semua yang hasilnya bisa dilihat orang lain. Justru perbaikan ke dalam, yang hasilnya hanya bisa dirasakan oleh diri sendiri, malah terabaikan.

    Hmmm, rasa kesal sama orang lain nyatanya masih ada di hati ini. Baiklah, mari kita berdamai dengan dendam. Jadikan saja pengalaman dan pelajaran ya, Teh.

    Reply
  10. Haii Teh, aslina ti mana? Kalo saya mah turunan ti Sumedang dan Garut. Soal berdamai dengan sakit hati dan dendam itu memang susah mba, kalo saya triknya adalah dengan menyibukkan diri dengan mengerjakan yang kita passion seperti blogging gini.

    Reply
  11. aamiin, semoga semua impian dan harapan segera terwujud di tahun ini yah mba 😉 oiya suka banget dengan kata – kata ini “dengan belajar damai sama dendam, hati lebih sering pula belajar banyak dibersihkan dan kalau hati sudah damai, aura nyaman akan keluar dengan sendirinya” sangat related sekali 😉

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics