Ketika Pendidikan Karakter Budi Pekerti Anak Mulai Memudar, Bagaimana Sikap Orang Tua?

Beberapa minggu sekolah di tempat baru dan bergaul dengan orang-orang serta lingkungannya, banyak perbedaan sikap dan tingkah laku yang saya rasakan dialami putra saya. Salah satunya pendidikan karakter yang selama ini diterapkan, khususnya pendidikan karakter budi pekerti sepertinya sudah mulai luntur! Duh, gawat, bukan?

Ketika Pendidikan Karakter Mulai Luntur

Perbedaan yang saya rasakan itu mulai dari bahasa yang digunakan anak, sering keceplosan mengucap kata kasar, sampai intonasi bicara anak dengan kami orang tuanya yang biasanya lemah lembut, kini sering ngegas, dan pembawaan nya yang semakin sensitif.

Mengetahui adanya perubahan itu, segera saya cek ponsel anak dan membaca obrolan di group sekolahnya. Ternyata meskipun ada wali kelasnya dalam group tersebut, anak-anak tetap bicara semaunya tanpa disaring dan menuliskan pesan secara alay.

Beralih pada percakapan pribadi dengan teman-teman sekelasnya , baru terlihat bahasa kasar dan tulisan alaynya lebih dominan, termasuk singkatan-singkatan yang mungkin hanya dimengerti oleh mereka anak jaman now.

Sikap Orang Tua Ketika Pendidikan Karakter Anak Mulai Pudar

Mengetahui keadaannya seperti itu, sebagai orang tua bagaimana saya harus menyikapinya, ya?

Saya tidak ingin pendidikan karakter yang selama ini diterapkan kepada anak, hilang begitu saja tergantikan oleh pergaulan di tempat baru yang mungkin memang tidak menerapkan pendidikan karakter sebagaimana saya menerapkan selama ini kepada anak.

Padahal pendidikan adalah salah satu sarana yang efektif dalam membina dan mengembangkan potensi yang ada pada diri anak. Sehingga perbuatan dan usaha dari seorang pendidik atau guru maupun orang tua untuk mengalihkan pengetahuan, kecakapannya serta keterampilannya kepada anak, untuk mengarahkan pada perubahan yang lebih baik, sebagai langkah untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai kepribadian yang luhur dan berkarakter mulia.

Sudah jadi rahasia umum kalau proses pendidikan di Indonesia selama ini masih mengalami banyak kesulitan dalam membentuk pribadi anak yang berkarakter.

Dunia pendidikan di negara kita seolah telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan secara stimulan dan seimbang.

Dunia pendidikan memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap atau nilai dan perilaku anak dalam pembelajarannya.

Gaya hidup mempengaruhi pendidikan karakter

Dampak Melemahnya Pendidikan Karakter

Dewasa ini pembahasan mengenai pendidikan karakter atau pendidikan yang berbasis pada pembangunan karakter siswa menjadi wacana yang ramai dibicarakan di dunia pendidikan maupun di kalangan masyarakat umum.

Mungkin pentingnya kebutuhan akan pendidikan yang dapat melahirkan manusia Indonesia mulai dirasakan karena degradasi moral yang terus menerus terjadi pada generasi bangsa ini dan nyaris membawa bangsa ini pada kehancuran.

Lihat saja bagaimana budaya korupsi yang seakan telah mengakar pada kehidupan bangsa ini mulai dari tingkat kampung hingga pejabat tinggi negara yang seakan tidak akan pernah ada habisnya.

Pemakaian dan peredaran narkoba yang semakin menggurita di kalangan pelajar. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan untuk kelangsungan bangsa.

Sikap Orang Tua dan Guru Menghadapi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

Untuk itu bagaimana upaya keluarga dan dunia pendidikan dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak supaya menjadi fondasi yang kuat untuk keberlangsungan dimasa yang akan datang?

Pendidikan karakter saat ini jadi topik yang marak diperbincangkan dalam dunia pendidikan. Terlebih di era kurikulum merdeka.

Pendidikan karakter merupakan salah satu proses yang di dalamnya terdapat suatu aturan dan prosedur yang harus dimiliki oleh setiap anak.

Dimana setiap anak dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang sama dalam proses pembelajaran.

Pendidikan karakter menjadi pilar utama untuk memajukan generasi penerus bangsa demi perkembangan intelektual anak. Perkembangan intelektual tersebut nantinya akan membentuk kepribadian atau karakter anak.

Dampak pendidikan karakter pada anak salah pergaulan

Gaya Hidup Bertentangan dengan Pendidikan Karakter

Merebaknya sikap hidup yang buruk dan budaya kekerasan, atau merakyatnya bahasa ekonomi dan politik, disadari atau tidak, telah ikut melemahkan karakter anak-anak bangsa, sehingga menjadikan nilai-nilai luhur dan kearifan sikap hidup mati suri.

Contohnya ya yang dialami anak saya. Selama ini dia tak pernah melupakan etika dan Budi pekerti. Tapi setelah memasuki dunia pergaulan baru, perubahan melunturnya etika, sopan santun mulai terlihat.

Lihat saja bagaimana anak-anak jaman sekarang gampang sekali melontarkan bahasa oral dan bahasa tubuh yang cenderung tereduksi oleh gaya ungkap yang kasar dan vulgar.

Nilai-nilai etika dan estetika telah terkikis oleh gaya hidup instan dan konstan. Kita bisa merasakan dan melihat secara langsung hal itu bukan?

Pendidikan berbasis karakter seolah di negeri ini telah lama dilupakan atau bahkan hilang.

Kembalikan Ruh Pendidikan Karakter di Keluarga dan Sekolah

Padahal pelajaran di sekolah yang berupa pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama, seharusnya bisa menjadi penyaring untuk membendung arus merebaknya budaya kekerasan, kejahatan jalanan dan sikap tidak baik lainnya yang sering muncul dinilai telah berubah menjadi mata pelajaran berbasis indoktrinasi yang semata-mata mengajarkan dan mencekoki nilai baik dan buruk saja, tanpa diimbangi dengan pola pembiasaan secara intensif yang bisa memicu peserta didik untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai luhur.

Akibat pola indoktrinasi yang demikian lama dalam ranah pendidikan, disadari atau tidak, telah mengubah sifat anak-anak cenderung menjadi egois, baik terhadap dirinya sendiri maupun sesamanya.

Saya bisa merasakan dan melihat jika anak-anak (walau tidak semuanya) tidak lagi memiliki kepekaan terhadap sesamanya, kehilangan nilai kasih sayang, dan sibuk dengan dunianya sendiri yang cenderung agresif dengan tingkat degradasi moral yang sudah berada pada titik ambang batas yang tidak bisa dimaklumi.

Geregetan jadinya, ingin menyerukan kepada khalayak ramai kalau sebenarnya pendidikan di sekolah itu tidak cukup hanya dengan mengajar anak membaca, menulis, dan berhitung, kemudian lulus ujian dan nantinya mendapat pekerjaan yang baik.

Sekolah harus mampu mendidik peserta didik untuk memutuskan apa yang benar dan salah. Sekolah juga perlu membantu orang tua untuk menemukan tujuan hidup setiap peserta didik.

Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir sekaligus membentuk karakter peserta didik yang baik untuk mencapai tujuan hidup.

Dalam kehidupan, karakter yang ada pada anak dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan pembentukan karakter pada anak.

Mengembalikan ruh pendidikan karakter di keluarga dan sekolah

Faktor internal dipengaruhi oleh kondisi psikologis anak dan lingkungan keluarga, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh pergaulan anak.

Karakter yang dimiliki anak dapat menentukan pola pikir mereka dalam melakukan suatu tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter siswa. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat.

Perkuat Karakter sebagai Fondasi Pendidikan

Pembentukan karakter anak yang baik dapat dilakukan di keluarga dan di tempat ia mengenyam pendidikan sejak dini mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, sampai dengan perguruan tinggi.

Pendidikan karakter yang terdiri dari 18 nilai-nilai yang meliputi religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan peduli sosial adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain.

Pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada semua orang yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

Yuk! Kerja Sama Mengembalikan Pendidikan Karakter

Di lingkungan sekolah pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri melainkan semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah dan lingkungannya.

Pendidikan karakter sebagai upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter kepada anak, sehingga mereka memiliki karakter luhur untuk dipraktikkan dalam kehidupannya kelak saat berkeluarga, bermasyarakat dan warga negara sudah seharusnya tetao dipertahankan di setiap jenjang pendidikan.

Bukankah pendidikan itu sendiri bertujuan untuk mengarahkan pada pencapaian pembentukan karakter, pengembangan nilai-nilai karakter bangsa dan akhlak mulia anak secara utuh, terpadu, dan seimbang?

Wajar sebagai orang tua memiliki rasa khawatir ketika anak yang diharapkan memiliki akhlak mulia tiba-tiba melenceng dan melanggar aturan serta etika. Supaya semua pihak tetap berada di jalurnya dalam mendidik dan membesarkan anak, maka sudah seharusnya kita terus memperdalam tentang ilmu pendidikan karakter.

Baca juga artikel tentang Lima Nilai Pendidikan Karakter Utama Versi Kemendikbudristek supaya kita makin paham pendidikan karakter apa saja yang harus kita tanamkan dengan kuat kepada anak.

Semoga bermanfaat ya…

17 thoughts on “Ketika Pendidikan Karakter Budi Pekerti Anak Mulai Memudar, Bagaimana Sikap Orang Tua?”

  1. Selain fokus ke anak, menurutku harus lebih banyak lagi penyuluhan bagi orang tua. Keinget film Dua Hati Biru yang di kampung-kampung ada tuh dikumpulin para orang tua untuk diajarkan ilmu parenting. Kadang, anaknya udah bagus di sekolah tapi situasi di rumah gak kondusif. Orangtua sering ribut misalnya, yang jadi berpengaruh ke karakter dan budi pekerti sang anak.

    Reply
  2. Saya setujuuu kalau pendidikan karakter jadi pelajaran utama disetiap sekolah.
    Saya udah mulai ngerasain punya dua anak remaja yang kadang-kadang bikin sakit kepala.
    Kadang manut kadang kdang ngebantah.
    Tapi sama gurunya nurut banget.
    Apa saya yang salah cara asuhnya yaa , hehee

    Reply
  3. Iya ya teh, mau zaman seperti apapun yang namanya Budi pekerti tetap yang utama. Karena tanpa Budi pekerti entahlah apa yang akan terjadi dengan generasi selanjutnya.

    Reply
  4. Setuju jika semua pihak seharusnya tetap berada di jalurnya dalam mendidik dan membesarkan anak, termasuk terus memperdalam tentang ilmu pendidikan karakter.
    Sedikit tips sederhana terkait grup WA. Saya dan suami di grup keluarga kecil kami, membiasakan anak-anak menulis pesan dalam bahasa Indonesia yang benar, juga sopan. Kami berdua juga tidak terbiasa menyingkat kata atau berucap tak sopan, sebagai teladan. Jika anak melakukan langsung diluruskan, diingatkan. Contoh lain tidak ada panggilan lu-gue di rumah meski kakak ke adiknya.
    Jadi, meski di grup WA dengan teman mereka saya cek ada menyingkat kata, manggil teman juga lu-gue, dan lainnya..paling tidak di lingkup keluarga mereka tidak melakukannya

    Reply
  5. Duh Teh Okti saya loh pernah mengalami. Si sulung waktu SMA masuk ke pesantren internasional dengan biaya yah lumayanlah. Dalam dua semester, saat saya evaluasi, loh kok kemampuan mengajinya menurun dan anak saya cenderung konsumtif. Saya ajak dia bicara. Ketemulah sebabnya. Gimana enggak, santri di sini anak-anak borjuis semua dengan latar belakang, maaf, anak begajulan yang “dipesantrenkan” oleh orang tua.

    Langsung Teh saya keluarkan dari sana dan pindah ke Al-Azhar. Balik ke sekolah saat dia SMP dulu. Alhamdulillah, para pendamping di sana bisa mengembalikan kondisi jiwa, akhlak, dan kebiasaan anak saya seperti semua. Alhamdulillah.

    Reply
    • Menarik sekali komennya ka Annie.
      Tetap kudu ada yang dievaluasi yaa.. karena bagaimanapun, sekolah bukan tempat “mencuci” anak-anak agar menjadi lebih baik, tapi tetap butuh pendampingan dan kerjasama dari orangtua.

      Memang sekolah itu gak ada yang disebut sekolah ideal.
      Semua tetap perlu kontrol dari keluarga.

      Reply
  6. Setuju kalau pendidikan karakter anak harus diperkuat oleh smeua pihak, baik di rumah ataupun sekolah. Bagi anak-anak usia peralihan, pengaruh lingkungan sangat besar, jika orangtua dan sekolah lengah dikit, pondasi yang ditanamkan bisa tergerus.

    Reply
  7. Mungkin dipikirnya, kalau pake kata-kata kasar jadi keren gitu kali ya? Ih gatel kupingku teh kalau denger cara ngobrolnya anak muda-muda pas di jalanan.

    Makanya di rumah tetep ga boleh pake kata gue elo ke yang lebih tua. Selalu pake kata tolong, maaf, terimakasih, selalu ucapin i love you setiap mau pamitan pergi atau end chatt atau end call.

    Reply
  8. Permasalahan yang banyak terjadi sekarang ini ya. Huhu iya banget, sedih deh kalo lihat gimana karakter anak-anak sekarang. Dari ucapan kasar yang udah biasa dan dianggap normal; sopan santun ke orang tua yang memudar; dan banyak lagi. Pergaulan, teknologi, dan mungkin peran orang tua yang menyebabkan semuanya.
    Kalo untuk aku, sebisa mungkin, selagi ada di dekatku, aku selalu ngasih pengertian ke anak-anak mengenai nilai-nilai dan karakter baik. Alhamdulillah, so far sih mereka tidak aneh-aneh. Semoga saja saat jauh dari aku, dan sedang tidak dalam pantauan aku, mereka pun begitu.

    Reply
  9. Soal pergaulan ini memang sangat mempengarui karakter budi pekerti anak. Sebabnya anak akan ikut-ikutan temannya. Sepele saja, soal omongan. Karena tema-temannya sering bilang anjir, goblok dan lain-lain, maka anak ikut-ikutan juga. Walau di depan orang tua, anak tetap berkata manis dan sopan. Jadi pendidikan karakter ini memang harus terus ditanamkan, bisa pondasinya kuat pada anak.

    Reply
  10. Pas banget dengan apa yang saya alami
    Kemarin, sekelompok anak usia 4-6 tahun berhenti di depan saya yang sedang ngurus tanaman, trus manggil manggil: hey …hey..hey…

    Marah dong saya, sebelumnya mereka sudah saya ajarkan untuk memanggil yangti (eyang putri) atau ibu, kalo susah melafalkan
    Saya bilang: kan tau harus manggil apa, kok hey..hey..hey

    mereka terdiam trus berlarian lagi
    Saya gak peduli ortu mereka marah, karena cara memanggil orang tua, yang nampak remeh itu harus diajarkan sejak dini

    Reply
  11. Di rumah, anak mendapatkan pendidikan karakter yang bagus dari orang tuanya. Di sekolah pun harusnya seirama ya. Cuma kadang, pergaulan juga bisa didapatkan setelah selesai jam sekolah. Emang kudu ekstra kayaknya.

    Reply
  12. Lingkungan itu emang besar sekali pengaruhnya terhadap anak-anak ya mbak, bahkan orang dewasa juga. Jadi memang butuh pendampingan terus menerus dari orang tua maupun pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, supaya karakter baik yang sudah ada pada diri anak-anak tidak luntur oleh pengaruh buruk lingkungan

    Reply
  13. Yang paling menantang di zaman sekarang tuh pengaruh lingkungan yang buruk akibat lunturnya pendidikan karakter buat anak-anak.
    Ya ampuunnn, saya kesal banget kalau liat anak-anak ngomong kasar dengan santai.
    Kata anjing, kata makian, terasa biasa aja buat mereka. Dan anak-anak saya jadi suka ikut keceplosan hiks

    Reply
  14. Anak-anak bisa dengan mudah ditempa dengan pendidikan karakter, walau di sisi lain bila lingkungannya malah sebaliknya pun juga dapat mempengaruhi si anak. Sehingga harus terus didukug semua pihak akan pendidikan karakter ini

    Reply
  15. Mendidik anak Gen Z dan ke bawahnya memang penuh tantangan. Karena pengaruh karakter mereka tidak hanya dari rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar. Dunia digital bisa mempengaruhi. Makanya, orangtua memang dituntut juga bisa melakukan pendidikan karakter disesuaikan dengan zaman sekarang.

    Reply
  16. Saat ini pendidikan karakter emang wajib ditingkatkan. Terkadang sedih, di rumah kami mati-matian mendidik akhlak anak-anak eh pas di sekolah teman-temannya karakternya aduhai sulit diungkapkan. Rasanya pengen banyak-banyak istigfar.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics