Ingin nangis tapi gak bisa maksa mengeluarkan air mata. Mau kesal dan marah, tapi gak tahu harus melampiaskan nya pada siapa. Bagaimana ini? Sungguh bingung ketika keinginan terbentur dengan kenyataan. Bagaimana kubisa mengambil keputusan yang tepat kalau orang terdekat saja tidak mendukung impianku?
Salahkah kuambil keputusan untuk sekadar menyenangkan diri sendiri?
Bukan iri, tapi saya merasa kok agak menyesal gitu ya melihat teman-teman banyak yang melanjutkan lagi pendidikannya, sementara saya tidak. Jadi muncul tuh pemikiran kenapa ibu rumah tangga lain bisa sukses kembali belajar sementara saya tidak?
Padahal dulu, saat saya tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan dikarenakan hantaman ekonomi akibat krisis moneter saya banting setir memilih menjadi TKW, itu niat awalan ingin punya modal untuk biaya kuliah.
Eh seiring berjalannya waktu, saya lebih memahami kondisi hidup dan kehidupan saya beserta keluarga, ternyata saya lebih memilih menjadi tulang punggung keluarga seutuhnya setelah ditinggal bapak untuk selamanya, untuk membiayai ibu dan adik.
Apakah saya menyesali itu? Tentu saja tidak. Keputusan yang saya ambil dulu saya lakukan setelah saya mempertimbangkan semua, termasuk sesuai keyakinan saya dimana ketika akan mengambil sebuah keputusan saya lebih dulu mengadukan kepada Allah SWT melalui solat istikharah.
Jika keinginan saya tidak atau belum terkabul, maka bisa jadi Allah tangguhkan hingga sampai di waktu yang tepat, atau Allah ganti dengan hal lain yang justru itu lebih baik buat saya, atau malah keinginan itu dijauhkan dari saya karena meski menurut saya itu baik, tapi Tuhan Maha Tahu bisa saja itu justru hal yang tidak baik bagi saya.
Hidup yang kita jalani ini hasil dari keputusan yang pernah kita ambil di masa lalu. Dan apa pun keputusan yang telah diambil, maka kita harus siap untuk menerima dan melaksanakan konsekuensi dari hasil keputusan tersebut, bukan?
Mengambil keputusan yang tepat adalah salah satu bagian penting yang pasti akan selalu ada dalam kehidupan kita yang terus mengalami perubahan ini. Saat seseorang dihadapkan pada berbagai pilihan ataupun permasalahan, diperlukan suatu ketetapan hati untuk memutuskan pilihan terbaik ataupun solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapinya. Agar hasilnya, baik sesuai keinginan maupun tidak, tidak bikin kecewa.
Memang dibutuhkan proses, pemikiran lebih jernih, dan kekuatan mental untuk bisa menerima semua itu. Ditambah rasa syukur yang harus selalu ditingkatkan supaya kita tidak terjerumus kepada sifat sombong.
Dulu saya menentukan pilihan untuk merelakan uang yang sudah terkumpul untuk modal keluarga, sementara saya memilih kembali lagi bekerja merantau ke luar negeri. Mungkin itu sudah yang terbaik untuk saya. Atau bisa jadi itu sebuah solusi baik dan hasilnya menjadikan saya seperti sekarang ini.
Selanjutnya saya memilih menikah dan membina rumah tangga daripada lanjut kuliah. Lagi-lagi mencoba mengambil-keputusan yang tepat meski setelah menikah, keinginan untuk duduk di bangku kuliah kembali lagi meronta-ronta.
Keputusan yang sudah saya ambil mungkin akan berperan penting dalam menentukan langkah selanjutnya guna mencapai tujuan yang akan saya capai. Jadi meski sekarang suka melirik disertai tatapan wah, kepada mereka para ibu rumah tangga yang disambi kuliah lagi sementara saya kok gini-gini saja, sedikit pun tidak membuat saya harus menyesal.
Saya menyadari, selama seseorang masih menjalani kehidupan, berbagai pilihan ataupun permasalahan akan selalu datang silih berganti dan keputusan pun akan senantiasa dibutuhkan seiring datangnya berbagai pilihan ataupun permasalahan yang harus dihadapi.
Masalahnya, siapkah kita menerima semua konsekuensi dari keputusan yang kita ambil itu?
Kalau sebuah mengambil keputusan yang tepat, disertai dengan ikhlas dan syukur, apa pun hasilnya, yakin bisa diterima dengan lapang dada…
Macam pertimbangan saat ambil keputusan
Ada tiga macam pertimbangan yang sering digunakan dalam mengambil keputusan. Pertama, mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dan pengalaman diri sendiri di mana hasil keputusan itu kadang-kadang benar tetapi juga kadang-kadang salah.
Kedua mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dari orang banyak atau masyarakat luas di mana hasil keputusannya bisa benar tetapi bisa juga salah.
Terakhir mengambil keputusan dengan menjadikan kebenaran sebagai petunjuk, maka hasil keputusannya menghasilkan manfaat dan tidak mungkin merugi.
Orang tua dan guru mengaji saya selalu bilang, keputusan dikatakan benar jika keputusan itu tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi diri sendiri, tetapi juga dapat bermanfaat dan berguna untuk orang banyak.
Untuk itu, sebagai makhluk sosial yang senantiasa menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan orang banyak, kita hendaknya tidak mengambil keputusan yang hanya menyenangkan diri sendiri tetapi merugikan orang banyak. Karena mengambil keputusan untuk menyenangkan diri sendiri hanya akan memberikan beragam penderitaan.
Marilah kita menjadikan kebenaran yang merupakan kebenaran universal sebagai pedoman bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk menjadikan sebagai petunjuk dalam mengambil keputusan.
Dengan memahami dan mempraktikkan serta memiliki keteguhan pikiran yang sadar setiap saat dan berkesadaran penuh dalam setiap aspek kehidupan, itu akan sangat membantu kita membuat keputusan yang rasional dan benar yang akan bermanfaat untuk diri sendiri dan bermanfaat untuk orang banyak serta akan mendatangkan kebahagiaan.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia dengan semua keputusan tepat yang diambilnya…
Menikah itu berharap sekali seumur hidup dan dapat menemukan orang yang tepat jadi sebaiknya bawa bekal sebanyak-banyaknya sebelum memutuskan menikah
Setuju banget, gak ada keputusan yang benar atau salah
yang ada keputusan yang tepat
karena setiap individu berbeda dan mereka sangat unik
toh konsekuensi keputusan tersebut harus ditanggung sendiri, orang lain cuma bisa ngasih nasihat dan ghibah 😀
Keputusan untuk menyenangkan diri bukan berarti sebagai hal yang egois bila dilihat dari sisi lain, karena tidak boleh juga zalim terhadap diri. Tapi keputusan yang baik dari sisi-NYA sehingga pasti baik untuk semua, yeaaah
“Orang tua dan guru mengaji saya selalu bilang, keputusan dikatakan benar jika keputusan itu tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi diri sendiri, tetapi juga dapat bermanfaat dan berguna untuk orang banyak.”
Saya suka banget dengan kalimat di atas Teh. Maknanya dalam banget. Apalagi jika sebuah keputusan yang akan kita buat itu bisa menjadikan kita menjadi orang yang lebih baik, lebih bijak dan mampu membedakan mana yang sesungguhnya bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan raga kita.
Tentu saja semua ini menjadi begitu sempurna saat kita melibatkanNya dalam setiap langkah yang kita ambil.
Selalu senang baca tulisan Teh Okti. Aku termasuk orang yang sulit mengambil keputusan. Tapi, dari tulisan Teh Okti aku jadi disadarkan kalau pilihan yang tepat bukan hanya baik untuk diri sendiri tapi bermanfaat juga bagi orang lalin. Aaahhh, kenapa selama ini nggak pernah ini yang jadi pertimbangan. Selalu aja mikirin diri sendiri.
Life is a choice dan tentu saja kita harus selalu membuat keputusan-keputusan untuk memilih dalam momen-momen tertentu dalam hidup kita.
Tak mudah memang untuk mengambil sebuah keputusan dengan banyak pertimbangan kanan kiri.
Terima kasih Teh Okti yang banyak memberikan insight bahwa hidup memang butuh pengorbanan dan juga perjuangan yang tidak mudah, tapi insyAllah bisa kita lalui, ya. Semangat selalu.
Dalam menjalani kehidupan ini, memang pasti harus mengambil keputusan ya, Mbak. Dan keputusan itu bisa dari kita sendiri dari pendapat orang lain, dan bisa juga karena keadaan.
Dan Mbak Okti sudah mengambil keputusan terbaik. Mulai dari memutuskan menjadi TKW dan tulang punggung keluarga, termasuk memutuskan menikah dan tidak kuliah.
Saya salut sama Teh Okti, mau jadi TKW di luar negeri dan jadi tulang punggung keluarga. Meninggalkan keinginan untuk kuliah lagi dan memutuskan menikah, pasti sudah dipertimbangkan dengan baik oleh Teteh.
Salut sama kamu teh, rela menjalani pilihan untuk jadi TKW yang menurutku nggak mudah demi keluarga. Semoga lelahmu menjadi lillah ya teh, dan diberi rezeki, kesehatan, sekeluarga
Benar kak, tentu bukan hal yang mudah untuk mengambil keputusqn tersebut.
Pokoknya SemangatCiee selalu Teh Okti, masih bisa gapai impian untuk kuliah
Setiap keputusan pasti ada dampaknya. Apapun dampaknya, pastikan semua positif bagi kehidupan kakak. Kalo ada negatifnya, lekas cari solusi bersama2. Baik kpd pasangan maupun keluarga.
Apapun keputusan yang diambil, usahakain lapor ke maha pencipta. Sholat istikhoroh dulu biar hatinya makin mantap utk melangkah. Kalo udh mantap, pasti hidup kita ringan menjalaninya.
Kadang-kadang keputusan yang terbawa emosi, seringkali berakhir dengan penyesalan. Maka sebaik-baiknya keputusan adalah yang melibatkan Allah dalam pengambilan hasilnya. Bagaimanapun mantapnya lubuk hati akan menjadi keputusan yang terbaik.
Seringkali keputusan yang kita ambil pun sudah menjadi takdir-Nya. Semisal kita berusaha mengambil keputusan sebaliknya tapi kalo udah takdirnya berlawanan ya pasrah saja jadinya menerima takdir. Semangat selalu.
Setuju mbaa, kadang kita udah ikhtiar penuh nih, sampe istikharah segala, tapi kalo takdirnya begitu yaa gimana lagi. cuma bisa berdoa kaki kita dikuatkan menerima takdir apapun itu
Ngambil keputusan tuh kudu pas kita lagi tenang ya, teh. Ga bisa grasagrusu, apalagi keputusannya yg menyangkut masa depan, kan harus hati².
Setuju sama kata teteh “Terakhir mengambil keputusan dengan menjadikan kebenaran sebagai petunjuk”
Apapun keputusannya itu udah yang kita pilih, kalo salah kedepannya pasti tetap ada aja jalannya
Teh double jempol buat teteh yang InsyaAllah mengambil jalan yang bermanfaat bagi banyak orang.
Saya, yang setelah menikah disuruh di rumah aja sama suami langsung kepikiran mau lanjut kuliah. Suami pun tidak izin teh. Beliau sedikit posesif ntah over protective.
Ketika cobaan ekonomi datang kadang saya suka mikir begini teh “coba aja saya dikasih kerja, pasti gak akan ada kesusahan di ekonomi”.
Lalu kemudian saya sadar. Namanya rumah tangga gak ada yang lepas dari cobaan dan masalah.
Bisa saja ekonomi kami baik-baik saja, tapi ternyata hubungan kami suami dan istri yang gak bisa diselametin. Makanya balik lagi, udah bener apa yang selama ini terjadi. Semua masih bisa dihandle.
ini pilihan bisa barengan sih ya menurutku
yang penting komunikasi karena untuk kuliah bisa mengambil keputusan sendiri, untuk menikah sudah ada 2 kepala yang berbeda.
ya saling ngobrol dan inshaAllah akan ada jawaban
atau bisa lakukan istikharah 🙂
Keputusan yang diambil udah tepat mbak. Kalau memaksakan kuliah sementara biaya gak ada, justru malah jadi beban. Tenang, kuliah bisa di saat yang tepat kok. Yakin Allah udah menyiapkan rencana terbaik buat mbak. Yakin suatu saat mbak bisa kuliah dengan cara yang gak disangka sangka.
Setiap orang punya masa yang pas bagi dirinya sendiri. Ada yg merasa sudah pas jadi ibu rumah tangga dan ada yang merasa pas ketika bisa mengenyam pendidikan lagi. Dan siapa bilang jadi IRT itu enggak belajar lagi? Jadi IRT pun belajar kok. Belajar pelajaran sekolah anak, belajar mendidik anak, dll. Meski enggak formal, aku kira itu tetaplah ‘belajar’. Mau IRT atau ‘Ibu Mahasiswa’, berbanggalah karena setiap ibu KEREN!! ❤️❤️❤️
Dulunya aku berpikir keputusan diambil ya buat diri sendiri, kan ini hidupku sendiri. Ternyata perlu melihat bagaimana keputusan kita membawa dampak bagi orang lain. Bagian ini benar-benar mengena di saya Teh
Dulu tu niatan saya pen menikah muda.
Tapi memang sudah digariskan Allah SWT saya menikah di umur yang sudah matang, sudah lulus kuliah dan sudah bekerja dulu di beberapa tempat.
Harus selalu bersyukur sih ya..
Karena saya melangkang buana lag makanya ketemu jodoh.
InsyaAllah di balik keputusan teteh ada hikmah yg baik ya. Kadang kita iri sama orang lain, padahal orang itu pun iri dgn kondisi kita. Hanya Alloh yg tau hal terbaik utk diri kita. Semangaat, dan lupa bersyukur atas segala hal.. (reminder tuk diriku sendiri juga)
Judulnya menarik perhatian banget dan aku tergelitik sih pengen mengeluarkan pendapat. Jujur aku pribadi adalah orang yang enggak kuliah alias abis lulus SMA ya udah nggak kuliah gitu. Tapi kalau ngomongin kuliah dulu atau menikah dulu itu balik lagi sih ke kebutuhan kita terus juga balik lagi ke mindset. Tapi yang perlu kita ketahui bahwa menikah itu kan butuh persiapan.. banyak yang harus dipikirkan dari pernikahan gitu mulai dari biaya mental, waktu karena kan kita harus hidup berdua dengan calon kita nanti. Tapi kalau mau kuliah juga sebenarnya kita harus bertanggung jawab. Menikah atau kuliah sama-sama punya tanggung jawab tapi memang kalau mendekati tanggung jawabnya lebih besar. Tapi yang pasti dari kedua pilihan itu yang jelas kita nggak mungkin nggak ngelewatin berbagai masalah dan rintangan.
Saya pun pernah di posisi ini, di antara pilihan melanjutkan kuliah atau menikah. Sebenarnya tergantung orangnya ya, nggak bisa dibilang mending A atau B. Bisa jadi di orang lain udah tepat, tapi belum tepat buat diri sendiri. Makanya penting sih meminta petunjuk yang terbaik buat masa depan saat ada dua pilihan seperti ini.
Setiap manusia pasti pernah berada dalam keraguan ketika hendak mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Saya pun pernah begitu. Di saat kita mantap mengambil keputusan maka di saat ini juga kita harus konsekuen dengan segala yang terjadi di masa depan. Semangattt Teh Okti
tergantung situasi dan kondisinya sih yaa.. mana kah yang mendesak saat ini?
jika memang sudah ada yang melamar dan sudah diterima oleh ortu/ wali, ya tentu menikah dulu. namun jika belum, dan ada dana awal untuk pendidikan lanjutan, ya kuliah dulu 😉