Lawan Stigma Kusta dan Down Syndrome untuk Dunia yang Setara

Pernah melihat tetangga julid yang mencebik ketika lewat di depannya seorang anak dengan down syndrome? Atau pernah mendengar masyarakat yang mengusir penderita penyakit kusta/lepra karena menurutnya itu adalah penyakit kutukan?

Sebagai warga masyarakat yang sudah modern, yuk kita luruskan jika sikap seperti itu sangat salah dan sangat menyakiti bagi sesama.

Perlu diketahui baik penderita down syndrome maupun penyakit kusta, mereka adalah manusia seperti kita. Punya hati, perasaan, keinginan dan masa depan yang sama. Apakah mereka menginginkan semua itu? Tidak, bukan? Bagaimana jika kondisi itu terjadi dan menimpa diri kita sendiri?

Kebetulan tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Down Syndrome Dunia (World Down Syndrome Day/WDSD). Hari dimana  terbentuknya kesadaran global yang telah diperingati secara resmi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dimana tanggal WDSD (hari ke-21 bulan ke-3) dipilih untuk menandakan keunikan triplikasi (trisomi) dari kromosom ke-21 yang menyebabkan sindrom Down.

Semua elemen masyarakat diharapkan bisa memperingati Hari Down Syndrome Sedunia ini dengan cara yang tepat, untuk meningkatkan kesadaran publik tentang sindrom Down.

Orang dengan sindrom Down tidak dapat mandiri adalah sebuah mitos yang sangat tidak tepat. Faktanya, orang dengan sindrom Down dapat hidup mandiri bergantung bagaimana pola asuh orangtuanya sejak kecil. Dukungan dari orang tua, keluarga, dan tenaga medis sangatlah berpengaruh besar terhadap perbaikan tumbuh kembang anak dengan sindrom Down.

Begitu juga dengan penyakit kusta. Penyakit infeksi kronis yang menyebabkan lesi kulit dan kerusakan saraf ini dapat disembuhkan. Jadi salah besar jika masih ada orang yang beranggapan kusta adalah penyakit kutukan.

 

Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara

Tidak bisa dipungkiri, sampai sekarang saudara kita penyandang disabilitas masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Salah satu hambatan terbesarnya adalah pemahaman masyarakat yang keliru terkait kusta dan stigma. Akibatnya, para penyandang disabilitas tidak mendapat kesempatan yang sama seperti masyarakat non-disabilitas lainnya dalam berbagai aspek.

Sekaligus memperingati hari down syndrome sedunia 21 Maret, sama halnya dengan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dalam perjuangannya melawan stigma juga turut disuarakan oleh penyandang down syndrome sebagai salah satu ragam disabilitas intelektual.

Penyandang Down Syndrome acap kali lekat dengan stigma buruk dan keliru. Tidak sedikit anak kecil menganggap penderita down syndrome sebagai orang dengan gangguan kejiwaan. Orang dewasa pun masih banyak yang berpandangan seperti itu. Miris ya…

Kita harus tahu seperti apa perjuangan penyandang disabilitas selama ini dalam menghadapi stigma dan diskriminasi agar kita lebih memahami dan menganggap mereka adalah saudara kita tanpa perbedaan.

Ulasan yang pas dengan kondisi itu dibahas di #RuangPublikkBR bersama dr. Oom Komariah, M.Kes – POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) sekaligus Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia 2022 dan Mbak Uswatun Khasanah yang akrab disapa Mbak Uswah dari NLR Indonesia, organisasi non-pemerintahan (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.

Mbak Uswah ini Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) jadi pengalamannya sangat menginspirasi dan membuka mata hati kita.

Mbak Uswah mulai terkena kusta sekitar usia 12-14 tahun dengan gejala ada bercak putih kemerahan di kulitnya disertai mati rasa pada daerah bercak itu. Setelah menjalani pemeriksaan, kusta yang dideritanya termasuk golongan kusta kering.

Jadi kusta itu ada dua macam, kusta basah dan kusta kering. Yang membedakan adalah banyaknya bercak yang didapat. Jika bercak putih kemerahan disertai mati rasa ada satu sampai lima buah, itu termasuk kusta kering.  Dengan pengobatan di puskesmas secara rutin selama enam bulan, insyaallah dapat sembuh.

Sementara kusta basah, bercak yang ditemui disertai mati rasa lebih dari lima buah. Tentu saja pengobatan harus dilakukan lebih rutin. Namun bukan berarti tidak bisa disembuhkan.

Usia remaja terkena penyakit kusta yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae tentu saja tidak mudah. Namun Mbak Uswah melawan semua stigma karena ia yakin, ia bisa sembuh.

Meski kusta yang dideritanya ini dapat memengaruhi kulit, mata hidung dan saraf perifer namun ia memiliki semangat dan cara sehingga bisa melawan stigma yang selama ini beredar tidak benar.

Cara Mbak Uswah melawan stigma akan kusta yang dideritanya ialah dengan:

  • Melawan pandangan orang terkait kusta yang tidak benar itu dengan tekad dari dalam diri.
  • Semangat untuk sembuh yang tinggi dengan cara rutin berobat dan selalu mengikuti saran serta petunjuk tim medis yang menangani.
  • Menjaga pola hidup baik dari segi makanan maupun pikiran.
  • Kepercayaan diri yang kuat. Yakin jika Mbak Uswah pasti sembuh.

Komunitas untuk healing

Sebagaimana dialami kaum disabilitas dan keluarganya, dr. Oom Komariah yang memiliki buah hati dengan kondisi berkebutuhan khusus pun merasakan bagaimana tercampakannya ia dalam lingkungan. Terlebih ia seorang dokter. Namun ia kemudian bangkit dan menyadari jika buah hatinya bisa memiliki kemampuan sebagaimana anak pada umumnya jika dilatih sejak dini.

dr. Oom Komariah, M.Kes pun menjabarkan pengalamannya sebaiknya bagaimana bila memiliki salah satu anggota keluarga dengan down syndrome.

Yaitu segeralah menghubungi tim medis atau dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Perlu diketahui jika penderita down syndrome akan memiliki penyakit bawaan lain sehingga untuk menyembuhkan diperlukan pengobatan, terapi, fisioterapi, dan sebagainya.

Lalu cari komunitas untuk saling menguatkan seperti POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) dimana di dalamnya, kita bisa saling berbagi pengalaman, informasi, dan satu sama lain saling menguatkan.

Memerlukan informasi terkait POTADS bisa melalui akun media sosial, atau website resmi dan nomor kontak admin POTADS 081296237423.

Cara POTADS melawan stigma negatif dari lingkungan sekitar ialah dengan:

  1. Munculkan kemauan dari dalam diri anak atau orang tua atau pendamping bahwa ia bisa sejajar dengan yang lain
  2. Lawan ketidakberdayaan dengan mengoptimalkan kemampuan baik di bidang akademik maupun non akademik
  3. Kerjasama dengan institusi terkait, termasuk didalamnya ada sosialisasi jika anak dengan down syndrome memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama dengan orang normal lainnya.

 

Sungguh bukan keinginan pribadi jika Tuhan memberikan kita anugerah berupa penyakit ataupun kebutuhan khusus. Namun alangkah bijaknya jika kita menyikapi dengan rasa santun, sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain. Bayangkan jika kita sendiri yang dipilih Tuhan untuk menerima semua itu, apakah kita akan tegar dan mampu seperti Mbak Uswah atau dokter Oom?

34 thoughts on “Lawan Stigma Kusta dan Down Syndrome untuk Dunia yang Setara”

  1. Memang harus banyak edukasi tentang hal ini yah Teh, supaya masyarakat semakin aware bahwa down syndrome dan kusta bukanlah hal yang harus dijulidin. Untunglah sekarang banyak komunitas yang membantu buat healing untuk kaum disabilitas yaah

    Reply
  2. Merasa bersyukur karena ada komunitas yang peduli dan menaungi teman-teman yang down syndrome dan kusta, mereka bisa kuat saat bersama. Semoga masyarakat pun mulai sadar akan pentingnya mendukung dan mensupport mereka agar mereka pun tidak merasa minder.

    Reply
  3. Merasa bersyukur karena ada komunitas yang peduli dan menaungi teman-teman yang down syndrome dan kusta, mereka bisa kuat saat bersama. Semoga masyarakat pun mulai sadar akan pentingnya mendukung dan mensupport mereka agar mereka pun tidak merasa minder. Tfs mba

    Reply
  4. Miris banget kalo sampe ada orang dewasa yang memperlakukan penderita down syndrome dan penderita kusta dengan semena-mena bahkan sampai mengucilkan. Memang perlu edukasi ya, teh.. Biar masyarakat tidak lagi mengucilkan, tapi justru mensupport mereka

    Reply
  5. Miris banget kalo sampe ada orang dewasa yang memperlakukan penderita down syndrome dan penderita kusta dengan semena-mena bahkan sampai mengucilkan. Memang perlu edukasi ya, teh.. Biar masyarakat tidak lagi mengucilkan, tapi justru mensupport mereka.

    Reply
  6. Menyikapi dengan rasa santun pada penderita down syndrome , kusta juga yang punya kebutuhan khusus lainnya. Sungguh besar hati penderita dan keluarga yang mampu menerimanya meski stigma dari masyarakat sampai kini masih ada,
    Saya punya sepupu (anak Bulik) penderita down syndrome…Berusia hingga 29 tahun – kini sudah berpulang, dan Alhamdulillah tumbuh dalam dukungan kami keluarga besar yang sayang.
    Dengan melawan stigma, semoga semua yang berkebutuhan khusus nantinya akan mendapat perlakuan setara dari sesamanya

    Reply
  7. Saya baru tahu ada hari down syndrome sedunia Teh….alhamdulillah ada campaign seperti ini jadinya banyak masyarakat yang teredukasi. Semoga diskriminasi terhadap disablitas semakin berkurang terus ya…

    Reply
  8. Sedih ya denger cerita tentang stigma dan diskriminasi yang dialami penderita kusta dan down syndrome ini. Semoga deh, dengan semakin banyaknya edukasi kayak di acara kemaren, semua bisa hilang. Dan gak ada lagi yang seperti itu. Mereka juga layak mendapatkan hidup yang sama dan setara dengan kita.

    Reply
  9. stigma tentang kusta dan down syndrome ini memang sudah melekat nih, kita memang harus lebih sering menyuarakan sehingga gak terjadi perlakuan yang ‘berbeda’ dan diskriminatif terhadap penderita kusta dan down syndrome, krn banyak tuh yang bisa aktif berdaya dan berkarya

    Reply
  10. bersama kita support orang yang memiliki kebutuhan khusus serta masalah penyakit kulit, untuk Indonesia yang lebih maju ke depannya.

    Reply
  11. Hiks, miris yaa…
    D komplek mamaku ada Anak down syndrome juga. Dan seperti biasa buiibu kalo lagi ngomongin lebay.
    Semoga hadirny POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) bisa saling berbagi pengalaman, informasi, dan satu sama lain saling menguatkan.

    Reply
  12. Selalu sedih kalau melihat anak anak yang Down Syndrome, apalagi orang tuanya ya yang selalu terlibat selama 24 jam,, kalau mengruus anak biasa sudah sulit apalagi anak down syndrome, salut dengan semua orang tua yang diamanahi anak anak spesial ini.

    Reply
  13. Perlu kampanye di ruang terbuka/publik dengan kegiatan yang mengedukasi masyarakat terkait penyintas kusta dan down syndrom.

    Saya jadi teringat pasien down syndrom di klinik tempat saya bekerja dulu. Banyak pembulian dan kekerasan yang mereka dapatkan dari sebagian masyarakat.

    Reply
  14. Saya ikutan sedih teh. Udah 2022 ini loh. Tapi stigma negatif terhadap penderita kusta masih saja tak lekang oleh waktu. Kayaknya masih harus edukasi masyarakat lagi nih teh, tentang kusta agar mereka lebih berempati.

    Reply
  15. bagus ya acara seperti ini, lebih sering diadakan akan semakin bagus untuk mengedukasi banyak orang dan juga menyadarkan banyak orang bahwa yang penyakit atau apapun yang terjadi ke diri kita itu memang rencana Tuhan

    Reply
  16. Aku baru tahu ada komunitas POTADS ini, nggak kebayang bagaimana nyeri hati para orang tua. Menangis saja tak cukup, memang harus saling menguatkan ya. Dengan begini mereka tak merasa sendirian dalam menghadapi ujian mereka. Ada yang mengerti bagaimana perasaan dan bagaimana cara menguatkan

    Reply
  17. Kalau ada tetangga yang julid terhadap anak down syndrome, ajak aja mereka ke sekolah anak berkebutuhan khusus. Biar mereka sadar kalau anak-anak tersebut sangat istimewa.

    Berbicara soal kusta, Putri Diana pernah dilarang untuk mendekati penderita kusta tapi dia malah bersentuhan. Alasan dilarang karena bia nular, tapi Putri Diana malah aman aman aja tuh.

    Reply
  18. Dulu ketika masih kecil, saya adalah anak yang lumayan takut pada anak yang menderita down syndrome.
    Saya tidak mengejek tapi takut.
    Ketika mulai besar perlahan saya paham, mengenai down syndrome ini.
    Apalagi saya juga punya teman yang menangani anak-anak penderita down syndrome, yang membuat saya kagum sama beliau

    Reply
  19. Ahh bener bangett kadang masih banyak juga yang menyiratkan bahasa tubuhnya sebagai “penolakan” terhadap orang2 istimewa seperti di atas ya mbaa. Sedih

    Reply
  20. dengan adanya komunitas ini jadinya kita itu enggak mudah down ya mbak, ibaratnya saling menguatkan gitu satu sama lain bahwa kita enggak sendirian mengalami hal ini. Berbagi rasa yang sama itu rasanya menenangkan ya mbak.

    Reply
  21. suka sekali dengan pemaparan dari Kak Uswah krn bawaanya positif bgt dalam menjalani pengobatan kustanya, terus bener2 ngebangun dr dalam diri kalau diri punya value dan punya impian tanpa harus merasa terbatas. begitu jg penjelasan dr dokter Oom yg aplikatif buat orang tua dg anak down syndrome, perlu sekali segera ke komunitas utk mendapatkan dukungan dan informasi d sana

    Reply
  22. suka sekali dengan pemaparan dari Kak Uswah krn bawaanya positif bgt dalam menjalani pengobatan kustanya, terus bener2 ngebangun dr dalam diri kalau diri punya value dan punya impian tanpa harus merasa terbatas. begitu jg penjelasan dr dokter Oom yg aplikatif buat orang tua dg anak down syndrome, perlu sekali segera ke komunitas utk mendapatkan dukungan dan informasi d sana

    Reply
  23. Semua manusia punya tempat di bumi. Kita jangan sombong mengelompokkan mereka ke dalam kategori sempurna dan berkekurangan. Sebagai ibu dari seorang anak spesial, saya mengakui ada kekhawatiran itu akan masa depan anak saya, tetapi saya mengembalikannya lagi pada Yang Kuasa. Kita sebagai manusia harusnya saling menghargai kehadiran masing2.

    Reply
  24. iya miris kalau ada anak memiliki daun syndrom justru dipandang rendah, berbeda dengan manusia normal pada umumnya. kadang malah dijauhi, aku sebagai anak penjual yang sering banget meladeni anak autis merasa iba, kadang mereka aku dahulukan kalau beli

    Reply

Leave a Reply to Yanti ani Cancel reply

Verified by ExactMetrics