Menghirup Dunia

Masih ingat buku yang sudah kamu baca di bulan ini atau sebulan yang lalu?

Saya masih ingat, salah satu buku yang sudah saya baca adalah MENGHIRUP DUNIA, kumpulan kisah perjalanan dalam aneka rasa, karya travelers: Fabiola Lawalata, Agata Filiana, Fahmi Anhar, Mindy Jordan, Noni Khairani, dan Taufan Gio.

Apa sih yang dilakukan oleh seorang traveler?

Dulu pernah tercetus di beberapa percakapan di media sosial, bahwa katanya, ada perbedaan antara istilah turis dan traveler. Katanya, turis itu semata datang dan menghabiskan uang demi memuaskan diri dengan segala objek yang tersaji, sementara traveler adalah orang yang lebih dari itu. Benarkah? Hihi, saya angkat tangan, tidak membenarkan juga tidak menyanggah. Karena menurut saya, setiap orang bepergian punya tujuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.

Adanya perbedaan itu tampaknya memang tidak pernah tersepakati, dan sepertinya tidak akan. Karena selain terkesan terlalu menghakimi, terlalu memaksakan, juga urusan berwisata atau berjalan-jalan itu adalah urusan pribadi. Setiap orang punya aturan dan keinginan sendiri.

Kalau mau menyematkan istilah turis atau traveler pada diri kita sih ya boleh saja. Bahkan ingin lebih dari itu pun, menurut saya asal lunya modal, biaya dan keberuntungan, kenapa tidak? Pun semua bisa bepergian dan bisa melakukannya meski tanpa ada embel- embel identitas apa pun.

Cocok dengan buku Menghirup Dunia yang sudah saya baca ini. Di dalamnya banyak pengalaman unik dan membawa banyak pelajaran hidup dari setiap perjalanan yang dilakukan.

Pas jika buku kumpulan kisah orang-orang yang memiliki hobi berjalan-jalan ini memiliki gambaran perjalanan secara luas. Mereka  menjelajah area di luar teritorinya. Kisah-kisah mereka tertuang dengan sangat menawan, dan dijamin mengajak kita untuk ikut merasakan sensasi “beyond- traveling”.

Bahkan kita juga bisa merasakan sendiri aroma interaksi dengan penduduk lokal, budaya setempat, maupun percakapan hati dengan aneka detail di setiap tempat dari menghayati setiap perjalanan yang tertuang lewat tulisan halaman per halaman.

Ada yang menyentuh saat saya membaca blurb buku ini. Disana dikatakan “Nikmatilah buku ini, dan hiruplah dunia bersama kami, karena di setiap perjalanan ada cerita…”

Saya berpikir lain, ketika mengaitkannya dengan kondisi buku dan dunia digital saat ini. Apakah kata nikmatilah buku ini, itu pertanda akan ada akhir dari adanya buku cetak? Mengingat akhir tahun ini, Harian “Republika” saja akan meninggalkan edisi koran alias kertas fisiknya setelah selama 30 tahun berkiprah.

Direktur PT Republika Media Mandiri Arys Hilman menjelaskan, perjalanan Harian Republika selama 30 tahun itu merupakan bentuk penyeimbangan terpaan informasi yang beredar di kalangan masyarakat.

Harian Republika terbit pedana pada 4 Januari 1993 dan telah memberikan warna baru jurnalisme di Indonesia. Harian Republika bakal berhenti cetak pada 31 Desember 2022.

Pada 17 Agustus 1995, Harian Republika mulai bertransformasi dengan meluncurkan portal berita daring pertama di Tanah Air dan terus berkembang hingga kini.

Dalam berbagai audit digital yang dilakukan, sejumlah platform Republika terbukti memiliki keterikatan terkuat dengan komunitas pembaca media. Karena itu, Harian Republika akan meninggalkan edisi koran dan beralih ke versi digital dalam melayani para pembaca.

Meninggalkan edisi koran, Republika akan mencurahkan semua kekuatan editorial, sumber daya, waktu, pikiran, dan energi di antaranya republika.co.id, republika.id, Retizen, dan akun-akun resmi di media sosial dalam sajian multiplatform yang mencakup kekuatan teks, grafis, audio, foto, dan video.

Migrasinya kertas fisik ke dunia digital, apakah juga akan mengonversi semua kualitas buku cetak ke dalam bentuk-bentuk baru versi digital? Entahlah… Bisa jadi, bisa juga tidak.

Buat seorang pembaca, seharusnya tidak masalah membaca mau versi kertas fisik maupun digital. Toh bukankah yang penting informasinya?

Tapi bagi pecinta buku, tentu saja akan merasakan perbedaan, antara membaca melalui buku fisik dan membaca melalui media online. Mungkin satu sama lain punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang saya harap sih minat bacanya saja jangan sampai berkurang. Karena mau baca dimanapun, modalnya kan niat dulu. Beda dengan piknik, meski minat besar, tapi gak ada modal, gak bakalan lancar. Hehehe…

7 thoughts on “Menghirup Dunia”

  1. Judul antologi ini sangattttt marketable dan menarik, bikin orang dari baca judulnya aja langsung pengen baca bukunya. Kalau soal traveling, paling asyik membaca antologi karena ditulis oleh banyak traveler. Seperti buku ini, ada 6 penulis yang bisa memperkaya pembaca dengan pengalaman-pengalaman dalam cerita perjalanan mereka.

    Reply
  2. Satu sisi daku suka buku fisik karena asik dibawa gak bikin mata cepet capek karena berkutat sama gadget. Walau di sisi lain, suka kelewat juga baca buku fisik, alias bukunya adakalanya ketinggalan dibawa hix

    Reply
  3. Saya selalu excited membaca buku tentang traveling. Terutama jika tempat-tempat yang diceritakan di dalam buku itu adalah tempat yang belum sama sekali saya kunjungi atau tempat yang (sangat) ingin saya sambangi. Apalagi jika penuturan kisahnya rinci dan menarik. Wah rasanya seperti sudah berada di tempat yang diimpikan itu.

    Karena lahir di era 60an, membaca berita dalam bentuk cetakan itu sudah mendarah daging. Baik buku, koran, maupun fisik cetak lainnya. Bahkan hingga saat ini, saya masih membeli majalah atau buku cetak ketimbang digital. Salah satu faktornya adalah masalah penglihatan. Lebih nyaman membaca produk cetak ketimbang layar dengan efek cahaya. Mata saya gampang lelah. Yah begitulah kalau faktor U ya Teh Okti hahahaha.

    Reply
  4. “Setiap orang bepergian punya tujuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.”

    Aku setuju dengan hal tersebut. Aku sendiri kadang jalan-jalan ala turis, kadang ala traveler. Menyesuaikan keadaan dan tujuan saja. Ga saklek pada satu label yang disebut-sebut.

    Begitupun dalam membaca sebuah cerita, informasi, dan lainnya. Dalam versi koran, majalah cetak, maupun online, semua sama kusuka.

    Kita yang rasa, kita sendiri yang ciptakan “aturan” dalam melakukan sesuatu.

    Reply
  5. Hai teh Okti,
    Setuju banget terpenting adalah minat baca tidak berhenti. Walaupun media cetak seperti Republika terakhir cetak 31 Desember ini, tetapi tentunya kita yang suka baca bisa mencari informasinya secara online ya

    Reply
  6. Sejujurnya agak sedih sih banyak media jd digital krn kyk enak aja gtu dipegang. Tp ya gmn lg, utk lbh hemat biaya produksi dan juga jaga kelestarian pohon2 mau gk mau kudu ikutin trend. Yg selalu pegang smartphone jg jd lbh praktis mau baca2.
    Wah penasaran isi bukunya.
    Terserah deh sebutannya apa, tp melakukan perjalanan tuh asyik banget. Jd kangen traveling deh.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics