Mengintip Kasus PR Anak

Mengintip Kasus Pekerjaan Rumah Anak

Ada yang bengong saja, ada yang sibuk sendiri, bahkan ada yang asik ngobrol, tidak peduli guru mereka sedang menerangkan di depan kelas. Mengintip memang perbuatan yang harus dihindari. Tapi mengintip anak yang sedang belajar di kelasnya, akhir-akhir ini malah sering saya lakukan. Tidak lain dan tidak bukan demi mengetahui bagaimana tingkah laku dan karakter anak selama di sekolah.

Selama ini saat pulang sekolah apabila ditanya ada pekerjaan rumah, Fahmi selalu menjawab tidak ada.
Lho, saya kaget dong. Pelan-pelan dan santai saya tanya lagi dan lagi, pekerjaan rumah yang diberikan ibu guru tadi apa ya?

Tapi ia tetap tidak bergeming. Tidak ada pekerjaan rumah. Ini saya yang salah dengar, atau gimana sih?
Sekali dua kali saya pikir memang tidak ada pekerjaan rumah. Tapi lama-lama kan penasaran juga, masa iya tidak ada soal atau hal yang harus dikerjakan di rumah sebagai latihan?

Karena itu saya mengintip. Datang ke sekolah tidak pada waktu biasanya, lalu dari balik jendela saya perhatikan tingkah laku Fahmi dan teman sekelasnya.

Saat teman-temannya sudah rebutan bersalaman dengan ibu guru sebelum pulang, Fahmi masih anteng dengan pensil dan bukunya. Sesekali melihat ke teman-temannya. Bercerita, tertawa, lalu fokus lagi dengan pensil dan bukunya. Semuanya terasa biasa saja hingga ia memasukkan alat tulis dan bukunya. Lalu seperti teman-teman lainnya ia pun mengalami guru sebelum keluar kelas.

“Kenapa lama? Lambat sekali menulisnya. Itu teman-teman sudah pada keluar dari tadi?”

“Ami kan menyelesaikan pekerjaannya dulu.” Katanya santai.

“Oh, ya sudah.” Kami pun pulang seperti biasa.

Sampai waktunya Fahmi tidur siang, seorang ibu dari teman sekelas Fahmi kirim pesan, katanya minta diberitahukan soal PR nomor sekian. Soalnya itu anak tadi di sekolah tidak selesai mencatat nya.

Saya ingat, anak itu tadi kan paling cepat keluar kelas. Oh, berarti dia tidak menyelesaikan tulisannya tetapi memilih pulang lebih dulu.

Saya periksa buku catatan Fahmi. Pekerjaan Rumah yang ditanyakan si ibu itu yang mana ya? Kok di buku Fahmi juga tidak ada soal. Fahmi kan baru pulang langsung istirahat, makan dan nonton TV lalu setelah duhur bersiap tidur. Yakin kalau tuh anak belum buka buku untuk menyelesaikan PR nya.

Tulisan terbaru siang tadi sih ada. Tapi sudah dikerjakan semua. Hei, atau jangan-jangan inilah pekerjaan rumah yang dimaksud dan ditanyakan si ibu itu. Hanya Fahmi sudah selesai mengerjakannya?

Karena penasaran ketika bangun tidur langsung saya tanyakan hal itu kepada Fahmi.

“Mama Dani tadi minta dikasih tahu soal PR nya, Mi. Ibu tidak tahu yang mana ya? Coba Ami cari.” Pancing saya.

“Ini…” katanya menunjukkan halaman terkahir di buku catatannya. Iya, itu soal yang sudah tadi saya cek. Jadi PR nya memang sudah dikerjakan. Tapi kapan?

“Kan Ami kerjakan tadi di sekolah…” Jawabnya datar.

Olala, jadi saat teman-temannya buru-buru mencatat soal lalu bergegas pulang, Fahmi justru langsung mengerjakan pekerjaan rumahnya itu seketika. Pantas ia lebih lambat, rupanya soal yang dicatatnya langsung diisi juga. Ah, ada-ada saja nih anak.

“PR itu pekerjaan rumah. Artinya dikerjakannya ya di rumah. Kita belajar dan mengulang lagi pelajaran di rumah.”

“Tapi kan sama saja dikerjakan, Bu. Kalau di rumah kan lama lagi. Ami jadi tidak bisa nonton.”

Bener juga. Soalnya setiap pulang sekolah kalau ada pekerjaan rumah dan belum dikerjakan kami sepakat, Fahmi tidak diperbolehkan menyetel televisi. Kecuali kalau PR nya sudah selesai.

“Kalau sudah beres dikerjakan kan pulang sekolah Ami bisa langsung nonton.” Alasannya dipertajam.

Ini anak bisa saja. Bikin saya greget dan menahan segala rasa. Antara lucu, ingin tertawa ditambah takjub dengan cara dan pemikirannya. Pantas kalau beberapa kali ditanya bilangnya tidak ada PR padahal mungkin ada tapi sudah langsung dikerjakan di sekolah demi supaya sampai di rumah sudah bisa langsung menonton televisi.

Disatu sisi saya salut sama pemikirannya. Di sisi lain jujur saja, saya merasa bangga dengan sikap dan ahlaknya. Disaat anak lain masih harus diini itu malah ada yang berbohong dan nekat demi bisa bebas melakukan keinginannya, ini anak diam-diam justru punya jalan sendiri. Mengerjakan PR saat itu juga selagi masih disekolah.

Memang penerimaan anak terhadap pengambilan materi oleh guru berbeda. Ada yang mudah mengerti, ada yang biasa saja, dan ada juga yang susah mengerti. Sehingga apa pun yang diterangkan oleh guru bablas saja.

Perkembangan dan pertumbuhan anak sudah seharusnya kita pantau. Apalagi rentang usia anak 4-12 tahun. Penelitian yang dilakukan British Journal of Nutrition tahun 2016 menyebutkan bahwa sekitar 8 dari 10 anak-anak Indonesia berusia 4-12 tahun kurang mengonsumsi Omega 3, baik dalam bentuk ALA, atau yang sudah berubah menjadi EFA dan DHA.
Padahal anak perlu mengonsumsi asam lemak esensial tak jenuh yaitu Omega 3 sesuai dengan kebutuhannya. Sebab kekurangan Omega 3 dan DHA ini bisa mempengaruhi anak sulit menerima pelajaran ketika di masa sekolah.

Hal itu tentu saja mengejutkan karena kekurangan asupan Omega 3 dan DHA bisa berbahaya dalam jangka menengah dan panjang lho!

Dampaknya pada masa depan anak di antaranya anak jadi kurang pintar, tumbuh tak sempurna, kekebalan tubuh melemah, kulit mengalami kekeringan, pandangan kabur, hingga perubahan emosi yang bisa membuat prestasi anak di sekolah menurun. Tuh kan serem ya…

Pemenuhan gizi, terutama makanan dengan kandungan Omega 3 dan DHA yang cukup, dapat mempengaruhi masa depan anak-anak saat dewasa kelak. Oleh karena itu, yuk kita lebih aktif dalam mempromosikan asupan pangan dengan kandungan DHA yang memadai.

Kondisi 8 dari 10 anak Indonesia kekurangan DHA harus jadi keprihatinan kita bersama dan upaya untuk memenuhi kebutuhan DHA dalam makanan anak harus menjadi prioritas orang tua dan keluarga Indonesia.

Jadi kalau anak kita mulai terlihat tanda-tanda dari dampak kekurangan Omega 3 dan DHA di atas, sebaiknya segera kita cek menu hariannya apakah sudah memenuhi?

Saya sendiri karena merasa nutrisi anak dari menu harian kurang maksimal maka melengkapinya dengan memberikan anak minum susu yang mengandung Complinutri. Kandungannya terdiri dari Zinc, Vitamin, asam lemak omega 3 serta serat pangan dan inulin.

Sebagai orang tua kita harus peduli terhadap kondisi anak Indonesia yang masih darurat DHA ini karena mereka anak kita yang kelak akan menjadi tiang penyangga masa depan bangsa dalam menghadapi era Indonesia emas pada 2045.

 

#SGMEksplor #GenerasiMaju #MombassadorSGMEksplor

13 thoughts on “Mengintip Kasus PR Anak”

  1. Yeay, Fahmi keren. Jarang-jarang lho anak kayak Fahmi. Biasanya anak-anak senengnya langsung ngacir begitu bel pulang berbunyi. Semoga bisa istiqomah ya kebiasaan ini. Ngerjain sampe selesai sebelom bisa senang-senang. Makin pinter Fahmi.

    Reply
  2. Wah, salut banget sama Fahmi. Di saat teman-teman yang lain ngerjain di rumah, ia justru punya inisiatif untuk mengerjakannya lebih dulu di sekolah. Sifat tidak menunda-nunda pekerjaan Fahmi patut ditiru nih!

    Reply
  3. Aku jadi terinspirasi mbak baca cerita njenengan, kadang emang perlu ya ngintip2 gitu. Bukan niat buruk sih, tapi mengawasi sambil melihat perkembangan anak2 itu penting. Justru menurutku itu yang harus dilakukan supaya peran ibu lbh optimal untuk menjaga anak-anak.

    Reply
  4. PR anak jaman now memang agak susah sih menurut aku hehe.. kadang aku butuh waktu untuk bisa paham maksud dari tugas yang diberikan.. tapi memang sebagai orangtua kita harus memberikan nutrisi yang cukup untuk anak, agar prestasi belajar disekolahnya juga bagus ya teh

    Reply
  5. Wah.. dek Fahmi ini cerdas yaa. PR’a sudah dikerjakan lebih dahulu saat di sekolah supaya bisa menonton televisi ketika sampai rumah.

    Well, menurut aku sah2 saja asalkan dia bisa membagi waktu dengan baik. Hal terpenting, Ia bisa belajar untuk tidak menunda apapun itu.

    Oia, kalo ngmongin DHA itu telur omega 3 juga bagus untuk dikonsumsi harian*

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics