Nano-nano Politik

Nano-nano Politik

Nano nano itu ketika seorang tokoh agama yang cukup berpengaruh di sekitar tempat saya tinggal mengatakan kalau “kita itu jangan percaya pada tayangan televisi, karena semua stasiun tv sudah dikuasai pihak tertentu. Kita mah lihat dan ikutin apa kata media sosial saja…”

Boleh percaya atau tidak, tapi itu sungguh ada dan dikatakan oleh seorang tokoh di sekitar tempat saya tinggal. Saya dan suami hanya ngikik saja menanggapinya. Tapi tentu saja di rumah, bukan di hadapannya.

Media sosial jaman now tahu sendiri, segala ada. Ya kalau yang benar dan positif, sementara banyaknya kan yang hoax dan saling menjatuhkan. Apa itu lebih baik diikuti daripada tv yang masih memegang kaidah jurnalistik?

Kebayang kan bagaimana pemikiran masyarakat bawah yang menjadi pengikutnya sementara tokohnya saja punya pemikiran kaya gitu. Memang tidak semua masyarakat tunduk mengikuti apa kata sang tokoh. Tapi melihat suasana pedesaan yang mayoritas warganya sumuhun dawuh kepada sesepuh, udah bisa ditebak lah mau kaya apa masa depan daerah ini?

Ada lagi, seorang tokoh masyarakat yang alim, mengatakan saat ini kita harus patuh sama partai yang sesuai dengan agam akidah dan ahlak kita. Tapi giliran ditanya kira kira memilih calon presiden mana untuk Pemilihan Presiden tahun 2019 nanti? Jawabnya justru kepada calon yang sama sekali tidak diusung oleh partai yang digadang-gadangkannya itu.

Ngikik lagi deh saya. Ini pemikiran para sesepuh kita ini kok kaya gitu ya? Apakah mereka murni karena tidak tahu, atau memang “mempermainkan” masyarakat awam yang secara tidak langsung mereka adalah para pengikutnya?

Saya tidak mempermasalahkan kenapa pilih partai itu, atau kenapa pilih calon presiden itu… yang saya pikirkan ini pemikiran tokoh kok bisa sedemikian dangkalnya? Ya Allah, maaf bukan saya sok bisa atau sok tahu. Naudzubillah… astagfirullahaladziim. Tapi kalau saja seorang tokoh memberikan arahan kepada masyarakat demikian. Bagaimana kelak akan mempertanggung jawabkannya?

Padahal, bukankah setiap apa yang kita sampaikan atau lakukan itu akan diminta pertanggung jawabannya? Dari satu orang saja yang sudah buat kita keliru entah bisa entah tidak kita akan menebus kesalahan kita itu, ini apalagi dari sekian banyak orang yang tergabung dalam masyarakat sebuah wilayah?

Padahal saya yakin, anak buah, murid-murid, bahkan anak cucunya mereka itu sudah melek teknologi. Sekolah ke kota bahkan punya banyak gelar sarjana. Apakah karena sang tokoh itu seorang tokoh yang memang dianggap pasti benar jadi segala ucapannya harus diturut makanya apapun kata dan arahan sang tokoh (meski keliru) lalu diam saja?

Apakah itu yang dinamakan “pinter keblinger?”

Mental kita ini yang harus berevolusi ternyata bukan hanya ditujukan kepada para pegawai, anak sekolah dan atau pejabat saja, tapi juga kepada tokoh masyarakat yang notabene rujukan warga saat ada suatu hal yang perlu tuntunan.

Selama ini saya diam. Meski dalam hati saya gatal karena punya prinsip kalau salah ya harus dikoreksi, harus dibenarkan. Terhadap siapapun dan dimanapun. Termasuk presiden sekali pun kalah salah boleh dikritik, kan?

Tapi karena saya tidak punya kapasitas untuk meluruskan pemikiran dan ucapan para tokoh masyakat itu, da saya mah apa atuh… (salah-salah pemahaman bisa-bisa saya yang justru dituduh balik merendahkan atau menyalahkan itu tokoh masyarakat) maka sebagai salah satu jalan yang saya ambil adalah dengan menuliskannya di blog ini.

Saya pernah dengar, selemah-lemah orang jika tidak mampu dengan tindakan, maka dengan ucapan. Jika ucapan saja tidak sanggup maka cukup dalam hati. Semoga dengan menuliskannya di blog ini menjadi salah satu upaya supaya kita lebih cerdas, lebih bijak dan lebih berhati-hati dalam menghadapi globalisasi, kemodernan dan masa-masa pemilihan umum.

Politik mungkin bukan pilihan kita, tapi bukan berarti kita menutup mata atas semua itu. Kalau kita masih bisa dibohongi oleh politik, negara ini hanya maju bagi sebagian golongan saja. Sisanya yang masih bisa dibohongi itu, wallahualam…

4 thoughts on “Nano-nano Politik”

  1. Kadang memang ada pertimbangan2 tertentu yg terkait dengan kondisi di lapangan yg kita tdk tahu. Jd butuh proses menuju kondisi ideal. Memang kyk nonton bola para penonton sok lbh tau itu yg saya liat sih di kalangan para netizen…sok tau..hehe.

    Reply

Leave a Reply to tetehokti Cancel reply

Verified by ExactMetrics