Patriotisme Buruh

Patriotisme Buruh

Patriotisme Buruh

Upacara di tanah air itu biasa. Yang luar biasa adalah menaikan bendera merah putih di negara orang, terlebih dengan segala keterbatasan, bahkan cacian serta cemoohan. Jika anak sekolah di Indonesia mengikuti upacara sambil main gadget, bahkan berteduh dari sengatan matahari, para buruh migran ini upacara bendera justru diantara hujan badai dan angin topan! Tidak percaya?

Kapan ya terakhir melakukan upacara bendera? Saat sekolah dasar? SMP? SMA? Atau ketika apel pagi setelah bekerja? Aha, bagaimana jika aku cerita tentang upacara bendera pada masa membanggakanku saat jadi pahlawan devisa alias te-ka-we? Ya, TKW alias pembantu atau babu…

Melawan majikan itu taruhannya antara dipecat atau tak digaji. Tapi demi bisa menjalankan upacara bendera untuk merayakan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus, aku dan kawan-kawan sedikit pun tidak bergeming. Bayangan interminit atau dibalikin ke agency terhapus oleh rona bahagia di wajah bercampur perasaan lega manakala termasuk menjadi pasukan pengibar bendera alias paskibra. Meski bukan bendera pusaka, semangat disiplin serta rasa patriotisme yang tinggi ini patut jadi inspirasi.

Supaya bisa tampil sempurna di Puri Mandiri Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong, para buruh berlatih sepenuh hati. Saat yang tidak libur sibuk ngosek WC, saat yang berlibur happy di Victoria Park, peserta paskibra ngos-ngosan gerak jalan sambil berteriak satu dua satu dua seperti anak kandung di kampung yang sedang belajar menghitung dalam asuhan neneknya.

Pasukan merah putih para buruh di Hong Kong foto: Fera Nuraeni
Pasukan merah putih para buruh di Hong Kong foto: Fera Nuraeni

Saat hujan badai menerjang, ketika bulan Agustus selalu bertepatan dengan musim angin topan melanda wilayah Asia Pasifik, sedikitpun tidak menyurutkan semangat untuk berlatih dan (kembali) melawan majikan yang punya rasa kemanusiaan (mengkhawatirkan). Setiap hari Minggu mulai jam sepuluh pagi hingga jam lima sore tak ada kata lelah untuk terus berlatih. Serius, layaknya paskibra di istana negara di Jakarta sana.

Pernah bulan Agustus beberapa tahun lalu, bertepatan dengan bulan Ramadhan. Sambil puasa, berpanas-panasan tapi semangat latihan tetap jalan. Antara materi dan praktik diajarkan pelatih dengan penuh kesabaran. Diperlukan pelatih dengan kesabaran tingkat tinggi. Maklum, yang dilatih kan emak-emak yang frustasi di kampung dan menjadikan luar negeri sebagai pelarian. Pasti beda bawaannya dong jika yang dilatih pelajar atau mahasiswa.

Pelaksanaan upacara peringatan kemerdekaan terbagi dua, secara resmi di Konsulat yang dihadiri perwakilan pemerintah RI, serta upacara di lapangan Kowloon Park, yang dilaksanakan dan diikuti khusus para buruh migran. Meski dilakukan oleh para te-ka-we, namun jangan salah, sudah mendapat ijin dari kepolisian Hong Kong dan juga diketahui Management Kowloon Park, lho!

Upacara Bendera foto: Voice of Migrant
Upacara Bendera foto: Voice of Migrant
patriotisme buruh foto: Fera Nuraeni
patriotisme buruh foto: Fera Nuraeni

 

Perbedaan waktu menyebabkan upacara dilaksanakan hampir tengah hari. Jika di kampung sendiri jam sepuluh upacara kemerdekaan sudah dibubarkan, maka ini jam sebelas beberapa menit lagi masuk waktu shalat dzuhur, acara baru dimulai. Tidak ada karnaval, tidak ada drum band apalagi tukang cilok atau es dawet yang biasa kita jumpai di tanah lapang desa atau kecamatan. Yang ada penduduk lokal yang lalu lalang menonton sambil berjalan setengah lari.

Upacara selesai. Kebanggaan yang ada di dada ini bukan karena bisa masuk tv dan diwawancara media, melainkan bisa mewujudkan pengabdian dan rasa cinta tanah air yang keluar dari hati sanubari. Atau sebagian teman bilang mungkin ini karena karma juga, soalnya dulu di desa saat sekolah tidak pernah serius mengikuti upacara bendera, hahaha!

Sempat beredar kabar jika para buruh yang melaksanakan upacara ini termasuk orang bodoh yang mau-maunya capek dan so sibuk padahal tidak dibayar. Memang apa salahnya ya melakukan upacara, toh merepotkan mereka yang mengkritisi juga tidak. Para buruh peserta upacara bendera sih optimis saja, mereka yang menebarkan info tidak sedap itu mungkin sebenarnya membela kepentingan pihak tertentu yang anti buruh.

Padahal jika mereka tahu hal paling sederhana yang bisa kita lakukan selagi merantau di luar negeri adalah dengan terus belajar, menolong sesama buruh migran yang membutuhkan dan mendukung perjuangan rakyat Indonesia untuk kesejahteraan. Meski berstatus sebagai domestik helper bukankah tetap sebagai warga negara Indonesia? Upacara bendera jadi acara tahunan yang rutin diselenggarakan oleh para buruh. Selain untuk memupuk rasa cinta tanah air sekaligus juga sebagai bahan renungan, bahwa kaum buruh ini ternyata belum sepenuhnya merdeka.

Paskibra Foto Voice of Migrant
Paskibra Foto Voice of Migrant

 

Biasanya setelah pelaksanaan upacara bendera, masih dalam memperingati hari perayaan kemerdekaan dilanjut dengan menggelar pesta rakyat (pesta buruh migran tepatnya) dengan diselenggarakannya berbagai lomba seperti lari dalam karung, makan kerupuk, gigit koin di semangka, memasukan bolpoin dalam botol dan sebagainya.

Pihak KJRI biasanya mengadakan panggung gembira sebagai puncak kemeriahan peringatan 17 Agustus. Selain dijadikan momen untuk mengumumkan dan memberikan hadiah untuk pemenang lomba yang sudah diselenggarakan sebelumnya, panggung gembira juga dimeriahkan dengan hiburan artis dari tanah air. Tidak lepas dari musik dangdut sih, tapi paling tidak ada lagu wajib Gebyar-gebyar milik Gombloh, lagu Bendera punya Coklat. Selingan wajib tidak lepas dari sosialisasi serta edukasi, mengajak para buruh untuk tetap mencintai tanah air, jadi buruh yang tertib, menjauhi narkoba dan taat hukum setempat.

 

45 thoughts on “Patriotisme Buruh”

  1. Nasionalisme tingkat tinggi ini teh. Kata guruku upacara penting untuk mengingat cintamu pada negeri ketika berada di negeri nun jauh di sana. Tulisan ini buktinya.

    Reply
    • Iya, terasa banget dech pokoknya. Padahal dulu saat sekolah, daripada upacara mending melipir ke kebun teh dan mabal ke saung sawah, hahaha…

      Reply
    • Ada yang diputus kontrak lho Teh gara-gara sebulan itu dia ambil libur empat kali tiap hari minggu. Majikan keberatan karena yang dijaga selalu ditinggal. Berat memang…

      Reply
    • Kalau sudah jauh berasa kangen ya, tapi selagi ada kesempatan di kampung, malah ogah-ogahan… miris lihat anak sekolah dan pegawai negeri yang saat upacara malah ngobrol atau duduk-duduk…

      Reply
  2. Wah, baru tahu kalau para buruh migran itu juga jadi paskibra saat upacara HUT RI.
    Salut, deh. Berarti gak libur ya selama latihan jadi paskibra.

    Reply
  3. Masya Allah teh okti, betapa besar rasa cinta pada tanah air itu terasa ketika kita jauh darinya, ya. Pasti negara bangga dan salut punya rakyat seperti teh okti dan kawan-kawan. Semoga teman-teman di Indonesia yang pada baca ini ga ngeluh lagi kalo upacaranya kelamaan, kepanasan, etc. Toh di Hongkong sana upacaranya aja udah hampir tengah hari.

    Reply
  4. Huaa,seperti anak kandung di kampung. .
    Malah saat sulit dan penuh perjuangan utk merayakan kemerdekaan, jadi berkobar yaa teh. Salut utk semua buruh migran.. keren
    Aku Blum setor euy..

    Reply
  5. Salam kenal mba….merantau di negeri orang memang justru membuat kita jadi kangen negeri sendiri ya Mba. Perlu tuh ditanamkan rasa patriotik seperti itu dalam diri, biar bagaimanapun dalam darah kita ada darah Indonesia. Sehat dan sukses terus ya Mba.

    Reply
  6. Klo ngikutin cerita org Indonesia yg ada di LN pas momen 17 agustus tuh selalu seru buatku. Rasanya pasti berbeda dan luar biasa

    Reply
  7. Salut banget untuk para tenaga kerja Indonesia yang bela-belain upacara! Tanah air ku tidak kulupakan memang ya teh (sambil dengerin lagu Tanah Air) 🙂

    Reply
  8. Rasa nasionalismenya biasanya lebih besar ya… Saya bisa bayangkan betapa bangganya bisa mengibarkan bendera merah putih di negeri orang. Luar biasa..!

    Reply
  9. Salut banget sama perjuangannya. Malu deh rasanya kami2 di sini yang ogah-ogahan ikut upacara bendera… Tapi, memang rasa nasionalisme itu bakal menguat ketika justru berada jauh di negeri orang, ya.

    Salam kenal, Teh Okti

    Reply
  10. Seru dan terharu banget ya Mbak, upacara di negeri orang. Apalagi itu harus ‘berperang’ dengan majikan sendiri, bener2 perjuangan ya Mbak tuk bisa upacara itu 🙂

    Reply

Leave a Reply to ira duniabiza Cancel reply

Verified by ExactMetrics