Tumis Picung: Makanan dari Hutan yang Nyaris Hilang

Tumis Picung: Makanan dari Hutan yang Nyaris Hilang

 

Pohon Picung, atau Kepahiang yang sering disebut Kepayang Foto dari www.alamendah.org

Sebagai orang yang lahir dan besar di tatar Pasundan, alias Urang Sunda yang terkenal penyuka makanan mentah alias lalapan, saya dan keluarga termasuk orang yang tidak banyak pilih-pilih makanan. Selama itu halal, libas santap saja.

Terlebih masa kecil saya dihabiskan di kampung yang masih kental berbagai hal ketradisionalannya termasuk dalam kegiatan sehari-hari, membawa saya terbiasa hidup di alam seadanya sebagai survivor. Asruk-asrukan (ngebolang) ke berbagai daerah yang jaman tahun 80-90an lahannya masih rapat oleh semak dan hutan. Kehidupan kakek dan nenek yang berladang di huma (nanam padi gogo) mengajarkan kami harus bisa mengonsumsi makanan yang bisa kami dapat dari hutan. Sudah turun temurun bagi kami jika hutan adalah sumber pangan yang tidak tergantikan.

Seperti iwung (rebung) itu biasa kami dapat di rumpun bambu hutan perbatasan dengan ladang tempat masyarakat bercocok tanam.

Sumber makanan lain dari hutan yang bisa kami ambil seperti harendong, cecenetan, combrang, lobi-lobi, kupa, humut kawung, reundeu, poh-pohan, hahayaman, acoan oray, dan masih banyak lagi termasuk pangan dari hutan yang kalau dimakan bisa weureu (mabuk karena mengandung racun) seperti koas, picung, gadung dan lainnya. Ya, meski bisa menyebabkan keracunan namun orang tua selalu mengajarkan bagaimana mengolahnya sehingga bisa jadi makanan yang enak.

Bisa karena terbiasa. Sering mencicipi lalu menjadikannya makanan sehari-hari membuat beberapa makanan ndeso masa lalu itu tetap saya ingat dan jadi makanan favorit. Lalapan, dedaunan, buah, tumisan, begitu banyaknya olahan tradisional yang jadi bagian kearifan lokal urang Sunda yang tidak bisa saya lupakan meski belasan tahun sempat terlupa karena hidup di luar negeri untuk bekerja. Sepulangnya merantau, makanan jadul itu tetap saya cari lagi.

Salah satu hasil hutan yang saya sukai adalah tumis picung.

Tahu picung? Itu loh, buah kepayang/kepahiang, atau kalau dalam bahasa Jawa biasa disebut kluwek. Iya, kluwek atau kelewek yang biasa dibuat bumbu rawon berwarna pekat gelap. Bahasa Inggrisnya durian atau football fruit sementara bahasa Latinnya Pangium edule. Picung yang saya maksud ini “mentahannya” dari kluwek si bumbu rawon tadi.

Dulu tumis picung ini nenek yang selalu membuatnya. Lalu mama dan bibi, kini saya sendiri yang belajar menyajikannya untuk keluarga. Keunikan dan perjuangan untuk menghidangkan tumis picung di meja makan yang tidak mudah, membuat saya berusaha menikmati sensasi gigit demi gigit picung yang pulen dan lembut.

Buat apa sih picung ini? Ya buat dimakan –setelah dimasak dulu pastinya. Eh tapi jangan salah kaprah, tidak tahu cara mengolah picung, bisa-bisa bakal mabuk alias keracunan. Itu keunikan dan perjuangan yang saya maksud tadi. Ya, istilahnya mabuk kepayang itu tadi yang jadi peribahasa dalam bahasa Indonesia. Mabuk kepayang adalah mabuk karena picung bukan mabuk karena si dia atau mantan.

Picung atau di daerah ibukota ada yang menyebutnya sebagai pucung, saat ini sudah susah dicari. Di pasar tradisional Pagelaran Cianjur Selatan tempat saya tinggal, tidak setiap hari pasar (seminggu hanya ada tiga kali) bisa menemukan picung ini. Beruntung hari pasar Jumat kemarin secara tidak sengaja saya mendapati emak-emak bukan blogger lho ya penjual picung. Satu plastik kecil sekitar 100gram dihargai Rp.2500 rupiah. Langsung saya beli empat bungkus. Bukan tidak ingin beli banyak, tapi konon makan banyak picung bisa bikin pusing juga. Waspadalah…

Untuk mengolah picung yang sudah jadi tinggal masak ini, saya tahu si emak perlu waktu lama dan pengolahan yang cermat. Setelah buah picung yang bentuknya mirip bola rugby itu dipetik dari pohonnya di hutan, disimpan di wadah –biasanya karung– untuk direndam di air mengalir dan dibiarkan beberapa hari bahkan sampai dua mingguan. Untuk apa? Untuk menghilangkan zat hydrocyanic acid (sianida) yang baunya strong dan bisa bikin mabuk itu.

Buah picung mengandung sianida. What? Sianida? Yang bikin heboh di kasusnya “Kopi Vietnam Mirna dan Jessica” itu? Iya. Asam sianida dalam buah picung memang berkadar tinggi. Makanya kalau tidak diolah dengan benar bisa bikin mabuk atau pusing bahkan keracunan.

Meski bisa mengakibatkan keracunan, namun picung alias buah kepayang atau kluwek memiliki banyak manfaat untuk manusia. Picung mengandung vitamin C, zat besi, dan zat lain yang menguntungkan bagi tubuh. Selain untuk bumbu masakan rawon, kandungan vitamin dan mineral dari picung mampu meredakan beberapa gejala penyakit. Seperti penyakit kulit, obat kalau kena luka bakar, sekaligus bisa mencegah anemia dan menunjang kesehatan ibu hamil.

Pohon picung sendiri, kayunya bisa dibuat untuk batang korek api, terus daunnya untuk obat cacing, sementara picungnya juga selain bisa dimasak sebagai lauk pauk teman makan nasi juga bisa buat bahan pengawet ikan, penghilang kutu dan bahan pembuatan minyak. Selain tentu saja bijinya yang berwarna hitam (kalau sudah tua) dijadikan bumbu rawon yang terkenal lezatnya itu.

Kenapa orang harus tahu tentang picung, sumber makanan dari hutan yang sudah mulai susah ditemukan ini? Karena saya pikir, picung bisa jadi lahan bisnis yang menjanjikan. Tahu gak, dengan kecanggihan teknologi, picung sekarang bisa diolah sebagai minyak goreng kesehatan.

Harga 1 Kg minyak picung bisa mencapai Rp.200ribu bahkan lebih. Meski harganya berkali lipat dibandingkan minyak kelapa dan sawit, namun tetap laku di pasaran mengingat semakin banyak orang yang menerapkan tren gaya hidup sehat.

Masyarakat Desa Sungai Beban, Kecamatan Batang Asai, Sarolangun, Provinsi Jambi, saat akses transportasi sulit dan jauh ke pasar, masyarakat di sana sejak lama telah menggunakan minyak picung atau kepayang sebagai pengganti minyak kelapa dan atau minyak sawit untuk menggoreng.

Dan tahukah jika minyak picung bisa jadi sebagai satu-satunya minyak olahan di Indonesia? Meski membuat minyak picung ini cukup sulit, disebabkan karena bahan baku alias pohon picung nya sendiri sudah mulai langka di hutan. Ditambah memerlukan waktu sekitar seminggu lebih untuk menghilangkan racun sianida yang terdapat dalam buahnya, namun demikian masyarakat modern mulai banyak yang melirik minyak sehat ini.

Sebagai informasi, Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) VII Limau, Sorolangun Provinsi Jambi bekerja sama dengan Sucofindo telah melakukan penelitian dan mendapatkan hasil jika kandungan minyak picung as know as kepayang ini non kolesterol. Hasil laboratorium menyatakan DHA minyak dari picung cukup tinggi dibanding minyak nabati lainnya sampai 2,3%.

Jadi wajar kalau harga minyak yang terbuat dari picung ini cukup mahal. Selain karena sulit memproduksinya, lama proses menghilangkan racun sianidanya, juga karena kandungan DHA nya yang cukup tinggi.

Meski dari segi konservasi jelas banyak manfaatnya, produksi minyak picung masih belum bisa konsisten. Alasannya ya karena sudah langkanya pohon picung ini di hutan. Mungkin setelah mengetahui khasiat dan kegunaannya diharapkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bisa menghimbau masyarakat untuk mulai mau membudidayakan pohon picung. Selain supaya picung tidak punah, juga demi bisa menghijaukan hutan sumber mata air dengan pohon bermanfaat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Baik, kembali ke laptop, buah picung ini bagian dalamnya terdiri dari daging buah warna keputih-putihan dan biji yang berkulit keras dengan warnanya cokelat kehitaman. Sepuluh kg daging picung yang dipres, bisa menghasilkan sekitar 300gram minyak picung.

Biji picung ini jika tempurungnya kita buka, maka akan keluar daging biji berwarna putih. Daging biji ini yang dijual si emak dan berhasil saya beli di pasar Pagelaran. Tidak sabar lagi lah segera picung ini akan saya olah untuk disantap.

Baiklah ini resep tumis picung ala-ala saya dapat nyontek dari mama 🙂

TUMIS PICUNG

Bahan:

400 gram picung siap masak
Minyak goreng untuk menumis

Bumbu halus:

Kemiri 5 buah
Bawang merah 4 siung
Bawang putih 3 siung

Bumbu lain:

Tomat, cabe rawit, daun bawang, cabe merah, garam, gula dan penyedap rasa (semua secukupnya dan sesuai selera)

Cara masak:

Tumis bumbu halus hingga tercium bau wangi
Masukkan picung yang sudah dicuci bersih
Masukkan bumbu pelengkap
Kalau terlalu kering bisa tambahkan air

Setelah matang, angkat dan tumis picung siap disajikan.

Rasa dari picung ini sendiri pulen seperti makan kacang tanah, tapi ada rasa khas picung di ujungnya. Haduh, bingung deh saya jelaskannya. Hehehe. Makanya coba masak picung sendiri dan cicipi ya biar tahu rasanya.

Saat ini sudah cukup sulit mencari picung untuk diolah mentahannya –meski picung bukan termasuk tanaman langka– tapi di kampung saja sudah cukup susah nyari picungnya, apalagi di kota ya? Eh siapa tahu di kota malah mudah didapat. Mau mabuk kepayang eh mabuk picung di kota kan mudah, tinggal naksir seseorang jadi dech. Ups! Bercanda.

Indonesia negeri kita sangat kaya. Kekayaan hasil hutan yang bisa jadi sumber pangan sangat banyak tidak terkira. Memelihara hutan sudah kewajiban kita sebagai penduduk bumi. Karena kalau tidak ada hutan, bagaimana kita akan bisa hidup?

 

107 thoughts on “Tumis Picung: Makanan dari Hutan yang Nyaris Hilang”

  1. Saya baru tahu ada buah picung ini, juga baru tahu jika minyaknya harganya sangat aduhai. Wah, harus dibudidayakan, nih, agar permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Karena saya yakin kalau permintaan lebih banyak daripada persediaan.

    Reply
  2. Eyaampun Teh Okti, aku udah lamaaaa banget gak makan oseng Picung. Saat masih bareng mamah, apalagi saat masih ada bapak, sering masak ini. Pake cabe gendot, udah deh, nikmat. Dua piring nasi panas metung dan dengan lauk picung aja udah cukup. Kangen jadinya. Nyari ahhhhh….

    Reply
      • Iya urang kota mah moal apal Teh. Dulu, bisa dibilang ini makanan urang Leuweung alias orang yang hidupnya di hutan
        Terus meluas jadi makanan urang kampung… Seperti saya ini. Hehehe

        Reply
  3. Penasran aku Teh, itu kalo liat sayurnya, berati kukitnya kluwek ya. Aku tau kluwek juga pas di Surabaya ini, eh sekarang baca picung alis mentahannya kluwek. Jadi kayak nangka gitu ya Teh. Tapi wujud di pohonnya kayak pepaya. Kalo aku mampir ke rumahmu masakin itu ya Teh

    Reply
  4. Ooh… picung ini kluwek versi masih mentah ya mbak. Saya baru tahu. Kalau kluwek sih sering liat di toko bumbu. Biasanya untuk masak rawon.

    Iya ya mbak, kadang sesuatu yang sudah jarang ditemui di pedesaan atau kampung, justru ada di supermarket besar. Saya pernah terheran-heran melihat rebung dan umbut (pucuk pohon kelapa yang masih sangat muda) dikemas dan dijual dengan harga tinggi di supermarket besar di Jakarta.

    Pernah pula saya lihat bunga ‘pari sejata’ di villa puncak Bogor. Bunga ini di kampung saya adanya di hutan lebat yang hampir tak terjamah manusia. Orang sini akan rela jauh2 mencari ke dalam hutan karena sudah tradisi bikin rujak pari sejata saat selamatan nujuh bulan /mitoni kandungan anak pertama.

    Makanan dari hutan sungguh sangat beraneka.

    Reply
  5. Di tempat kerja suami suka ada nenek2 yang nawarin picung hampir tiap hari. Lumayan sering juga dia beli dan bawa ke rumah. Tapi saya baru tau ada sianidanya. Dan proses menghilangkannya lama banget nyampe seminggu ya. Saya juga baru tau bisa ngehasilin minyak sehat. Beberapa bulan terakhir saya mulai ganti minyak sawit dengan minyak kelapa. Itu aja udah mulai lumayan pusing nyoret2 anggaran. Tapi minyak picung ino lebih mahal dari minyak kelapa pula. Wow, keren beneran kalau Indonesia produksi.

    Reply
    • Terimakasih ternyata Mbak dan suami sudah mengetahui picung. Salam buat nenek penjual picung ya. Perjuangannya si nenek untuk menghilangkan zat asam pada picung patut saya apresiasi…

      Reply
  6. Apaan tuh? Baru tau. Dan langsung dibilang mengandung sianida dan bisa dibikin minyak. Aduh, piye iki aku banyak gak taunya…

    Reply
  7. Teh jadi penasaran sama rasa kluwek kl di tumis gini blm pernah nyoba. Seperti teh okti blg di atas, kalo kluwek aku biasa campur sama ulekan bumbu rawon nanti di tumis dan campuran bumbu ikan gabus di pucungin. Boleh juga nih nyoba tumis pucung.

    Reply
  8. Aku baru tahu menyahnya picung. Kalau yang bentuk kluwek tahu bangets
    Dan baru ngerti juga ini bisa ditumis juga mengandung sianida pula..wow
    Tapi bisa diolah jadi minyak berharga tinggi!
    Keren sekali, hasil hutan ini. Perlu jadi pengingat agar menjaga hutan untuk tetap lestari

    Reply
    • Di Jambi kepayang alias picung ini sudah banyak diketahui masyarakat
      Sekarang mulai dibudidayakan oleh perhutani Sorolangun Jambi

      Reply
  9. Baru pertama kali denger *eh baca 😀 kata picung, setelah lihat gambarnya baru ngerti, oooh kluwek ternyata. Dan bisa dimasak? Wah, sepertinya enak itu tumis picungnya, penampakannya mirip jamur, jadi penasaran dengan rasanya. Tapi takut juga ya kalau masak sendiri dan mengolahnya tidak benar, bisa mabuk/keracunan, ngeriii.

    Reply
    • Picung itu sama dengan kluwek, atau kepayang. Beda istilah setiap daerah saja. Kalau yg saya masak ini, daging buahnya. Kalau yg jadi bumbu rawon, itu bijinya yg hitam.

      Reply
  10. Teh Okti, kalo dijual di restoran keknya harga tumis picung mahal ya lha buatnya butuh waktu berhari-hari, direndam dulu.

    Baru tahu saya asal frasa “mabuk kepayang” … rupanya mabuk karena buah ini 😀

    Kalo di daerah Bugis, disebutnya ini “kaloa”, dijadikan bumbu makanan.

    Reply
  11. Oalah…saya baru tahu ini, teh.

    Baru tahu apa itu picung dan baru tahu kl kluwek tuh aslinya putih. Entah dosa apa dia kok jadi item hahaha…

    Mabuk kepayang juga dari sini ya asalnya.

    Tfs, teh. Informatif banget ini artikelnya.

    Reply
  12. aku kok jadi bolak balik nge-google ya, picung ini aslinya kayak apa! yaa Allaah, sungguh kayaaa sekali Indonesia ini ada picung, ada jengkol, dan kalo kata teh Okti mirip kacang dan pulen, kok aku jadinya bayangin itu loh, biji kacang mede?

    Reply
  13. jadi inget almarhumah nenek dulu sering masak ini, aku dari yang gak tau rasanya kayak apaan jadi nagih ternyata enak juga hehe

    Reply
  14. Aku penasaran banget dengan tumis picung ini mbak, rasanya jadi penasaran. Memang sekarang banyak makanan hutan yang sudah hilang dan langka karena hutan juga semakin menipis.

    Reply
    • Mayoritas di perkampungan yg masih ada pohon picung ya. Dan biasanya pohon picung tumbuh di hutan. Sudah jarang orang nanam picung di kebun apalagi halaman.

      Reply
  15. Aneka makanan yang dapat diolah dan disajikan bersumber dari hutan. Itu yang disebutkan Teh Okti nama-nama makanannya langsung daku cek di google, bentuknya kayak apa yak, haha. Kalau yang picung ini kan udah Teteh jelaskan waktu di medsos.

    Reply
  16. Makanan emak enak kalo dibuat tumisan seperti ini ya teh, liat hasilnya jadi pengen cobain deh hehe.. kalo ngga ada picung karena sulit ditemui bisa diganti dengan bahan makanan lain ya mbak, dan aku suka makanan yang pedas, cocok banget deh

    Reply
  17. Wah, pengetahuan baru nih buat saya. Saya tahunya ya kluwak atau kluwek untuk memasak rawon. Hehe. Ternyata manfaatnya banyak banget ya. Bahkan bisa untuk minyak sehat. Masya Allah.. harus dilestarikan, nih.

    Reply
  18. Wah mantap ka tulisannya informatif banget hhi aku baru tau loh, emg sii kyak pernah denger namanya tp baru tau bentukannya hhi tp klo kluwek yg item itu ku tau soalnya suka bikin rawon

    Reply
  19. Wah ternyata harganya lumayan mahal ya padahal kalau dapat langsung dari sumbernya bisa dapat dengan gatis hehe 😀
    Baru tau juga kalau asalnya kluwak ini ya picung. Penasaran kyk apa rasa daging picung. Jd kyk makan kacang tanah tapi dlm bentuk lbh gedean gtu kali ya

    Reply
  20. Wah saya baru tahu yang namanya picung mbak hehehe. Ternyata bisa ditumis juga ya. Ini jarang banget ditemui di pasar atau tukang sayur. Jadi belum pernah nemuin. Tapi harus pinter2 masaknya ya.

    Reply
  21. Selama aku tinggal di jawa barat, malah belum pernah nemu olahan picung muda gini, mak. Rasanya jadi kepengen main ke wilayah yang dekat hutan dan masih sering memanfaatkan hasil hutan untuk panganan harian. Pengen nyoba.

    Reply
  22. Oalaaahh picung itu cikal bakalnya kluwek. Aku tau klo kluwek. Klo picung, ak baru tau. Btw, gadung tuh yanh suka dibikin keripik buka ya Teh? Krn keripik gadung itu kan juga bisa bikin “mabok” klo kebanyakan makannya.

    Reply
  23. Meaki blm pernah lihat pohonnya, tapi makan picung n kluwek ni pernah. Tapi dah lama bangt. Aku baru tau kalau ternyata ada minyak picumg. Pohon kaya manfaat ya semua berguna.

    Reply
  24. Teh, saya iri dng dengan masa kecilnya 😀
    Dulu saya juga tinggal di desa, karena mama saya tugas di desa, tapi saya nggak pernah rasain kayak anak-anak lain, bisa petualang gitu, hiks curcol hahaha.

    Btw sungguh loh, kalau kluwek saya baru tahunya pas di Jawa, tante saya awalnya masak rawon, terus hitam gitu kan, saya tanya kenapa hitam? setahu saya makanan hitam itu cumi doang hihihi.
    Ternyata pakai kluwek 😀

    Ternyata manfaatnya banyak ya 🙂

    Reply
    • Btw penasaran juga ya ama tumis picung ini, lembut dan pulennya jadi membayangkan kayak ketan ya? 😀
      Sama sekali nggak biasa bayangkan, soalnya jarang juga sekarang pakai kluwek 🙂

      Reply
  25. Kalimat mabuk kepayang tapi bukan karena mantan itu terngiang-ngiang mbak di aku 😀 Mabuk kepayang ya karena buah picung dari pohon kepayang ya ehehe. Waah kandungan vitamin dan mineral dari buah picung punya banyak manfaat untuk menyembuhkan penyakit ya. Tapi ngolahnya perlu keahlian biar gak bikin keracunan alias mabuk kepayang itu. Itu hasil akhirnya jadi agak mirip jamur gitu mbak picungnya. Duh aku penasaran ingin icip-icip karena beneran baru dengar soal buah picung yang harganya hmm mahal juga ehehe

    Reply
  26. “mabuk kepayang” kan memang udah masuk ke KBBI Teh. Tergila-gila karena cinta. Tapi jarang yang tau kalo kepayang itu nama tumbuhan . Boleh ya sekali-kali nyicipin tumis kepayang ala Teh Okti.

    Reply
  27. Unik banget ya olahannya… sumbernya juga dari hutan yak..senangnya… Semoga hutan kita lestari ya.. biar sumber pangan kita juga lestari…

    Reply
  28. Untuk aku pribadi belum mba, makan olahan buah kepayang. Tapi kalau mamak ku pernah, karena ia besar didesa jadi olahan kepayang udah nggak asing lagi.

    Untuk kepayang sendiri, biasanya di olah menjadi lauk berkuah santan pedas bukan di tumis.
    tiap daerah punya cara sendiri buat olah kepayang nya ya,inti nya tetap sama-sama enak kok

    Reply
  29. Wah Teh Okti. Aku belum pernah ikh tahu tentang picung ini padahal besar di Bandung. Saking langkanya kayaknya ya. Sekilas buahnya mirip buang nangka ya. Tapi pas ditumis sekilas kayak jamur bulet itu ya penampakannya. Jadi penasaran rasanya ikh

    Reply
  30. Saya baru tau nih tentang picung alias kluwek ini, taunya cuma buat bumbu rawon ajap, padahal ternyata banyak banget ya manfaatnya… Bisa ditumis juga, penasaran deh sama rasanya, pengen coba…

    Reply
  31. Ohh picung itu pucung ( betawi ) klo aku masak pakai picung ini terkadang nemu yang agak Manis gitu teh, hutan semua makanan berasal dari sana ya teh. Bersyukur Indonesia banyak hutan.

    Reply
  32. Hutan banyak banget manfaatnya ya mba bnyak pohon2 yang bisa dimanfaatkan untuk kita makan smoga hutan2 di Indonesia bisa selalu dilestarikan ya jangan smpe terjadu kebakaran hutan

    Reply
  33. Sayangnya selama tinggal di sini blm bnemu ttg Picung ini mbk. Coba nanti kalau saya ke pasar nanya ke penjual apa tahu picung tau gak. Tapi mengingat harganya cukup lumayan mungkin jg jarang dijual di pasar sini kali ya, apa mungkin picung ni udah masuk kyk pasar modern atau supermarket gtu kali ya kalu di Jawa?

    Reply
  34. Picung bare denger namanya. Tapi kalo luwek saya tau. Soale suka sama masak rawon. Apalagi pohonnya belum pernah liat kalo di Bengkulu. Ehh karena di Bengkulu ada kabupaten yang namanya Kepahiang, jangan-jangan terinspirasi sama nama buah ini ya

    Reply
  35. Ouuwww ternyata Mabuk Kepayang itu mabuk karena kebanyakan makan picung alias kluwek ini ya. Duh, pengetahuan baru banget ini buat saya. Makasih banyak Teh.

    Ternyata Picung ini memgandung Sianida. Beneran kaget sampai saya baca ulang di paragraf itu saking khawatir salah baca. Dan direndam di air mengalir hampir selama dua minggu, berarti dibiarkan di pinggir sungai dalam karung yang diikat selama dua minggu dong ya. Lama sekali ya pengolahannya untuk bisa disajikan di meja makan. Pun harganya murah lho ternyata.

    Reply
  36. Oalah picung itu kluwek. Kalo kluwek aku tahu meski belum pernah lihat secara langsung hehe. Belum pernah makan. Ternyata harganya lumayan mahal yaah. Apa karena susah didapatkan?

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics