Drama Diet Sehat 15 Hari: Pengalaman Mempraktikkan Ngemil Bijak

Ngemil Bijak Okti Li

Drama Diet Sehat 15 Hari: Pengalaman Mempraktikkan Ngemil Bijak

Anak dan suami menertawakan sambil memegang perut. Itu bukan sekali dua kali. Mereka cenderung mencibir dengan kelakuan yang saya praktikan beberapa hari terakhir ini.

“Ami ga mau ikutan ibu, ah. Keburu masuk nih sekolah agamanya.” Katanya sambil segera mengunyah dan menghabiskan makanan ringan dalam piring di hadapannya.

“Ayah juga ga bisa. Udah nganter Ami ke madrasah kan sekalian mau ke toko kitab. Nanti telat juga.” Alasan yang sama pula, lalu ayah dan anak itu sama-sama segera menghabiskan tea break ala-ala yang saya buat. Meninggalkan saya yang baru habis mengunyah biskuit satu buah.

“Baru tiga hari. Belum terbiasa. Sabar Okti. Kamu pasti bisa.” Batin saya sambil membereskan makanan dan minuman. Meski belum habis, punya saya pun tetap dibereskan. Bukan gak selera karena ditinggalkan dan tidak dianggap oleh suami dan anak. Tapi saya memang sudah merasa tidak lapar. Jadi disimpan saja.

Ngemil Bijak Okti Li

 

Kebiasaan baru ibu yang aneh, demikian anak saya ngedumel ketika saya mengajarkan kalau makan Biskuat jangan sambil nonton. Ih, ibu kok jadi pelit sih? Ucap anak saya ketika biasanya ngasih camilan Belvita satu bungkus, berapa hari ini cukup sedikit demi sedikit itu pun ditakar dalam wadah kecil.

“Ami sebenarnya tidak lapar kan? Tadi kita sudah makan siang kan? Coba makannya pelan dan ikuti ibu…”

“Gak mau ah lama!”

Penolakan dari anak memang cukup frontal. Pak suami sih mending, dia gak banyak omong, apalagi membantah. Hanya geleng-geleng kepala, masih asing dengan apa yang saya jelaskan dan sesekali tidak bisa menahan tawa melihat saya mau makan saja pakai ritual dulu, katanya.

Sabar, saya hanya bisa tarik nafas. Baru seminggu. Sebagai ibu, saya harus jadi role mode. Saya sayang dengan anak dan suami. Bukan kasihan. Jadi meski berat, saya harus tetap semangat mengajak dan membiasakan mereka dengan sabar dan tulus.

Semua drama itu, berawal setelah saya mengikuti webinar #NgemilBijak yang diselenggarakan oleh Mondelez Indonesia dan IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis) pada tanggal 22 Agustus 2020. Di webinar yang dimoderatori Nurusyifa memiliki tema Tips & Trick #NgemilBijak dalam Keluarga ini memang dibahas tuntas terkait bagaimana ngemil menjadi salah satu kebiasaan yang banyak dilakukan selama di rumah saja.

Saya sangat beruntung mengikuti webinar yang diisi oleh Khrisma Fitriasari – Head of Corporate Communication Mondelez Indonesia, Alfa Kurnia – Ketua Divisi Blog IIDN, dan Psikolog Klinis, Tara De Thouars sebagai nara sumber, karena saya jadi tahu kalau ngemil belum bijak jika kita belum benar-benar menikmati apa yang dimakan dan belum memikirkan manfaatnya bagi tubuh dan pikiran.

Khrisma Fitriasari dari Mondelez Indonesia memberi penjelasan mengapa Mondelez mengangkat tema Ngemil Bijak dalam webinar ini. Seperti kita tahu masa pandemi kebanyakan di rumah saja. Semua perasan kita selama hampir setengah tahun di rumah ini banyak pelariannya ke ngemil. Pikiran negatif tentang ngemil pun bermunculan. Ngemil terus sih, jadi gendut, seperti itu misalnya. Padahal jika dilakukan dengan bijak kegiatan ngemil ini bisa bermanfaat lebih seimbang.

Nah, menyadari pentingnya kebiasaan ngemil bijak ini, Mondelez Indonesia menggandeng komunitas IIDN untuk memberikan informasi yang baik terkait ngemil yang benar dan sekaligus mensosialisasikannya.

Alfa Kurnia, Perwakilan dari IIDN

Pihak IIDN tentu saja menyambut baik kegiatan dari Mondelez Indonesia ini. Kesamaan visi untuk mendukung peran ibu dalam keluarga, tema yang pas karena para ibu memang mempunyai peran penting dalam mengatur asupan yang baik dalam keluarga.

Tidak mudah mengajak keluarga mempraktikkan ngemil bijak dalam keseharian. Buktinya anak dan suami saya saja bukannya semakin lama semakin terbiasa, ini malah menertawakan saya dan berlalu dengan berbagai alasan.

Padahal, kegiatan ngemil bijak ini bukan sekadar mengajak masyarakat untuk ngemil secara lebih sadar. Tapi juga menerapkan pola hidup sehat dalam mengonsumsi makanan.

Mayoritas kita kan makan atau ngemil sambil sibuk dengan kegiatan lain. Itu justru akar permasalahannya karena saat mengerjakan sesuatu, kita tidak fokus dengan makanan, melainkan dengan kesibukan kita. Sambil nonton, sambil main gadget bikin kita tidak tahu, apa sih yang kita makan?

Padahal hasil survei Mondelez tahun 2O19 menunjukkan bahwa orang Indonesia banyak ngemil. Sampai beberapa kali sehari. 77% korespondensi memilih ngemil daripada makan berat. Setengahnya responden malah menyatakan tidak punya waktu untuk makan. Menariknya, 80% dari responden adalah generasi milenial yang nantinya jadi orang tua dan berpotensi menghasilkan generasi yang sangat mencintai camilan.

Kebiasaan di Indonesia orang menggunakan camilan untuk memuaskan kebutuhan mental dan emosional. Alasannya untuk meningkatkan mood-lah, untuk me time, untuk rasa nyaman, merasa terhubung dengan orang lain, dan untuk menghilangkan kegelisahan. Jika ngemil sembarangan yang dilakukan, tidak menutup kemungkinan berbagai masalah terkait pola makan sehat dan berat badan akan semakin banyak bermunculan.

Psikolog Tara De Thouars mengatakan ada hubungan antara ngemil dan perilaku yang nantinya bisa menjadi kebiasaan dan berpengaruh menurun dari orang tua kepada anak. Kalau perilaku ngemil-nya baik, bagus dong. Tapi kalau buruk? Tentunya bisa berakibat buruk untuk generasi selanjutnya.

Tradisi kita, kebersamaan dalam masyarakat selalu dibarengi dengan makanan. Apapun acaranya minimal ada suguhan. Apalagi saat pandemi kebiasaan masyarakat semakin berkembang. Muncul istilah emotional eating. Yaitu memilih makanan sebagai pelarian dari stres.

Ada yang pada saat emosi, bawaannya lapar melulu padahal sebenarnya mencari pelarian agar merasa lebih happy. Pengaruh psikologisnya, perilaku yang dibiasakan punya kecenderungan untuk mengulanginya lagi secara terus-menerus. Jika hal itu dialami seorang ibu, bagaimana tidak akan menurun kepada anak dan keluarganya?

Karena itu ibu punya peranan sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan di rumah, karena ibu yang mengatur asupan masakan, membeli, dan mengontrolnya.

Ada tiga peran penting ibu dalam kebiasaan ngemil anak, yaitu:

1. Ibu sebagai role mode

Sikap dan perilaku ibu akan ditiru anak. Kebiasaan ngemil sambil nonton televisi, bisa menurun kepada anak. Saya tahu menerapkan ngemil bijak di keluarga saya masih susah. Tapi saya yakin, kalau saya selalu melakukannya, lama-lama anak dan suami akan terbiasa. Bahkan mungkin mengikuti juga.

2. Ibu punya beban dan tanggung jawab

Saya berusaha tetap semangat menjalankan praktik ngemil bijak karena saya punya tanggung jawab terhadap kesehatan anak dan suami.

3. Peran ibu terkait tuntutan lingkungan

Saya memang sempat membiarkan Fahmi putra saya makan apa saja, setelah banyak komentar dari luar yang mengatakan kok anaknya kurus sih? Mau makan ini, itu, sambil begini, begitu, saya perbolehkan selama tidak bahaya. Tujuannya biar anak badannya berisi. Gak seperti anak kurang makan.

Kini saya ngerti. Peran seperti apa yang dituntut lingkungan, belum tentu baik buat kita. Yang benar adalah orang tua harus memberikan yang terbaik untuk keluarga dengan tidak terlalu fokus pada tuntutan lingkungan. Toh yang mengalami dan merasakan keluarga kita saja, yakan?

Mengapa Ngemil Bijak Dimulai dari Keluarga?

Saya setuju dengan Mba Khrisma yang menekankan sebaiknya ngemil bijak dimulai dari keluarga. Karena keluarga paling berperan dalam membentuk kebiasaan anak atau anggota keluarga lainnya. Ibu berperan penting membentuk kebiasaan baik, termasuk dalam hal makan dan ngemil.

Wajar kalau Fahmi dan pak suami masih susah menjalani pola ngemil bijak. Karena selain hal itu adalah kebiasaan baru, juga dalam praktiknya ternyata ada hal yang harus kita perhatikan.

Apa yang Harus Diperhatikan dalam Kebiasaan Ngemil?

Saat kita memiliki emotional eating ada hal yang harus kita perhatikan supaya pada akhirnya tudak menimbulkan rasa bersalah. Ngemil bijak jika dilakukan dengan kesadaran bisa jadi kegiatan ngemil yang positif.

Kuncinya, ngemil secara sadar dan memahami isyarat tubuh. Dilanjutkan kemampuan kita menentukan jenis dan jumlah camilan yang hendak dikonsumsi dengan melibatkan semua indera dalam diri kita.

Beda Cinta dan Kasihan Dalam Ngemil Bijak

Saat ada anak penyuka makanan manis dilarang oleh dokter, si anak jadi ngambek. Anak berteriak-teriak pada orang tuanya minta makanan manis. Jika menjadi orang tua si anak, apa yang kita lakukan?

Ada yang dengan sabar menghadapi anak sambil memberikan penjelasan supaya anak ngerti dan mengganti camilannya dengan buah segar. Namun ada yang memberikan camilan yang dipinta anak karena kasihan.

Orang tua yang memberikan penjelasan dan mengganti dengan buah segar, itu berarti mendahulukan CINTA kepada anaknya. Sementara yang tetap memberikan camilan manis yang diminta anak itu berarti KASIHAN. Jelas kan bedanya cinta dan kasihan dalam prespektif ngemil bijak ini?

Perbedaan mencintai dan mengasihani bisa jelas kita rasakan. Saat kita mencintai, dampaknya akan positif kepada tubuh. Sementara kasihan, ketika kita memberikan sesuatu padahal tahu dampaknya tidak baik bagi kesehatan.

Saya mendapatkan penolakan dari anak dan suami terkait ngemil bijak. Sementara tak apa. Mereka belum terbiasa. Tapi saya akan tetap mempraktikkan karena saya cinta terhadap mereka. Ingin kesehatan mereka jadi yang utama. Apalagi saat pandemi dimana daya tahan tubuh sangat diperlukan dan bisa jadi imun kekuatan.

Yang penting tidak menunda-nunda pola makan sehat. Yakin mengatur pola makan itu untuk kesehatan, sementara camilan untuk kesenangan sesaat. Saya tidak ingin pikiran yang menjebak hinggap di kepala saya sehingga memberikan asupan camilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi yuk terapkan pola hidup sehat ngemil bijak karena cinta, bukan kasihan.

Tiga hal yang bisa dilakukan seorang ibu dalam menerapkan pola ngemil bijak karena cinta bukan kasihan, menurut psikolog Tara De Thouars sebagai berikut:

Seorang ibu bisa menjalankan praktik ngemil bijak jika:

1. Memperbaiki pola makan.

Ayah dan ibu harus membenahi perilaku pola makannya terlebih dulu. Karena orang tua sebagai role mode maka orang tua yang bisa memiliki perilaku ngemil bijak akan diikuti oleh anak dengan perilaku ngemil bijak tersebut.

2. Mengatasi perasaan bersalah.

Tidak mengabulkan semua permintaan anak bukan kita tega. Jangan sampai orang tua punya obesitas, menurun pada anak karena menerapkan pola makan yang sama tidak sehat pada anaknya.

3. Mengutamakan kebutuhan, bukan keinginan.

Utamakan apa yang lebih baik untuk anak, bukan sebatas apa yang diinginkan anak. Anak tentu tidak berpikir panjang, apa yang enak dan nyaman saja yang dia mau. Sebagai orang tua penting untuk bisa mengatur, mengajarkan, menjaga pola makannya sehingga anak bisa memilih mana yang dia butuhkan dan mana yang tidak.

Hal itu yang selama dua minggu terakhir ini saya coba terapkan di rumah. Cukup sering menimbulkan drama karena memang anak dan suami masih asing dengan pola ngemil bijak ini. Gimana tidak mengelak, biasanya mau makan Cadbury tinggal comot langsung habis sebungkus, kini saya takar mulai dari satu bungkus, setengah bungkus, sampai hanya beberapa potong saat sekali ngemil.

Gimana gak bikin anak meradang biasanya keenakan ngunyah sambil rebahan menonton televisi kini saya paksa harus sambil duduk dan meletakkan apapun, selain makan dan minum yang ada di meja.

 

 

Itu belum seberapa karena langkah ngemil bijak yang disarankan psikolog Tara De Thouars sebenarnya ada lima langkah.

5 Langkah Ngemil Bijak Tanpa Rasa Bersalah ala psikolog Tara De Thouars

1. Cek sinyal tubuh.

Tubuh butuh makan kalau lapar. Isyarat lapar adanya hanya di perut. Kalau mencium wangi kue dan ingin mencicipinya, itu tandanya sinyalnya ada di hidung bukan di perut. Bukan lapar namanya.

Anak saya jelas menolak keras ketika mau ngemil Oreo saya alihkan perhatiannya karena sebenarnya ia baru saja selesai makan siang. Awalnya begitu. Tapi saya yakin lama-lama ia akan terlatih untuk mengenali dan merasakan sinyal lapar yang sebenarnya. Tidak dikuasai oleh emotional hunger, padahal perut sedang tidak meminta. Jangankan anak, saya dan suami saja masih berusaha keras membedakan dan menahannya.

2. Relaksasi.

Kalau sudah tahu sinyal lapar pada tubuh maka step kedua adalah relaksasi. Relaksasi maksudnya mengambil jeda sejenak, sekadar bernapas supaya kita memberikan jarak kepada diri untuk berpikir secara rasional supaya mampu memberikan keputusan terbaik bagi tubuh.

Cara relaksasi yang dicontohkan Mbak Tara adalah dengan menarik napas, tahan napas sejenak, buang, tahan, tarik lagi nafas. Ulangi lagi dengan langkah yang sama.

Setelah menjeda, baru tentukan mau makan apa dan seberapa banyaknya. Bedakan emosi dan logika. Gunakan pikiran rasional untuk jawab pertanyaan tepat tidak nih kalau saya makan ini sekarang? Apakah ini makanan yang baik buat tubuh? Banyaknya sudah sesuai dengan kebutuhan tubuh atau tidak?

Pertanyaan itu bisa dijawab kalau kita rileks. Sayangnya jangankan mau menjawab, yang ada anak dan suami saya malah bikin drama lalu segera menghabiskan camilan dan buru-buru pamit dengan berbagai alasan. Padahal kalau kita tidak terlalu lapar, kan bisa mengurangi jumlah makanan yang akan dihabiskan. Bahkan saya sudah bisa (sesekali) berhenti ngemil, lho. Sampai anak mengira saya berpuasa.

3. Makan secara mindfullness.

Makan secara mindfullness berarti makan dengan penuh kesadaran. Saat kita melakukan mindfull eating, fungsikan 5 indera dengan baik. Mata, hidung, indera peraba, indera pengecap, dan telinga.

Praktik ngemil secara mindfullness dilakukan dengan urutan:

01. Amati camilan

Perhatikan bentuk makanan. Lihat bentuknya. Ada gulanya yang berjatuhan. Semua kita perhatikan sebelum memakannya.

02. Fungsikan indera penciuman

Coba dekatkan ke hidung. Adakah tercium wangi? Rasa apa yang tercium dominan? Cokelat, vanila, atau apa? Kita pasti bisa mengetahuinya.

03. Gunakan indera peraba

Biarkan tangan kita menyentuh, meraba, memegang dan merasakan camilan yang akan kita makan. Rasakan teksturnya, kasar, halus, lembut, basah. Amati betul.

04. Masukan makanan ke mulut perlahan

Gigit kue sedikit. Simpan dulu di ujung lidah. Jangan langsung ditelan supaya indera pengecap bisa merasakan rasa dan sensasinya. Upayakan makanan dirasakan oleh lidah, digigit dan dikunyah dengan gigi. Pastikan bagian mulut semua berfungsi dalam proses makan camilan ini.

Ketika makanan menyentuh bagian mulut rasakan bunyi dari makanan yang dikunyah. Rasakan tekstur yang kasar perlahan menjadi lembut. Telan secara perlahan-lahan dengan penuh kesadaran. Rasakan makanan turun perlahan-lahan, rasakan ketika masuk ke kerongkongan. Lalu rasakan makanan masuk ke lambung.

 

 

Praktiknya memang tidak semudah teori. Anak saya sering melanggar tahapan ngemil mindfullness ini jauh sebelum tahapan ke dua. “Ibu mah kelamaan, keburu ditinggal teman tuh!” Langsung dilahap dan dihabiskannya camilan yang saya beri.

Okay, saya tidak mengapa. Semua memang butuh proses. Sebagai role mode, saya tetap sabar untuk terus membiasakan menerapkan pola ngemil bijak meski tantangannya berat dan banyak tentangan.

Jangankan anak, atau suami. Saya saja merasa complicated, sebenarnya. Ya karena belum terbiasa. Baru mencoba sekitar dua mingguan saja gitu loh. Namun ngemil dengan cara mindfullness ini berfungsi penting karena tujuannya baik. Supaya kita tahu apa dan bagaimana kita makan. Kalau tidak ngemil dengan sadar maka kita tak bisa menikmati camilan. Jadinya camilan lewat begitu saja.

Dengan menikmati makanan dan merasakannya kita tahu seberapa banyak makanan yg diperlukan, jadi tahu kapan harus berhenti mengunyah, tidak kebablasan sehingga kita bisa mengatur asupan kalori.

Ngemil Bijak

Dalam mindfull eating hanya menerapkan satu aktivitas yang dilakukan dalam satu waktu. Kalau lagi makan ya makan saja, tidak sambil nonton atau membaca. Makan sambil membaca fokusnya di buku, itu menyebabkan kita makan tanpa sadar, tahu-tahu saja sudah habis ,saja. Terus nambah lagi camilannya. Sungguh tudak bijak, bukan?

4. Jeda Waktu Makan.

Jika usai ngemil dan ingin tambah, beri waktu sekitar 15 – 20 menit. Karena sejak makanan masuk ke dalam perut, butuh waktu sekitar 15 – 2O menit untuk diproses dan mengirimkan sinyal ke otak untuk memberi tahu apakah sudah kenyang atau belum.

Kalau ngemilnya tak diberi jeda, perut dan otak belum memproses sempurna sudah diisi lagi. Jadinya kita tambah lagi terus karena merasa belum kenyang. Tidak bijak pula, ya?

5. Bersyukur.

Apapun makanan yang jadi rezeki kita semua harus disyukuri. Kita makan untuk hidup. Bukan hidup untuk makan. Jangan maruk. Besar kecil kalau disyukuri akan melimpahkan keberkahannya.

 

Semangat Ngemil Bijak? Yes! 

Pengalaman kurang lebih dua minggu menerapkan pola ngemil bijak ini sungguh bukan perkara mudah. Namun bukan berarti tidak bisa. Saya yakin semua butuh proses. Tak apa sampai sekarang anak dan suami masih menertawakan saya yang selalu berusaha sabar menjalankan praktik ngemil secara mindfullness ini. Saya pun tidak langsung memaksa mereka. Paling tidak dengan mempraktikkan sendiri memakan camilan secara perlahan dan banyaknya sesuai sinyal yang disampaikan perut, anak dan suami jadi sering melihat, pelan mereka juga mwngikuti. Semoga lama-lama bisa terbiasa dan menjalankannya juga.

Jika ngemil bijak ini bisa diterapkan Insyaallah akan membentuk keluarga yang sehat karena saya alami sendiri, selama kurang lebih sudah dua mingguan menjalankan pola ngemil bijak ini banyak perubahan yang saya alami.

Pertama, badan terasa lebih ringan. Saya tidak berniat diet, tetapi lemak di perut lumayan surut. Begitu juga dagu yang awalnya berlipat sekarang tingkatannya sudah hilang perlahan.

Yang bisa dicirikan juga, cincin di jari manis yang pas bahkan yang satu hampir sesak, kini dua-duanya longgar. Pernah yang di jari kiri jatuh sendiri saat mandi. Itu tandanya, (semoga) badan saya sekarang menyusut (baca: berat badan turun). Itu semua saya yakin bukan karena diet, tapi karena pola ngemil bijak yang saya praktikkan tidak saat mau ngemil saja, tapi juga ketika waktunya makan besar. Ngemil dan makan bijak itu sehat, bukan?

 

#NgemilBijak

 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Ngemil Bijak yang diadakan oleh Ibu-Ibu Doyan Nulis 

63 thoughts on “Drama Diet Sehat 15 Hari: Pengalaman Mempraktikkan Ngemil Bijak”

  1. Teh, lengkap banget ulasannya, berasa ikutan webinar dan nambah jadinya ilmu ngemil bijak saya . Setuju jika Ibu adalah koentji pola ngemil keluarga. Intinya utamakan kebutuhan dari keinginan ya…dan ibu punya peranan sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan di rumah, karena ibu yang mengatur asupan masakan, membeli, dan mengontrolnya. Maka, Alhamdulillah, di rumah saya, pola ngemilnya cukup terkontrol, tinggal dijaga biar semua terbiasa dengan bijak sampai nanti

    Reply
  2. Ibu tuh bener2 role mode buat anaknya dan keluarga ya Teh.
    Betul sekali, penolakan kadang datang dari yang terdekat karena ga terbiasa, semoga ga lelah mengedukasi agar terbiasa.
    Padahal ga pira cemilan, tapi karena tahu cara ngemil bijak jadinya kita tahu bisa mengontrol makanan dan cemilan apa yang dibutuhkan body.

    Nah asik kan teeeh, kalo badan ringan tuh, jadi bebas bergerak, akutu bukannya ga mau gendut, ga nyaman aja, karena porsi berat badan nyamannya di angka 52-53

    Reply
  3. Teh Okti kece iihhh ilustrasi canvanya!
    Bener bangeett, ngemil bijak ini solusi untuk keluarga kita.
    Mungkin, awalnya agak aneh karena belum terbiasa, gapapa pelan2 aja lah ya
    Semangaaatt!

    Reply
  4. Aku biasanya suka lupa makan klo udah ngurusin kerjaan. Jangan ditiru yak. Hehe..
    Sekarang semenjak di rumah jadi suka ngemil. Efek wfh. Pinginnya sih ngemil sehat tp entah kenapa yg masuk camilan segala rupa. Haha

    Reply
  5. Saya dalam sehari bisa 3-4 kali ngemil hihi
    Lebih ke ganjel perut diantara makan utama sih
    Jd ngemilnya mayan berat, seperti bubur, kolak, bakso, kue aneka jajan pasar atau buah2an hehe
    Bijak ga tuh

    Reply
  6. Kereeenn ini Teh!
    Saya pas selesai webinar, langsung praktik, tapi lama kelamaan lupa dong hahaha.
    Nantilah ingat mau ikutan lomba ini, baru keingat lagi mengenai ngemil bijak ini, dan memang jadi lebih bisa mengikuti lagi.

    Emang kudu dicetak dan ditempelin ke dinding kali ya, biar saya ingat terus kalau ngemil kudu bijak 😀

    Reply
  7. Wah, ada tahapannya ya mba saat ngemil bijak? Patut dicoba ni, bisa nggak ya aku terapin begitu, ngemil dengan fokus tanpa melakukan aktivitas yg lain. Bisanya aku ngemil sih sambilan nonton, ngobrol atau main gawai.

    Semoga terpilih tulisannya menjadi salah satu pemenangnya ya. Semangat

    Reply
  8. Kadang saya ngemil sambil beresin kerjaan meja. Hmm … disela sela kerja kali ya. Lebih kepada membiarkan saya punya masa istirahat sebelun memulai lagi. Seringnya sih ngemil biskuit 2 atau 3 buah. Kalau ngemil disambi, saya nggak betah juga dan nggak tahan kalau laptop keyboard-nya kotor sama remahan camilan.

    Hmm … butuh praktek lebih jauh nih kayaknya saya.

    Reply
  9. Ngemil itu memang gak bisa dihindari ya. Sudah jadi kebiasaan. Dengan adanya info tentang ngemil bijak ini, kita jadi tau bahwa ngemilpun ada aturan² dan petunjuk² penting agar tetap sesuai dengan standard kesehatan.

    Saya setuju dengan pendapat bahwa titik pertama untuk mengaplikasikan ngemil bijak adalah dari diri sendiri dan keluarga. Jadi semangat untuk mengajak keluarga saya.

    Reply
  10. Emh…bagus nih kalau dibaca oleh food vlogger. Jadi kalau mereview makanan mereka bisa menjelaskan dari hasil pengindraan: aromanya, teksturnya, rasanya…. Bukan malah bilang mau meninggal ….:))

    Reply
  11. Ngemil bijak dan menyehatkan tentunya penting banget ya mbak. Aku penggemar kegiatan ngemil nih,hampir tiap hari pasti ada cemilan di meja kerja apalagi kalo uda kejar deadline semuanya. Memang pilih cemilan yang tepat untuk kondisi tubuh penting banget biar gak sembarangan makanan yang masuk ke body.

    Reply
  12. Hahahaha ngakak baca dramanya Teh, kalau anak-anak saya masih agak lebih mudah diarahkan sih, karena mereka mencontoh saya banget, justru tantangannya di saya, gimana jadi mamak yang jadi panutan kedua bocils saya 😀

    Reply
  13. kebayang sih emang klo qt paham dengan benar apa yg perlu dan tidak perlu dicemilin (haha) berasa sampai saat ini kemungkinan aku gembrot krn ngemil yg salah (hahaha)

    Reply
  14. Perlu banget nih praktik ngemil bijak, kadang ya kita tuh kurang bijak soal camilan, apa aja yang penting rasanya enak pasti di makan hehe mulai sekarang praktek ah ngemil bijak, demi kita semua.. karena kita sebagai ibu dan orangtua adalah rule model buat anak anak kita ya teh

    Reply
  15. Wah informasi yang penting banget ini mba, selama ini saya kalau mau ngemil ya ngemil aja gak mikirin berapa yg masuk selama saya belum kenyang, memang lebih baiknya memahami keinginan tubuh ya bukan keinginan rasa saja

    Reply
  16. waaa selama pandemic ini berat badanku juga lumayan drastis naiknyaaa, akhir akhir ini lagi cobain diet gula juga, cuma kadang suka bingung milih cemilan niih hihihi, kudu bijak ngemil yaaa

    Reply
  17. Salah satu ponakanku suka banget ngemil dan jadinya malas makan. Karena mamanya takut anaknya jadi kurang asupan nutrisi, sempat tuh jadi drama banget karena anak jadi nangis-nangis mulu minta snack. Tapi untunglah akhirnya bisa diatas. Memang kalau kebiasaan ngemil harus bijak ya demi kesehatan tubuh

    Reply
  18. Iya betul Teh kita memang harus bijak dalam segala hal termasuk soal ngemil ini… karena dampaknya ke diri kita sendiri dan keluarga kita. Saya sudah berusaha sih utk bijak walau kadang2 kalah juga dgn keinginan makan yang enak2 tanpa aturan hehe…tapi ga seringlah sesekali aja…

    Reply
  19. **terpukau sama kreasi canvanya teteh…kereen.

    Sebenarnya, aku gak pernah melarang anakku ngemil sama sekali.
    Dengan harapan tentu BB naik. Alhamdulillah, anak-anak meski gak begitu terlihat signifikan, tapi BB beranjak naik.
    Hanyaaa…BB mamak yang uncontrolled.
    Kayanya, aku yang perlu mindfullness ngemil niih..

    Reply
  20. Mantul Teh ulasannya, bahwa ngemil sih boleh tapi juga kudu yang baik biar tetep ingin kesehatan tubuh. Tambah kerennya lagi ilustrasinya daku suka Teh, jadi tambah hidup.

    Reply
  21. Aduh, jleb banget ini. Aku bukan role model yang baik dalam hal perngemilan. Aku seringnya ngemil yang emosional. Yang jadi pelampiasan bete, stres, dan keenakan gitu. Mungkin karena ini nih pola makan anak-anak jelek ya. Duh, kudu praktekin tips ngemil bijaknya deh ih.

    Reply
  22. Mungkin karena kebiasaan dari kecil ya mba, ibuku hampir ga pernah nyediain camilan buat anaknya, kecuali lebaran. Itu juga dibatasin, jadi sampai sekarang meski banyak camilan di rumah..aku malas ngemil. Paling buah aja doyan banget, ini aja habis ngemil 2 buah tomat merah wkwkkw. Biasa malam makan nanas

    Reply
  23. sebenarnya kalau di rumah itu saya yang kebiasaan ngemilnya jelek banget. kalau ngemil maunya langsung dihabisin semua. setelah ikutan webinar ngemil bijak jadi berusaha untuk lebih menahan diri deh sekarang

    Reply
  24. Baru tau dari tulisan ini soal ngemil dengan mindfullness. Sepertinya aku juga akan sedikit sulit buat prakteknya, hehe. Tapi ngemil dengan cara ini justru bisa bikin ngemil jadi bijak ya. Hmm, dicoba perlahan deh. Soalnya sekarang lagi hamil trimester 3 trus bawaannya pengen ngemil terus ehehehe

    Reply
  25. saya pernah tuh ngemil ala2 pakai teh hangat kayak iklan tv. suami langsung sruput habis tehnya dan biskuit dibawa pergi. saya bengong. laaaah… akhirnya sekarang ngemilnya cm kripik, beli sebungkus dimakan bertiga. wkwkw. kudu ngemil bijak ya, masih belajar

    Reply

Leave a Reply to Ida Tahmidah Cancel reply

Verified by ExactMetrics