Rabu 19 Maret 2014 ATKI (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia) dan organisasi lainnya termasuk Forum Nasional Mahasiswa (FNM) mengadakan aski unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Tujuan aksi ini menyerukan kepada pemerintah SBY untuk segera memberikan perlindungan kepada Satinah, Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Semarang yang menjalani hukuman pancung di Arab Saudi, jika tidak bisa membayar uang pengganti sebesar Rp 21 milyar!
Sebelum acara aksi dimulai, aku sudah sampai di depan Istana. Ini lebih baik daripada aku kesiangan. Sambil menunggu kawan-kawan yang sedang dalam perjalanan, iseng aku memperhatikan suasana sekitar Istana Negara tempat bapak RI 1 berada beserta keluarga besarnya.
Bersandar di bawah pohon mahoni yang rindang, dekat pintu masuk menuju Monumen Nasional, mataku tak lepas dari seorang penjaga pos di depan Istana Negara. Dengan seragamnya yang gagah, plus senjata di tangannya dan helm yang hampir menutupi sebagian wajah bagian atas petugas yang sebenarnya masih muda itu tampak seram dan galak.
Namun, lama-lama diam dengan posisi tegak, pasang badan kaku seperti patung itu rupanya membuat si petugas tak tahan juga. Tanpa tahu sedang aku perhatikan, dia mulai bergerak-gerak. Meluruskan lengannya yang memegang senjata, menegokkan kepalanya yang awalnya hanya melihat lurus ke depan, dan akhirnya menengok ke sana-sini.
Saat ada turis lewat dan berfoto di depan Istana, si petugas kembali menegakkan posisi badannya menjadi kaku lagi. Ketika si turis berlalu dan tidak ada siapa-siapa di jalan depan Istana –kecuali para petugas kebersihan kebun dengan seragam biru tuanya– si petugas kembali “leyeh-leyeh”.
Yah, bagaimana juga manusia, sedisiplin apapun, kalau (merasa) tidak ada yang memperhatikan, sah-sah saja ya mencari keuntungan sesaat untuk sendiri, hehe…
Ada lagi para polisi muda yang entah sedang apa atau memang “tinggal”nya di sana, di pojok halaman Monumen Nasional, di bawah rindangnya pepohonan di antara parkiran sepeda motor mereka layaknya sedang berpiknik ria. Ada yang menggelar tikar, lesehan, tidur-tiduran sambil bersenda gurau. Ada juga yang asyik dengan gadget di tangannya, tanpa peduli dengan lingkungan sekitar.
Sebagian polisi muda itu membuka seragamnya, sebagian hanya memakai kaos (seragam). Udara Jakarta memang panas, sangat nyaman kalau di ruang terbuka seperti itu membuka baju dan merasakan semilirnya hembusan angin.
Aku baru ngeh pas acara aksi digelar, para polisi muda itu sebagian keluar dengan seragam lengkap dan berjejer di sekitar para pengunjuk rasa. Oh, rupanya para polisi muda itu pengaman para pendemo ya? Kalau tidak ada aksi, apa kerja mereka hanya tidur-tiduran seperti itu juga?
Yang lucu lagi, saat aksi selesai digelar (aksi memang dibuat singkat) sekitar sepuluh orang polisi muda datang ke lokasi aksi. Lah mereka mau ngapain? Aksinya sudah selesai kok… Benar saja, tahu para pengunjuk rasa sudah bubar, para polisi itu pun balik kanan dan “jalan-jalan”.
Aku dan jurnalis lainnya tak dapat menyembunyikan tawa. Enak benar ya bekerja seperti mereka…
Yuk kita intip gambarnya… (Dok. Semuanya Pribadi)