Indonesia Pernah Dijajah Jepang, Kenapa Pendidikan Karakter Kebiasaan Baik Ala Jepang Tidak Melekat di Indonesia?

Seminggu lalu saya bikin artikel tentang Pendidikan Karakter ala Jepang, Doutoku-kyoiku. Banyak komentar yang setuju jika pendidikan karakter ala Jepang memang termasuk terbaik di dunia.

Adakah Kebaikan Peninggalan Jepang?

Dari sekian banyak komentar, ada yang menggelitik, sangat menarik ! Komentar dari Kak Fenny Bungsu yang menyebutkan: “Dari artikel ini jadi kepikiran, kita kan sempat dijajah Jepang, kenapa ya hanya soal RT-RW-Camat-dll yang terjejak di sini, tetapi untuk pendidikan karakter ala Jepang tersebut gak terwariskan di sini ataukah sudah tergerus?”

Komentar itu tentu saja bikin saya penasaran. Bener juga ya, secara sejarah sudah jelas membuktikan kalau negara kita ini pernah dijajah Jepang selama kurang lebih tiga tahun setengah. Apakah dalam kurun waktu itu Doutoku-kyoiku sebagai Pendidikan Karakter ala Jepang tidak cukup diserap oleh masyarakat kita pada jaman itu?

Untuk menambah wawasan dan mendapatkan pencerahan, saya search berbagai artikel terkait kebaikan dan keburukan penjajah Jepang di Indonesia. Berbagai artikel dan pendapat pun bermunculan. Ada yang pro, ada yang kontra. Biasalah, namanya juga netizen warga plus enam dua. Hehe…

Dari semua artikel yang saya baca dan komentar yang muncul, yang bisa saya rangkum sehingga sedikit banyak bisa mencerahkan atas rasa kepenasaran terhadap pertanyaan Indonesia pernah dijajah Jepang, kenapa pendidikan karakter kebiasaan baik orang Jepang tidak banyak tertinggal di Indonesia, adalah sebagai berikut:

Doutoku-kyoiku Pendidikan Karakter ala Jepang

Kita ulas sedikit lebih dahulu mengenai pendidikan karakter ala Jepang itu sendiri yaitu Doutoku-kyoiku.

Karena permasalahan karakter menjadi masalah mendasar. Kita tahu kalau karakter terbentuk dalam kurun waktu yang lama dan proses yang panjang.

Oleh karenanya pendidikan karakter menjadi hal penting dan harus diketahui jika pelaksanaannya dengan melalui proses yang panjang, bertahap serta berkelanjutan.

Pendidikan Karakter Baik dari penjajah Jepang

Jika manteman ada yang belum pernah baca artikel pendidikan karakter sebelumnya mengenai Doutoku-kyoiku kita ulas lagi ya, Doutoku-kyoiku berasal dari kata 道徳 (doutoku) yang berarti moral, dan kata 教育 (kyouiku) yang berarti pendidikan.

Pendidikan Moral Tidak Instan

Doutoku-kyouiku ialah pembelajaran moral yang diberikan melalui sekolah, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas di Jepang.

Melalui doutoku-kyoiku ini tercipta karakter bangsa Jepang yang kita kenal sebagai bangsa yang khas dengan karakter disiplin, ulet, jujur, pekerja keras, bertoleransi tinggi, dan sebagainya.

Di Jepang doutoku-kyoiku diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan dan tak terpisahkan dalam mata pelajaran. Pendidikan moral ini diajarkan tidak hanya sebatas teori saja, melainkan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kandungan pendidikan moral atau doutoku-kyoiku secara rinci dibagi menjadi empat aspek:

  1. Regarding self, meliputi: pengerjaan mandiri, bekerja keras secara mandiri, pengerjaan sesuatu secara benar dengan keberanian, bekerja dengan ketulusan), nilai kebebasan dan kedisiplinan, pemahaman terhadap diri sendiri, dan mencintai dan mencari kebenaran.
  2. Relation to others, meliputi: pemahaman terhadap tata sopan santun, memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati, dan empati, memahami, dan menolong orang lain, menghargai dan menghormati orang-orang yang telah berjasa kepada kita, menghargai orang lain yang berbeda ide dan status.
  3. Relation to the nature and the sublime, meliputi: mengenal dan cinta alam), menghargai kehidupan dan makhluk hidup, memiliki sensitivitas estetika dan perasaan, mempercayai kekuatan serta menemukan kebahagiaan sebagai manusia
  4. Relation to group and society, meliputi: menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat, jujur dan tak berpihak tanpa diskriminasi, prejudice dan keadilan, keinginan untuk berpartisipasi sebagai grup, menyadari perannya dengan bekerja sama, memahami makna bekerja keras, dan keinginan untuk bekerja, mencintai dan menghormati guru dan orang di sekolah atau kampus, menyadari kedudukannya dalam masyarakat setempat, tertarik kepada budaya dan tradisi bangsa, mencintai bangsa,  menghargai budaya asing dan manusianya.

Nilai-nilai doutoku-kyoiku tersebut semuanya diintegrasikan dalam semua mata pelajaran di sekolah secara nyata.

Pendidikan Karakter ala Jepang etika menyeberang jalan

Pendidikan Karakter Moral Harus Dipraktekkan

Contohnya pada mata pelajaran seikatsu atau life skill, anak-anak di usia sekolah dasar diajari cara menyeberang jalan, adab bersama naik kereta, guru juga mengajak mereka untuk bersama naik kereta dan mempraktikkannya, serta menyampaikan kasus pelanggaran dan mengajak siswa untuk mendiskusikan pemecahannya.

Dalam hal kebersihan dan keteraturan siswa juga diajarkan untuk merapikan sepatu atau lainnua di tempat yang telah disediakan, serta kebiasaan membuang sampah pada tempatnya.

Khusus anak-anak pada jenjang dasar hanya diajari perilaku sehari-hari yang ditemukan di lingkungannya. Misalnya jika mereka sedang bermain, kemudian tanpa sengaja merusak milik teman, maka anak-anak diajarkan untuk segera minta maaf dan tidak boleh lari dari tanggung jawab.

Dalam hal penanaman moral tentang berbohong, pendekatan yang dilakukan oleh guru di Jepang tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur, melainkan dengan mengajak anak untuk berdiskusi tentang akibat-akibat berbohong. Dampaknya luar biasa, manusia Jepang sangat menjunjung tinggi kejujuran.

Yang unik dalam doutoku-kyoiku tidak ada proses menghafal dan tidak ada tes tertulis.

Untuk mengecek pemahaman siswa tentang moral ini biasanya mereka diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang tema moral.

Kita bisa menangkap kalau bangsa Jepang sangat memahami bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang merupakan generasi penerus bangsa.

Oleh karenanya pendidikan karakter dilakukan sejak dini dengan menitikberatkan pada pendidikan moral atau doutoku-kyoiku yang diintegrasikan pada kehidupan sehari-hari siswa.

Hubungan Penjajahan dan Pendidikan Karakter

Nah, sekarang kita ambil benang merahnya antara penanaman pendidikan karakter masyarakat Jepang dengan penjajahan Jepang di Indonesia.

Alasan “Tidak ada sedikit saja kebiasaan baik orang Jepang yang tertinggal di Indonesia” bisa kita pertimbangkan jika Militer Jepang datang ke Indonesia kala itu untuk menjajah.

Orang yang menjajah di mana-mana pasti merasa lebih superior daripada orang yang dijajah sehingga merasa tidak perlu bersikap baik kepada orang lokal.

Budaya India, China, dan Timur Tengah, mengapa bisa diterima masyarakat Indonesia zaman dulu? Karena mereka datang tidak secara frontal melainkan dengan cara berdagang dan perlahan berbaur dengan masyarakat sehingga tidak ada pemaksaan.

Jangan mengira semua orang Jepang zaman dulu masyarakatnya sebagus sekarang.

Dulu juga orang Jepang banyak yang malas, kok. Melanggar aturan, dll.

Perubahan pola pikir masyarakat Jepang itu sendiri dimulai ketika keajaiban ekonomi terjadi dan itu ada di sekitar tahun 1950-1960an. Beberapa tahun sesudah militer Jepang menjajah Indonesia.

Sekarang banyak orang Indonesia yang pergi ke Jepang untuk bekerja dan kuliah. Banyak produk-produk hiburan Jepang seperti dorama dan anime yang menyebar ke seluruh dunia. Karena tidak dengan kekerasan dan paksaan, kita jadi suka dengan budaya, tradisi, dan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang itu.

Dengan kata lain pada saat invasi Jepang ke Indonesia, di periode tersebut lebih banyak energi yang dihabiskan pada kebutuhan militer Jepang, jadi mereka tidak ada waktu untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat secara meluas di Indonesia. Kemungkinan kecil hanya ruang lingkup terdekat seperti perkantoran, orang satu rumah atau tetangga.

Lain cerita kalau misalkan Jepang sukses bertahan di Indonesia minimal 50 tahun saja. Ini perumpamaan, ya. Sudah dapat melahirkan satu sampai dua generasi kemungkinan besar rakyat Indonesia akan banyak yang mampu mengikuti adat istiadat Jepang, seperti berbahasa Jepang, bersikap Jepang, dan lainnya berkaitan berbudaya Jepang.

Bisa dianggap 3,5 tahun waktu penjajahan Jepang akan sulit mengubah sikap beberapa bangsa di Indonesia, karena terlalu singkat. Sementara kita tahu penanaman budaya dan sikap itu memerlukan waktu lama.

Ruang lingkup kecil yang sudah terpengaruh oleh baunya Jepang misalnya di kesatuan TNI dengan sikap bela tanah airnya (dulunya kan meniru konsep tentara PETA buatan Jepang).

Sepertinya soal ini akan lebih afdol jika orang sosiolog yang menjelaskan dengan lebih detail supaya kita makin paham. Siapa tahu nanti di kolom komentar ada yang akan bisa menambahkan, ya…

Penjajah Jepang meninggalkan pendidikan karakter menepati janji

Bukti kuat lainnya jika kita bandingkan dengan sikap warisan Belanda yang suli diubah, adalah kelakuan korupsi.

Dulu VOC nya Belanda bukannya bangkrut karena orang-orangnya yang korup? Belum lagi sistem feodal, budaya abdi dalem, jilat-menjilat orang berkuasa, dll. Ratusan tahun diturunkan penjajah Belanda, ternyata mengakar di jiwa-jiwa masyarakat Indonesia, bukan? Ya, walau tidak semuanya mendapatkan turunan sifat itu ya…

Betul Jepang jauh lebih kejam daripada Belanda. Namun perlu disadari pula bahwa karakter penjajahan Jepang itu berbeda dengan penjajahan Belanda.

Hindia-Belanda itu merupakan sebuah negara dengan sistem hukum, politik dan administrasi yang bisa dikatakan stabil. Sedangkan masa penjajahan Jepang sebenarnya tidak bisa dikatakan penjajahan, melainkan pendudukan. Waktu itu merupakan zaman Perang Dunia II.

Walau demikian harus diakui pula bahwa Jepang itu menjanjikan dan pada akhirnya juga mengakomodasi (proklamasi) kemerdekaan Indonesia. Bukankah sikap menepati janji adalah pendidikan karakter baik yang sudah dicontohkan negara Jepang meskipun saat itu sedang menduduki Indonesia?

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia juga dilakukan dengan pengetahuan pihak militer Dai Nippon.

Jejak Baik Peninggalan Jepang di Indonesia

Jadi ternyata ada juga ya nilai baik atau sisi positif terhadap penjajahan atau tepatnya pendudukan Jepang itu karena mereka biar bagaimana pun yang memberi kesempatan untuk membuka jalan ke kemerdekaan Indonesia.

Semoga keseriusan bangsa Jepang terhadap penanaman pendidikan karakter dapat dicontoh oleh negara kita. Terlebih Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah hidup yang sudah berakar menjadi norma-norma kehidupan masyarakat Indonesia yang khas.

Antara pendidikan karakter ala Jepang doutoku-kyoiku dan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia semoga melahirkan nilai kebaikan yang bisa diamalkan masyarakat Indonesia. Yang baiknya kita lanjutkan, yang buruknya kita tinggalkan.

Baiklah manteman, kedepannya kita coba cari tahu pendidikan karakter baik apa saja dari negara lain di dunia yang bisa kita contoh. Sebelumnya manteman bisa baca artikel Pendidikan Karakter ala Jepang Doutoku-kyoiku ini dulu ya…

12 thoughts on “Indonesia Pernah Dijajah Jepang, Kenapa Pendidikan Karakter Kebiasaan Baik Ala Jepang Tidak Melekat di Indonesia?”

  1. Hmm sebenarnya balik ke individu ya
    Di mana pun dia berasal kalau memang sudah terbiasa dari dalam disiplin bakalan disiplin terus
    Tidak hanya bicara negara
    Tapi memang Jepang memberi kesan masyarakatnya sukses

    Reply
  2. Cukup menarik sekali nih pembahasan terkait Doutoku-kyoiku. Pendidikan karakter ala Jepang memang memiliki dampak baik, terutama bagi orang-orang yang menyadari kalau hal itu baik.

    Tingkat disiplin, kreativitas dan kerja cerdas ala Jepang bisa kita tiru sebagai peninggalan dari sisi baiknya. Semoga saja yaa semakin banyak yang sadar dan mengadopsi kebaikan-kebaikan dari Jepang.

    Melihat kemajuan negara Jepang, mampu menghasilkan produk berkualitas yang mendunia, pastilah karena mereka semua benar-benar menerapkan Doutoku-kyoiku dalam kesehariannya.

    Reply
  3. Wah iya bagus juga kalau pendidikan karakter doutoku-kyoiku dan Pancasila berkolaborasi melahirkan nilai kebaikan yang bisa diamalkan masyarakat Indonesia. Sehingga tak hanya teori tapi kita akan lebih mengutamakan realisasi dari pengajaran moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

    Reply
  4. Jepang memang dikenal memiliki cukup banyak karakter baik, salah satunya doutoku-kyoiku ini, tapi kalau dikaitkan dengan konteks penjajahan agak sulit, selain Jepang tidak lama di Indonesia, interaksi dengan budaya masyarakat Indonesia juga nyaris tidak ada karena tujuannya hanya menduduki. Biasanya budaya akan berbaur jika berinteraksi dalam waktu lama, tapi seiring kemajuan iptek sekarang banyak juga warga Indonesia yang belajar bahkan menikah dengan warga Jepang, semoga ini menjadi pintu masuk bagi masyarakat Indonesia belajar karakter positif dari Jepang.

    Reply
  5. Aku rasa memang setiap negara memiliki sifat baik yang disesuaikan dengan kultur masing-masing yaa.. Kalau di Indonesia budaya kesopanan sampai “Ga enakan” ini terjadi secara berlebihan, sedangkan di negara lain tidak ada begini alias individualis, bisa jadi memang tergantung orang melihat ini sisi baik atau buruk.

    Kalau rajin, disiplin dan budaya malunya, ini kudu dipelajari dari keluarga dan berlanjut ke sistem pemerintahan yang juga memberi contoh jika ada kejadian kriminal, mereka dengan suka rela mengundurkan diri atau sampai ke harakiri, nah… ini bisa jadi sanksi sosial yang “dipelajari” sedari anak-anak.

    Jadi hukum berlaku bukan karena “takut” tapi karena kesadaran yang sudah tertanam.

    Reply
  6. Di Jepang tuh, adab yang utama ya Mak? Dan sebenarnya ini juga bisa kita tiru. Dan pendidikan karakter begini ya bisa dibentuk sedari kecil sih… Kalau di Jepang, ngerusakin mainan teman nggak boleh lari dan minta maaf, beda cerita kalau di sini, kebanyakan nggak ngaku. Aku sering loh nemuin anak yg nggak tanggung jawab padahal merusak barang temannya

    Reply
  7. Makasih sharingnya mak, menarik sekali… Betul, Indonesia terlalu lama dijajah Belanda, jadi yang nempel ya kkn-nya… Semoga ke depannya Indonesia bisa meniru Jepang dalam usahanya mencerdaskan kehidupan bangsa… Sekarang aja kurikulum merdeka dan ppdb sekolah negeri engga selaras, bikin makin banyak celah untuk praktik kkn…

    Reply
  8. Wah dari komen daku yang lalu jadi dapat jawabannya deh di sini, nuhun Teh.
    Bener, hanya hal baik aja yang harusnya diikuti, salah satunya seperti kejujuran dan soal antre ini nih sayangnya belum mengakar sepenuhnya buat kita tiru ya

    Reply
  9. Bener banget, di usia dini tu anah2 Jepang gak dituntut bisa baca tulis atau hafalan ayat2 banyak, tapi lebih ke pendidikan karakter, sehingga pas gede saat pondasinya kuat mudah menerima apa aja yang baik2. Termasuk kalau di sana banyak ortg Islam, yg namanya ayat2 gk akan sekadar dihafal tapi diamalkan dengan baik kali ya.
    Btw aku pernah main ke sekolah Jepang yg ada di Surabaya. Trus di sana bangku2nya tu gak ada lacinya kan?
    tau gk kata temen2ku “waaah anak jepang gak bisa nyontek donk yaa.” wkwk. Langdung bisa ketauan kan karakter org Indonesia ma Jepang walaupun dr celetukan yg kyk gtuuu huhu.
    Sad.
    Gk bisa mengubah sistem, tapi kita bisa mulai, sebagai ibu kita tanggung jawab ke anak2 kita masing2, siapa tau masa depan di negeri ini lbh baik yaaa.

    Reply
  10. Pernah berpikir gitu, kenapa kita gak meniru kedisiplinan yang ditinggalkan oleh Jepang.

    Kalau bisa meniru kedisiplinan Jepang bisa luar biasa. Setahu saya yang meniru kedisiplinan Jepang dari perusahaan-perusahaan, salah satunya terkait 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).

    Reply
  11. Pernah bekerja di perusahaan Jepang bagian Reseach and Development. Bikin produk baru dengan atasan orang Jepang dan teman kerja orang Jepang. Mereka emang disiplin dan sangat menghargai waktu. Dan sangat sopan banget. Jadi ya mereka nunduk nunduk ala orang Jepang gitu kalau mereka berterima kasih.

    Perusahaan ini juga menghargai karyawannya. Seumur umur baru liat Perusahaan asing yang datengin guru ngaji ustad sebulan sekali dan bebas sholat dhuha saat jam kantor.

    Sayang resign 20 tahun lalu pas nikah.

    Reply
  12. doutoku-kyoiku, diajarkan melalui contoh perilaku, dan praktik langsung.
    Beda lah dengan sistem pendidikan di negara kita yang sebagian besar berupa hapalan. Anak-anak dijejali dengan pengertian sopan adalah ….
    Tapi contoh real perilaku sopan seperti apa, kadang tak diberikan

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics