Jangan Sepelekan Uang Recehan
Dulu, saya melihat anak tetangga nangis kejer-kejer dan melemparkan uang receh logam Rp.500 yang diberikan ibunya.
“Tidak mau! Itu uangnya tidak laku…” gitu kata si anak.
Saya heran. Itu anak tahu darimana uang koin Rp.500 dibilang tidak laku? Padahal jangankan uang Rp.500, yang masih bisa dibelikan gorengan, jajanan, air mineral gelas, dan sebagainya. Pecahan Rp.100 dan Rp.200 yang nominalnya lebih kecil juga masih laku kok.
Beberapa hari kemudian saya dapat pencerahan. Jawaban dari keheranan saya kenapa anak tetangga itu bilangnya uang koin Rp.500 tidak laku. Selidik punya selidik ternyata orang tuanya juga menyepelekan uang receh. Setiap ada kembalian receh selalu tidak diterima. Nominal yang mereka anggap uang yang laku adalah Rp.1000. Seringnya kasih jajan anak Rp.2000 kertas.
Mungkin semakin lama si anak seolah didoktrin kalau recehan “tidak diperlukan”. Mereka hanya menganggap uang paling kecil itu seribuan. Jelas salah besar. Pantas ketika si anak minta uang buat jajan, kebetulan mungkin orang tua sedang tidak punya, ketika diberi uang Rp.500 si anak malah membuangnya dan bilang itu tidak laku.
Jadi ini salah siapa ya?
Tidak ingin hal itu terjadi apalagi dialami anak sendiri, sejak itu saya mengenalkan kepada Fahmi, putra saya, semua nominal uang receh yang ada. Selama beredar dan tidak ditarik pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia saya bilang itu tetap mata uang bangsa kita dan sah untuk melakukan proses jual beli.
Setiap ada kembalikan uang receh saya selalu simpan dan memberikannya kepada Fahmi. Buat apa? Mengajarkan dia belajar menabung.
Sejak 2 tahun lalu Fahmi saya kasih celengan bergambar karakter mobil kesukaannya. Di sana Fahmi menyimpan uang-uang recehnya. Khususnya Rp.500.
Meski sampai sekarang Fahmi belum tahu berapa saja nominal uang kertas tapi dia sudah tahu kalau koin Rp.100, Rp.200 dan Rp.500 termasuk Rp.1000 juga semua itu adalah mata uang dan sah untuk transaksi jual beli di dalam negeri.
Setiap ada koin, ia akan menyimpannya. Dalam arti ia belajar menghargai nominal mata uang. Sekecil apapun, itu tetap uang kita. Fahmi tahu benar (saya katakan sering kepadanya) kalau sepuluh ribu, sejuta atau berapapun kalau kurang Rp.100 saja, itu tetap tidak akan genap jadi sepuluh ribu, sejuta atau berapapun. Jadi seratus rupiahpun memiliki nilai.
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan uang Rupiah sedang anjlok dimata dolar. Dan tanpa sengaja saya membaca berita terkait penjelasan bagaimana uang receh, alias Rupiah loyalitas mengendalikan laju inflasi. Saya penasaran.
Jadi ada kejadian yang terjadi di Maluku, dimana Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, mengajak masyarakat khususnya pedagang kembali meningkatkan penggunaan uang rupiah logam alias koin.
Penggunaaan koin ini dikatakan sebagai salah satu upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi. Munculah aksi yang dinamai peduli uang rupiah koin.
Sebelumnya masyarakat di sana kebanyakan tidak mau bertransaksi menggunakan recehan. Ini menyebabkan harga barang menjadi naik karena pedagang cenderung melakukan pembulatan harga ke atas.
Sosialisasi peraturan penggunaan uang rupiah pun digalakan. Sebanyak Rp.17 juta dalam bentuk recehan pun dijadikan modal untuk memperbaiki keadaan. Dan masyarakat ternyata berpartisipasi dengan baik. Mereka serentak ikut menukar uangnya ke uang rupiah logam.
Koordinasi baik semua pihak pun terdiri dari pemerintah daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), serta Bank Indonesia Provinsi Maluku membuat harga kebutuhan pokok di sana kembali bisa terjaga stabil. Besar harapan inflasi di Maluku tetap terjaga rendah dan stabil sampai dengan akhir 2018.
Dari sana kita bisa melihat betapa uang receh pun punya kendali dan kekuatan. Karena itu jangan sekali-kali meremehkan uang receh. Kalau bukan kita sebagai anak bangsa yang menghargai uang kita, apapun bentuk dan nominalnya lalu mau siapa lagi?
Sedikit atau banyak uang tetaplah uang. Selama belum ditarik peredarannya maka tetap punya kekuatan dan tidak ada kata tidak laku. Kalau kita orang dewasa apalagi orang tua sudah menyepelekan uang receh, tidak aneh kalau anak dan generasi penerusnya tidak lagi mengakui kalau recehan itu juga punya kekuatan.
Khususnya di kampung, masih banyak jajanan yang berharga Rp.500an. Permen pun masih ada yang berharga sebiji Rp.100. Jadikan itu sebagai media anak belajar ilmu matematika. Membawa uang sekian lalu membeli dengan harga sekian berapa kembali atau berapa kekurangannya. See, secara tidak langsung kalimat matematika sudah bisa kita ajarkan kepada mereka.
Selain tentu saja menanamkan rasa hormat dan pengakuan dari anak kepada nilai mata uang bangsa itu sendiri.
Salut jika masih ada tradisi yang secara tidak langsung tengah ikut mengenalkan dan melestarikan kekuatan nominal uang logam kepada anak-anak. Seperti tradisi Tumlak Punden, di Kampung Tandang, Semarang, Jawa Tengah.
Tradisi Tumplak Punden adalah adat istiadat leluhur Jawa ketika akan menikahkan anak terakhir, biasanya ada kebiasaan memberikan bingkisan kepada semua anaknya dan membagikan uang receh untuk cucu-cucunya.
Atau tradisi sawer kepada pengantin, dimana sebagian besar menggunakan uang logam atau recehan sebagai bentuk penggembira disamping ada permen, dan syarat lainnya.
Leluhur kita saja selalu menjaga kekuatan dan nominal uang receh, masa kita tidak?
Wah ini nih yang sering banget saya remehin.. sebetulnya dah nyimpen-nyimpen recehan.. cuma gak lama dipake lagi-dipake lagi.. jadi kayak percuma gitu nyimpen-nyimpen.. kayaknya harus lebih disiplin lagi nih saya. Sedikit banyak uang tetaplah uang. Makasih banyak kak artikelnya! Jadi pengingat buat saya pribadi.
Kaget juga cerita teteh, kalau ada orang tua yang ngajarkan anak kalau uang receh itu tidak laku, saya mendidik anak saya sama seperti teteh mendidik Fahmi, punya celengan khusus uang recehan, sehingga waktu dulu di jakarta, sampai pernah menukarkan uang recehan sampai 1 juta lebih, karena selalu di simpan dan di tabungkan selama 4 tahun.
Iya biasanya nganggap sepele ya uang receh padahal Klo di kumpulin dikit-dikit jadi banyak hehe.
Yes, sepakat!
Putri saya selalu senang ketika menemukan recehan koin di rumah atau ketika saya memberikannya langsung. Tak jarang langsung memberitahu bahwa uang recehan yang didapatkan akan disimpan untuk nanti sekolah pas udah besar. Meskipun terbilang masih balita dibiasakan untuk selalu menghargai recehan berapapun nominalnya.
waahh ternyata uang receh besar juga perannya ya.. yuklah pake uang receh…
harus di coba
mantappp