Jodoh dan Bell’s Palsy

Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?

Kalimat mengandung banyak makna seperti itu beberapa kali saya dengar. Pertama saat saya SMP, kedua saat saya SMA dan ketiga beberapa hari lalu di acara pengajian keluarga.

Bengo yang jadi bahan pembicaraan ini istilah dalam bahasa Sunda yang merujuk pada kondisi wajah tidak simetris. Tidak sinkron. Artinya kurang lebih mempertanyakan dengan wajah seorang perempuan (yang seharusnya cantik) tapi kondisinya perot, apakah masih ada lelaki yang menginginkannya?

Terdengarnya sangat sadis ya. Seolah kondisi wajah yang mencong-mencong itu memiliki kemungkinan tidak akan memiliki jodoh saja. Apakah cinta akan hadir karena wajah yang harus terlihat cantik?

Mereka yang berbicara “Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?” apakah mengetahui kondisi wajah yang miring itu sebenarnya sama sekali tidak diinginkan? Bagaimana jika kondisi bentuk wajah yang merot itu dialaminya?

Dulu saya mengira wajah bengo alias tidak simetris karena masalah terkait urat syaraf itu bagian dan atau sama dengan stroke. Meski semakin canggih teknologi semakin banyak ilmu pengetahuan yang bisa diakses sehingga mulai bisa dipahami jika kondisi wajah yang mencong karena kelumpuhan sementara (bell’s palsy) ini bukan stroke. Ya,  bell’s palsy dan stroke adalah dua penyakit yang berbeda. Stroke terjadi akibat adanya kelainan pembuluh darah di bagian otak, sedangkan bell’s palsy adalah peradangan pada saraf wajah.

Tahun 1996 ketika masih SMP saya kena bell’s palsy. Saat itu belum tahu istilah bell’s palsy. Kami menyebutnya ya bengo atau ada kelainan dengan urat syaraf wajah. Saat itulah saya pertama kali mendengar kalimat “Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?” yang ditujukan kepada saya.

Takut? Sangat jelas. Malu juga karena selain wajah jadi miring, saya juga mengalami kesulitan untuk makan, minum, dan berbicara. Suara saya tidak bisa keluar dengan jelas. Bibir tidak merasa apapun sebelah. Jadi kalau makan, atau minum, sebelah merasa, sebelah lagi tidak. Begitu juga saat menutup mata, sebelah merem nya merespon cepat, sebelah lagi sangat lambat bahkan baru bisa menutup kalau sudah saya usap dengan tangan.

Dengan kondisi seperti itu tidak jarang saya jadi bahan ledekan dan ditertawakan teman-teman. Sedih dan seperti itu mungkin rasanya frustasi dibully.

Saat SMP saya tidak punya pacar. Bisa dibilang masih lugu. Jadi ketika ada yang bilang bakalan laku enggak, dengan kondisi wajah yang bengo ini, saya malah gak kepikiran itu laku dalam soal apa. Haha …

Meski tidak berobat serius secara medis, maksudnya gak ke spesialis syaraf, soalnya jauh, butuh biaya dan waktu, saya saat itu hanya ke puskesmas dan diberikan obat lalu disarankan jangan banyak makan ikan asin karena dikhawatirkan itu diakibatkan darah tinggi.

Dalam waktu dua mingguan kelumpuhan di wajah saya mulai berangsur membaik. Saya mulai bisa bicara jelas. Makan dan minum seperti biasa meski sebelah wajah yang kena lumpuh itu meninggalkan bekas sampai sekarang. Bibir saya masih terlihat miring dan mata saya jika diperhatikan dengan seksama bentuknya kecil sebelah.

Tapi alhamdulillah – nya ya saya ternyata laku. Punya suami yang mau menerima saya apa adanya. Halah dibahas juga… Yang pasti saya sangat bersyukur. Ya meski sekarang sisa-sisa bells palsy itu ada di wajah saya.

Saya tidak menyalakan siapapun. Toh kondisi saat itu jelas jauh beda dengan sekarang. Dimana penderita bells palsy sekarang ini bisa sembuh dalam beberapa kali pengobatan saja.

Pengalaman putra teman yang juga kena bells palsy itu berobat dari dokter umum langsung dirujuk ke spesialis saraf.

Setelah di dokter saraf dilakukan CT Scan dan keluar diagnosa Bell’s Palsy. Pengobatan yang dijalankan selain terapi ada obat minum (Neurobion dan 2 macam resep dokter).

Pengobatan Fisioterapi 1 paket = 6x kedatangan (seminggu 3x). Ada tindakan laser dokter spesialis Rehab Medik dan penyinaran oleh terapis. Total fisioterapi 3 paket. Jadi semuanya berlangsung selama 6 minggu dan hasilnya sembuh. Meski tetap diminta mengonsumsi vitamin dan atau Neurobion dan menjaga kesehatan karena kemungkinan bisa terjadi gejala berulang di kemudian hari.

Jaman saya mana ada pemeriksaan akses ke dokter semudah itu. Apalagi saya tinggal di pedesaan. Makanya wajah saya bisa kembali terlihat lebih normal ini sudah sangat bersyukur sekali. Saking senangnya mungkin saya harus membuat jurnal syukur. Hehe…

Kalimat teror “Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?” ini kembali saya dengar saat SMA, sekitar tahun 1998 kalau ga salah. Saat itu sahabat saya juga mengalami kelumpuhan sementara di wajahnya. Lucunya yang bilang seperti itu salah satu teman dekat kami juga. Mungkin karena saat itu kami bersahabat dari kelas satu jadi satu sama lain sudah tidak canggung lagi. Meski yang bersangkutan sempat terlihat sedih, tidak lama dia juga sembuh dan siapa sangka pas kelas tiga dia punya pacar yang menandakan kalau dia juga laku. Haha …

Nah Minggu lalu kalimat “Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?” kembali saya dengar. Bedanya, kali ini yang kena bells palsy adalah sepupu saya dari pihak ibu, perempuan, yang sudah menikah sekitar dua tahun lalu. Tapi sampai saat ini mereka belum dikaruniai buah hati. Jadi kemana-mana sepupu saya ini masih banyak yang mengira single. Apalagi orangnya juga tipe cuek dan pecicilan. Suaminya malah pendiam.

Saya awalnya tidak tahu kalau adik sepupu saya ini wajahnya kena  perot. Pas sepupu saya yang lainnya masih dari pihak ibu akan mengkhitan putra pertamanya. Tradisi keluarga di kampung, kami semua saudara keluarga besar akan menghadiri pengajian yang diadakan. Nah saat pertemuan itulah saya baru tahu kalau sepupu saya kena bells palsy.

Saya pun menenangkan dan menyemangati kalau wajah bengo yang dialaminya akan sembuh. Kami ngobrol di luar saat banyak anak anak sesama saudara gak bisa diam dan daripada ganggu acara pengajian kami memilih di luar saja.

Tiba-tiba rombongan tamu yang tidak kami kenal datang. Mau tidak mau kami salaman satu per satu, termasuk sepupu saya yang kena perot. Dia ga bisa menghindar padahal sebelumnya selalu menghindari ketemu orang-orang.

“Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?”

Akhirnya kalimat itu meski diucapkan dengan setengah berbisik tapi masih bisa kami dengar. Diucapkan oleh salah seorang perempuan dalam rombongan yang baru saja bersalaman dengan kami.

Mata sepupu saya nampak berkaca-kaca. Sedih, pastinya. Dan juga mungkin malu. Sama seperti yang pernah saya rasakan dulu.

Saya mengusap punggung tangannya sambil tersenyum, mencoba menyemangati. Menyuruhnya menelepon suaminya suruh ke luar sebentar. Tak lama suaminya keluar dan dia celingukan mencari istrinya.

“Tuh suamimu kayanya udah kangen saja padahal baru pisah ruangan saja,” sengaja saya bicara agak keras. Saya melambaikan tangan dan dia mendekati kami.

Saya bilang lagi cukup keras mengatakan kalau istrinya jangan dibiarkan sendiri. Pengantin baru dua tahun sah sah saja satu sama lain masih nempel kaya perangko. Orang-orang tertawa. Saya yakin tadi yang komen “Cantik-cantik kok bengo, apa bakalan laku?” juga pasti dengar.

Begitulah masyarakat di kita ini mungkin gatal kalau melihat apa saja lalu tidak dikomentari terlepas itu bisa menyakiti perasaan orang lain atau tidak. Tidak banyak orang baik yang bisa berempati dengan kondisi seseorang.

25 thoughts on “Jodoh dan Bell’s Palsy”

  1. Entah kenapa ya Teh, orang tuh terkadang memang suka merendahkan orang lain dengan cara mencari kelemahannya, entah itu dari fisik, harta kekayaan, bahkan termasuk mentalnya juga. Amit-amit jabang bayi..
    cuma bisa banyak-banyak berdoa ya, biar kita terhindar dari sifat iri dengki yang kayak demikian.

    Terima kasih Teh Okti atas tulisan indahnya buat terus mengingatkan kita <3

    Reply
  2. Ya Allah, saya baru tau soal bell’s palsy ini, mbak. terima kasih sudah menulis tentang ini ya, mbak. Alhamdulillah ya akses ke fasilitas kesehatan sekarang sudah semakin baik.

    Reply
  3. Jujur saya baru tahu soal bells palsy yang ternyata beda dengan stroke, dan bisa disembuhkan mbak.

    Duh emang ya, punya mulut tuh mesti dijaga biar yang keluar nggak menyakiti hati yang mendengarnya

    Reply
  4. Bener memang nggak banyak orang baik yang bisa berempati dengan keadaan orang lain. Untunglah sekarang udah membaik ya Teh Okti. Bel Palsy pengobatannya memang harus ke dokter syaraf, terus terapi berobat dll. Pada akhirnya bisa sembuh alhamdulillah

    Reply
  5. Alhamdulillah teknologi kedokteran sekarang berkembang pesaaattt.
    Semoga bisa menjadi sumber optimisme bagi yg masih didera penyakit ini, agar mau berobat, terapi dan pantang menyerah yaaaaa

    Reply
  6. Sadis banget sih yang ngomong kaya gitu ya, padahal itu juga ciptaan Allah juga. Betul banget ni hbells palsy ini terjadi bukan bawan lahir dan ini bukan storek. AKu juga dulu gak tau istilah Bells’ palsy itu apa sih

    Reply
  7. Aku baru tau istilang “bengo” mbak.
    Alhamdulillah dengan pengobatan ternyata bisa sembuh ya, begitu pula dengan saudaranya moga bisa menemukan pengobatan yang cocok. Untung suaminya pun kyknya support ya.
    IIiiissh gemes sama yang ngata2in itu apalagi depn orgnya langsung dan kedengeran pula. Mulut emang kadang lbh tajam drpd pisau 🙁

    Reply
  8. Ya ampun, segitunya ya mbak orang dengan mudah merendahkan orang lain dengan sebuah perkataan :(.
    Buat yang nggak tau istilah bells palsy sama stroke mungkin mereka kira itu sama, padahal beda ya mbk dan bisa di terapi. Makasih infonya mbak

    Reply
  9. Ternyata artinya bengo itu Bell’s Palsy ya..
    Aku pikir bengo itu ngelamun alias bengong.

    Aku yakin banget teteh orangnya sabar.
    Namanya marah, pasti ya.. Siapa yang KZL kalau dibilang kalimat negatif. Tapi teteh bisa membuktikan kalau Allah Maha Pemurah dan semoga hal-hal seperti ini tidak terulang kepada orang-orang di lingkungan kita.

    Kudu banget kecepatan berbicara diiringi dengan kecerdasan berpikir, jadi gak asal melontarkan kalimat yang mungkin bisa menyakiti orang lain.

    Reply
  10. Duh jahat banget sih kalimat bully-annya. Mereka yang bilang begitu nggak merasakan sendiri gimana yang terkena bells palsy berjuang untuk sembuh, untuk kuat mental, untuk menerima kondisi. Miris banget ya teh kondisi masyarakat di sekitar kita masih banyak yang kolot.

    Alhamdulillah sekarang kondisi teteh sudah berangsur normal ya teh, semoga masyarakat makin supportif dengan para penderita bells palsy.

    Reply
  11. yaampun, aku baru tau bells palsy loh. dulu ada temen yang wajahnya miring juga, tapi dia memang karena kecelakaan dari lahir. ternyata ada ya yang saat remaja atau bahkan dewasa terkena penyakit ini.

    penyebabnya memang belum diketahui atau karena mengonsumsi makanan tertentu gitu ya mbak?

    Alhamdulillah ya sekarang pengobatannya lebih mudah. semoga sepupunya bisa segera pulih yaa.

    Reply
  12. Saya baru tahu nih tentang Bell Palsy. Saya kira awalnya ini kisah novel luar negeri tentang perjodohan. Rupanya kondisi wajah seseorang yang kurang simetris.

    Temen saya juga ada yang mengalaminya dulu. Untung saja bisa segera tertangani dan berangsur membaik. Dulu tahunya ya ada kondisi di mana mrmbuat wajahnya miring. Belum tahu ada istilah Bell Palsy.

    Dulu awalnya entah kenapa itu, pagi-pagi wajahnya jadi menceng. Sampai-sampai dia selalu mengenakan masker karena takut dibully.

    Ya, kita tahu, orang kita itu, kebanyakan suka nyeplos dulu ketimbang mikir dulu.

    Reply
  13. Ngeselin banget yang dengan mudah komentar seperti itu deh, Teh. Siapa juga yang mau bengo kan yaa… coba kalau dia sendiri yang mengalami, subhanallah…
    Anak sulungku dulu pernah dikomentari dan dilihat dengan pandangan yang ga enak gitu. Bukan bells palsy sih, tapi ada bekas luka di atas bibirnya gara2 pernah jatuh nabrak meja. Dikira sumbing gitu, trus dilihat terus dengan tatapan merendahkan. Dih kesel banget pokoknya. 🙁

    Reply
  14. Saya juga punya tetangga yang mengalami bells palsy dan seperti yang mbak ceritakan juga mengalami hal serupa yaitu diejek orang. Tapi kondisi beliau sudah menikah, alhamdulillah tidak lama kemudian beliau sembuh tapi meninggalkan bekas seperti yang mbak okti sampaikan.
    Saya malah gak simpatik dengan orang yang ngejek padahal gak tahu kenyataannya seperti apa. Huft, sedih banget kalau ada orang yang kurang peka ya mbak.

    Reply
  15. Membaca ceritanya jadi inget sama temanku yang kurang lebih pasti memiliki perasaan yang sama, bagian bawah sendiri dari artikel ikut kuiyakan, orang kadang lupa bahwa komentarnya terkadang bisa menyakiti lawan bicara kita. Semoga kita selalu dimudahkan untuk menjaga lisan utk tidak menyakiti hati orang lain ya mak.

    Reply

Leave a Reply to Eni Rahayu Cancel reply

Verified by ExactMetrics