Manusia yang Membeberkan Topengnya

Ramadan tahun lalu, salah satu anggota keluarga meninggal dunia. Kita anggap saja yang meninggal itu berjenis kelamin laki-laki. Sehingga pasangannya kita sebut istrinya. Istrinya ini sangat terpukul. Sebelumnya perangai istrinya buruk kepada kami. Tapi setelah suaminya meninggal, ia terlihat mulai ramah.

Meski merasa heran dengan perubahannya saya tetap menyambut baik dan bersyukur. Semoga Tuhan benar-benar telah membukakan pintu hatinya meski harus dengan cara ditinggalkan lebih dahulu oleh orang yang sangat dicintainya.

Malam takbir mereka mengundang untuk makan bersama. Meski canggung saya datang. Saya keukeuh merasa aneh, tapi saya coba berbahagia merasakan begini ternyata punya saudara. Meski seumur hidup sebelumnya belum pernah mendapatkan perlakuan baik seperti ini saat jelang hari raya.

Eh tahun ini, jumpa lagi dengan Ramadan perangai baik yang dulu ia pasang ternyata luntur secara merata. Bahkan ia membeberkan topengnya itu jauh sebelum bulan Ramadan tiba. Saya kecewa? Jujur sih tidak, karena sejak dulu sudah tahu bagaimana sifat dan wataknya. Setelah kematian saudara sekitar setahun lalu itu, saya jadi pengen tertawa jadinya.

Perangai baik sesaat kini kembali ke habitatnya. Judes dan perilakunya yang buruk (apalagi kalau dibilang kami saudara) kembali kami terima. Beruntung rasanya secepat itu kebusukan topeng di wajahnya bisa kami temukan. Tahun lalu merayakan malam takbir bersama, malam takbir sekarang dipastikan tidak akan pernah mengulang lagi hal serupa.

Lebaran pun tiba…

Jangankan silaturahmi bersalaman untuk simbolis bermaaf-maafan. Berkirim pesan atau komunikasi lewat telepon saja tidak. Keberadaan kami sekarang lebih jelas tidak dianggap lagi.

Sebulan berpuasa, seharusnya jadi proses pelatihan untuk kita bisa lebih menahan kesabaran, menahan hawa nafsu dan menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi itu sungguh teramat susah, lho. Tidak heran banyak manusia yang melewati Ramadan hanya dapat rasa lapar dan haus saja. Hanya memindahkan waktu makan dari siang ke malam.

Bahkan ketika dilanjutkan dengan puasa sunnah enam hari setelah lebaran, nafsu dan ego masih tetap tidak bisa dikendalikan. Tidak bisa berpikir jernih, tidak bisa menempatkan asas praduga tak bersalah, tidak bisa memperbaiki akhlak. Alih-alih bisa menjadi teladan, yang ada orang terdekat atau orang terkasihnya pun jadi benci dan kehilangan rasa hormat.

Pantas jika hawa nafsu dianggap sebagai musuh terbesar dalam sepanjang hidup manusia. Rasul hingga menyebutkan jika perang jihad terbesar bagi seseorang adalah melawan hawa nafsunya.

Jihad merupakan bagian dari ibadah yang tinggi nilainya. Namun Jihad yang sebenarnya adalah yang dapat memerangi hawa nafsunya.

Dalam kitab Fadilah Haji oleh Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dikatakan: “Mujahid yang sebenarnya adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dan mengalahkannya.” (At-Tasarruf).

Benar yang lebih tinggi dari jihad adalah melawan hawa nafsu untuk taat kepada Allah SWT dan menyelamatkannya dari keinginan-keinginannya. Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW kembali dari suatu peperangan beliau bersabda. “Kita kembali dari jihad yang kecil menuju jihad besar.” Perang yang menelan banyak korban dianggap jihad kecil dibandingkan jihad melawan hawa nafsu ini.

Dalam riwayat lain dari Jabir r.a. berapa orang yang baru pulang dari perang datang kepada Rasulullah SAW Rasulullah SAW bersabda. “Kedatangan kalian sangat bagus karena kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar, yakni mujahadah seorang hamba terhadap nafsunya sendiri.” (At-Tasyarruf:2).

Coba kita telaah setelah Rasulullah SAW bersabda: “Musuhmu yang paling besar adalah nafsumu sendiri yang berada di antara dua lambungmu.”

Oleh karena itu dalam mengalahkan musuh; apabila seseorang membenarkan dirinya kelaparan, kehausan dan menampakan dirinya dalam bahaya dan penderita, maka itu sangat disukai selama tidak menyebabkan kemunduran dalam tugas-tugas agama lainnya yang sangat penting.

Lebaran kini telah tiba. Mohon maaf atas segala khilaf dan dosa. Semoga Allah SWT juga memberikan kepada hamba yang hina ini sedikit dari keberkahan dan pencerahan rohani manusia mulia tersebut. Dia Maha Pemurah dan Maha Pemberi kepada siapa yang dia kehendaki.

Ramadan berlalu semoga kita tidak hanya punya buah tangan rasa perih haus dan lapar, tapi sekaligus bisa menahan amarah dan mempertebal kesabaran.

Saat berpuasa saja kemarahan tidak bisa dikendalikan, bagaimana jika sama sekali tidak ada tameng atau perisai? Sungguh yang demikian sangat merugi, sebagai manusia yang membeberkan topengnya sendiri.

30 thoughts on “Manusia yang Membeberkan Topengnya”

  1. Inilah kenapa betapa pentingnya membersihkan hati dari hawa nafsu ya Teh. Selepas Ramadhan, nyatanya bukan hanya fisik yang dibersihkan, jika dijalani dengan sungguh-sungguh, maka ibadah Ramadhan pun ikut membersihkan diri dari hawa nafsu, penyakit hati..

    Reply
  2. Enggak dianggap saudara sama yang satu dianggap saudara oleh yang lainnya..Semangat, Teh Okti. Memang ya kalau sudah perangai sulit berubah. Setuju, menahan amarah dan mempertebal kesabaran itu sulit dan mesti terus dipupuk sepanjang waktu

    Reply
  3. Ah I feel u , teh
    Aku juga pernah punya pengalaman seperti itu
    Tapi sekarang aku biasa saja, malah bersyukur karena g dekat dekat orang yang seperti itu

    Reply
  4. Banyak keluarga banyak pula kelakuan dan isi kepala. Semangat teh, walaupun berhadapan dgm saudara seperti itu, yang jelas diri kita tetap harus menjadi lebih baik ya teh, terlebih setelah hari kemenangan

    Reply
  5. Maaf lahir bathin mbaak. Sedih ya padahal saudara sendiri, yang harusnya membantu malah menunjukkan perangai yang buruk dan memusuhi saudara. Semoga kita selalu dijauhkan dari sifat-sifat nggak terpuji macam itu. Mau gimana pun, habluminannas juga penting..

    Reply
  6. Minal ‘aidin wal faizin mohon maaf lahir dan batin mbak. Saya juga punya saudara yang kalau didepan orang-orang tuh kelihatan alim banget kayak paham agama pinter ceramah tapi didepan keluarganya sendiri tuh nggak mencerminkan begitu malah mengajak orang-orang untuk memusuhi salah satu kerabat saya. Jadi kayak apa yang dia sampaikan dalam ceramahnya dia belum bisa mengamalkan itu untuk dirinya sendiri.

    Reply
  7. Kita pernah mengalami hal yang sama teh, aku pernah ada kejadian kaya gini juga dan sampai 2x lebaran lho. Ybs tidak ada niatan entah karena dari faktor sisi sebelah sana. Tapi, dari kami sudah ikhlas. Yang penting kita sudah memberi lampu hijau. Karena buat apa memotong silaturahmi, hidup jadi tidak berkah kan

    Reply
  8. Oya selamat Idul Fitri ya buat sekeluarga… Puasa menjadikan kita kuat menahan hawa nafsu dan lebih tabah menghadapi manusia julid. Semoga kemenangan atas hawa nafsu membuat rezeki mengalir lebih banyak buat Mbak dan keluarga.

    Reply
  9. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang menzalimi orang lain dan diri sendiri. Fokus saja memperbaiki diri, Teh, insya Allah diganti oleh Allah dengan saudara dan tetangga lainnya yang lebih sayang lagi kepada kita. Aamiin.

    Reply
  10. Semoga kita tidak termasuk pada golongan orang orang yang merugi ya. Lulus Ramadan semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik.

    Reply
  11. Adalah hal yang wajar kita kesal dan kecewa dg sikap dan perilaku seseorang yang kurang menyenangkan, katakanlah buruk. Saya sih sudah terbiasa berhadapan dengan orang yang menurut penilaian saya kurang. Meski saya kesal dan pernah curhat juga soal perseteruan serupa dengan kisah kakak, akhirnya saya mencoba memahami ada apa dengan dia. Endingnya ya cukup tau aja dan memaafkan dia. Karena saya percaya, selalu ada alasan mengapa seseorang bersikap negatif. Syukur syukur kita bisa bantu mengubah, tapi kalau tidak ya dibantu dengan doa.

    Reply
  12. Meninggal di bulan ramadan pasti baik ya. Secara bulan ramadan itu bulan suci. Beruntung sekali. Insyallah dilapangkan kuburnya.

    Reply
  13. Padahal Allah SWT menutupi aib hambanya, maka tidak perlu kan untuk membeberkan topeng sendiri. Jadi pembelajaran untuk daku nih

    Reply
  14. Nuhun sudah mengingatkan kalau musuh terbesar itu ya nafsu dan diri kita sendiri. Semoga di bulan-bulan lain selain Ramadan pun bisa istiqomah merangin nafsu ini.

    Oh ya, taqobalallahu minna wa minkum ya, teh.

    Reply
  15. Kita patut menjadi manusia yg bisa mengendalikan ego itu sendiri sehingga sikap ini tak menyakiti banyak orang ya Mbak, apalagi saudara sendiri mesti benar2 dijaga supaya hubungannya selalu harmonis. Benar2 mesti harus mengendalikan diri kita nih stlah melewati bulan ramadan yg penuh berkah ini..

    Reply
  16. Kita patut menjadi manusia yg bisa mengendalikan ego itu sendiri sehingga sikap ini tak menyakiti banyak orang ya Mbak, apalagi saudara sendiri mesti benar2 dijaga supaya hubungannya selalu harmonis. Benar2 mesti harus mengendalikan diri kita nih stlah melewati bulan ramadan yg penuh berkah ini..

    Reply
  17. Mohon maaf lahir batin juga teh. Semoga kita bisa memetik pelajaran bahwa akhlak terhadap sesama saudara itu sangat penting ya. Jangan sampai kita menzolimi orang lain. Biar urusan jilid dan dendamnya dia jadi urusannya dnegan Allah.

    Reply
  18. harusnya bulan ramadhan menjadi ajang meningkatkan ibadah dan intropeksi diri
    kemudian lebaran dijadikan ajang silaturahmi dan mendekatkan hubungan yang mungkin jauh dengan berkirim kabar atau saling mengunjungi
    semoga senantiasa diberikan kesabaran ya teh menghadapi berbagai masalah dan perilaku orang2 yang bikin mumet

    Reply
  19. Astaghfirullah… semoga kita semua terhindar dari sifat2 yang seperti itu ya Teh. Apalagi dengan saudara, kita harus selalu berbuat baik, sama juga dengan orang lain, berbuat baik dilakukan setiap waktu, tidak hanya sesaat saja. Semoga Allah mengaruniakan kelapangan hati agar yang bersangkutan bisa memperbaiki diri.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics