Kamu, berani jadi TKI?

Pulang dari merantau selama belasan tahun, semua yang dulu pernah ditinggalkan telah berubah. Kampung halaman, sahabat dan saudara bahkan kekasih hati (Hihi…)  termasuk kondisi kehidupan yang saya dan keluarga jalani.

Sukanagara yang dulu masih kerap diselimuti kabut setiap paginya, hingga saya kadang tidak sanggup mandi kecuali menggunakan air hangat mulai menghangat dan sedikit berpolusi.

Pantas, banyak lahan kosong yang sudah disulap menjadi hamparan beton. Air sungai yang dulu jernih banyak ikan lokal seperti benteur, belut, lele dan bogo sudah berganti menjadi sarang sampah yang tidak mudah terurai.

Perkebunan teh yang dulu dikelola PTPN VIII Nusantara telah berganti kepemimpinan jadi milik swasta, tidak heran banyak kebijakan yang dibuat lebih condong ke kepentingan dan keuntungan pribadi. Sebagian pabrik malah telah hilang tidak berbekas karena bangkrut dan dijual.

Tapi saya senang saat pulang ibu saya sudah sedikit lebih gemuk, sehat dan berpakaian pantas. Tidak sia-sia saya banting tulang menjadikan kaki jadi kepala dan kepala dibuat kaki demi merubah kehidupan sehari-hari di rumah supaya bisa hidup lebih layak.

Adik saya yang dulu sering lembur demi bisa mendapatkan penghasilan lebih kini telah berkeluarga dan hidup berkecukupan dengan counter yang dikelolanya di pasar kecamatan.

Teman sepermainan dan satu angkatan banyak yang sudah menikah, memiliki beberapa anak, dan bahkan ada yang sudah menjanda lagi. Yang telah meninggal dunia pun ada beberapa orang.

Hanya pas ketemu teman lama yang pernah saling curhat tentang kehidupan setelah lulus sekolah dulu, rupanya kondisi kehidupannya tidak begitu lebih baik (tapi bukan berarti tidak bahagia ya, soalnya masalah kebahagiaan kan tidak bisa dinilai orang lain). Padahal dulu itu saya dan dia memiliki komitmen dan perencanaan yang sama.

Kami lulus sekolah saat negara dalam kondisi krisis ekonomi. Lengsernya Presiden Soeharto dibarengi dengan berbagai kerusuhan dan penjarahan. Kacau banget rasanya saat itu.

Mau kerja gak bisa, orang yang pada kerja aja malah di-PHK. Mau lanjut sekolah deuh, biaya dari mana buat makan saja kesulitan. Apalagi saya dan ibu serta adik, sama sekali tidak punya usaha. Yang ada justru kami punya utang yang harus segera dilunasi.

Akhirnya saya memilih mendaftar ke perusahaan pengiriman tenaga kerja. Ya, saya nekat kerja memilih jadi TKW merantau ke negeri orang. Sementara teman saya yang awalnya bilang mau bersama-sama memilih mundur. Ia tidak berani membayangkan hidup di rantau jauh dari keluarga. Belum pemberitaan di media yang selalu menceritakan kalau nasib TKW sangat memprihatinkan. Bahkan tidak sedikit yang meninggal.

Padahal, ibu serta paman saya pun sempat melarang. Mereka bilang ga apa kerja seadanya saja di daerah sendiri sekiranya saya tidak bisa mengambil keputusan.

Tapi saya keukeuh mau kerja ke luar negeri saja. Saya mikirnya untuk jangka panjang. Saya tidak ingin kehidupan saya yang sangat kekurangan tetap di tempat, bahkan tidak ada peningkatan. Tanggung bisa bekerja kalau bisa kenapa tidak sekalian saja.

Apakah saya tidak takut? Oh jelas rasa takut itu ada. Hanya saya mencoba membunuhnya. Menggantikan nya dengan harapan kelak kalau saya bisa kerja ke luar negeri saya bisa mendapat gaji lebih besar dan bisa membantu perekonomian keluarga. Sound seem perfect, right?

Yah mungkin itu sedikit kelebihan keberanian saya yang tak dimiliki teman saya. Upaya yang lebih effort dari pencapaian orang lain yang tak mengalami kesulitan seperti yang saya hadapi. Kalau saya mengikuti kata hati, sepertinya mungkin saya tidak akan jadi saya seperti yang seperti sekarang.

 

18 thoughts on “Kamu, berani jadi TKI?”

  1. Jadi TKI juga harus punya skill ya teh, takutnya nanti disiksa disana karena majikan gemes TKI ga bisa ngapa2in. Semoga niatan utk jadi lebih baik dan demi keluarga bisa dikabulkan dan dilindungi oleh ALLAh

    Reply
  2. Perlu keberanian dan tekad luar biasa untuk pergi jauh dari keluarga demi mencari nafkah. Semuanya karena keadaan yg memaksa y mba, syukurlah semua sudah dilalui ya

    Reply
  3. Aku dulu pernah berpikiran sama kak. Pgnnya ke Aussie krn di sana butuh tenaga utk pertanian. Dan di sana kalo udh lama tinggal ama mereka, bs mengajukan beasiswa dan kuliah lagi di sana. Temenku ada yg berhasil sih. Tapi sekarang aku terkendala krn ortu udh lansia. Siapa yg jagain nanti kalo ada apa2. Jadinya skrg malah bantu bertani di sawah sambil mengurus mereka. InsyaAllah rezeki pasti ada deh

    Reply
  4. wow… thanks for sharing teh okti.. Sebuah cerita yang dimana usaha nggak menghianati hasil.. Kerja di luar negeri tentu membangun perspektif baru untuk gimana caranya memandang hidup ke depannya dari sudut pandang yang baru.. Apa ini ada kelanjutan ceritanya teh? hehe

    Reply
  5. Keputusan yang pasti berat ya mbak. Soalnya kami jadi perantau yang masih 1 pulau dengan ortu aja sering takut jauh dari keluarga. Apalagi klw sampe keluar negeri

    Reply
  6. Keputusan yang pasti berat ya mbak. Soalnya kami jadi perantau yang masih 1 pulau dengan ortu aja sering takut jauh dari keluarga. Apalagi klw sampe keluar negeri.

    Reply
  7. wah teh oki ternyata punya pengalaman kaya roller coaster juga ya sejak 1998, jadi selama jadi TKW apa ga pernah / ga boleh pulang mba? Alhamdulillah udah bisa pulang ke kampung halaman dan ketemu keluarga terutama ibu ya teh

    Reply
    • Betul mba saya pulang karena ibu sakit. Alhamdulillah majikan baik, mengizinkan saya pulang.
      Saat kerja saya bisa pulang setiap tiga tahun sekali.

      Reply
  8. Memang butuh nyali ya teh untuk menjadi TKI, karena ya ibaratnya sebatang kara di negeri ornag jauh dari sanak famili atau orang yang dikenal, makanya memang harus lewat jalur resmi untuk meminimalisir hal-hal yang gak diinginkan, apalagi banyak sekali kasus TKI kurang mengenakkan di beberapa negara, rasanya agak parno duluan ya teh

    Reply
  9. jadi pekerja di luar negeri itu kadang memang terlihat menjanjikan ya teh, tapi ada juga yang ngeri. mendingan pilih2 banget negara ama penyalurnya.. cari negara yang punya aturan yang bagus untuk pekerja migran. yang saya tau itu seperti Hongkong dan Taiwan salah satunya

    Reply
  10. Teteh keren..
    Selain menjadi TKI juga membekali diri dengan banyak pengalaman dan menggalinya hingga bisa seperti saat ini, seorang penulis, blogger dan content creator yang profesional.

    Reply
  11. Sejak pandemi, aku juga denger kabar soal ini teh. Banyak Perkebunan teh yang dulu dikelola PTPN VIII Nusantara telah berganti kepemimpinan jadi milik swasta, tidak heran banyak kebijakan yang dibuat lebih condong ke kepentingan dan keuntungan pribadi.

    Reply
  12. Terkadang kita emang perlu melawan rasa takut ya teh. Karena, kalau terus-terusan berlindung sama ketakutan membuat diri kita diam ditempat sih menurutku. Dari melawan rasa takut itu justru dengan mudah menghadapi pengalaman baru. Salut sih sama keberanian teteh untuk memutuskan jadi TKI

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics