Lapang Pasir Pari, Desa Sindangkerta Kec. Pagelaran Cianjur Selatan ang biasa sunyi sepi sudah hampir dua minggu ini disulap menjadi dunia fantasinya warga sekitar. Cuaca Jumat sore ini cerah –merestui sepenuh hati– warga sekitar yang haus akan hiburan dan permainan.
Benar kata @kevinalegion tidak semua warga mampu keluarin duit ratusan ribu buat menikmati wahana menantang dan mengasyikan kaya di Dufan, atau Jungle Land. Apalagi buat orang kampung yang jaraknya ratusan kilometer ke ibukota. Pilihan penduduk Cianjur Selatan salah satunya ya wahana “korsel” dan pasar malamnya ini. Dufan ala-ala…
Murah kok, 1 karcis untuk satu orang sekitar 5000 rupiah meski sangat beresiko menurut saya. Besi besi yang sudah berkarat, tegangan listrik yang tidak stabil dan sering mati bikin suasana pasar malam jadi gelap-gelapan ini rentan terjadinya kecelakaan. Namun mau gimana lagi, kami tidak punya pilihan. Apalagi hiburan dan refreshing sudah jadi kebutuhan primer untuk mengobati kepala yang cenat cenut sehari-hari menyaksikan pejabat negara korupsi dan ketumpulan hukum bagi yang punya kekuasaan dan uang.
Pokoknya wahana permainan bianglala, goyang ombak, kora-kora, komidi putar, dan permainan lainnya ini jauh lebih seru dan jauh lebih memacu adrenaline dibandingkan Dufan, hahaha…
Saya naik wahana bianglala karena harus nemenin Fahmi. Waduh bunyi mesin dieselnya sangat bising manakala sedang kebagian di bawah. Asapnya yang hitam pekat juga bau dan bikin sesak. Yang lebih menakutkan “sangkar” tempat penumpang naik dan duduk bunyinya kreyat kreyot karena besi dan sengnya sudah banyak yang berkarat. Takut patah atau lepas aja gitu. Yang tidak kalah bikin dag dig dug der adalah pas lagi kebagian di atas eh mesin dieselnya mati. Kami tertahan. Asli deg-degan gimana mau turun coba? Ga sanggup loncat kan? Hahahaha
Tong Stand dan Kora kora jadi wahana favorit remaja. Tong Stand itu dalamnya permainan sepeda motor yang muterin dinding menyerupai tong raksasa. Hanya ahlinya yang bisa melakukannya. Yang cuma bisa kendarai motor matic kaya saya jangan sampai nyoba-nyoba, kecuali mau berakhir di rumah sakit.
Ayo ngacung yang punya pengalaman diajak si doi kencan dan nonton Tong Stand? Hahaha… kalau ada, ketahuan itu jaman angkatan mana. Secara remaja sekarang mana mau diajak gebetan nangkring dimari? Kecuali bagi remaja dan ABG di Pagelaran dan sekitarnya. Iyalah, wong remaja kampung gini mana ada punya pilihan? Masih untung ada sarana hiburan juga. Murah meriah lagi. Lupakan gengsi, yang penting happy dan stay saved!
Itu kalimat terakhir mah pesan khusus dari saya buat sepupu dan keponakan aja, hahaha.
Martabak Telor. Hem… Cemilan khas dari pasar malam, selain martabak manis, donat, onde, atau kembang gula/aromanis. Rasanya cukup enak kok. Mampir dan belilah barang satu atau dua. Selain buat cemilan di jalan, buat dikasih tetangga atau sodara juga buat bantu memajukan usaha kecil menengah warga lokal.
Saat lagi ke ibukota okelah jajannya di pisahat, kaefce, atau martabak keju terang bulan, tapi saat di kampung halaman, hilangkan gengsi. Berteman dan bergaul lah dengan singkong, tape, kue cucur, atau rengginang. Syukur syukur bisa traktir saya martabak telor ini 🙂
Setelah muterin arena pasar malam, mulai dari penjual perabot rumah tangga, pakaian, sendal, kerajinan, makanan sampai kaki pegal, eh suasana tiba-tiba gelap gulita. Biasa, listrik nya mati. Karena tegangan tidak stabil, menggunakan mesin diesel semua wahana memilih berhenti beroperasi. Iyalah daripada bikin celaka. Kasihan Fahmi. Cried a lot. Mau naik listriknya mati. Pakai mesin diesel ga maksimal, malah jadi horor dan sensasi menakutkan … Tapi Fahmi bisa dibujuk, bisa naik wahana di lain hari.
Jadi nambah pengalaman berharga saat piknik ke pasar malam di pelosok. Saat lagi seru-serunya naik wahana kora-kora yang menguji nyali tiba-tiba listrik mati itu jadi kepikiran. Ternyata bukan cuma power bank yang wajib bawa kemana-mana, tapi juga lampu senter! Hahaha!
Satu lagi ada pengalaman teramat berharga ialah ketika saya jumpa dengan seorang penjual cireng bumbu. Dagangannya teramat sederhana. Namun sungguh saya silau kepadanya manakala mengetahui bagaimana santun dan jujurnya si penjual ini.
Sungguh! Saya lebih menghormati si bapak penjual cireng bumbu ini, daripada pejabat yang (ngakunya) terhormat tapi aslinya tukang nilep duit rakyat.
Harga cirengnya relatif, seribu boleh, dua ribu juga oke. Mau lima atau sepuluh ribu? Senang banget atuh lah. Mangga diladangan sepenuh hati.
Saat beli yang pertama, saya kira harga 3 ribuan. Jadi pas kembalian receh saya terima 2000 tidak banyak nanya lagi. Berapa lama setelah itu Fahmi mau lagi cireng bumbunya. Saya pun balik lagi ke si bapak ini buat beli.
Dia tampak gembira. Bukan karena saya mau beli lagi cirengnya tapi si bapak ini mau balikin uang seribu rupiah yang katanya milik saya ada pada dia. Penjelasannya cireng bumbu yang saya beli itu takaran 2000. Jadi kembalian harusnya 3000.
“Abdi teh tos bingung milarian Ibu, bade masihkeun angsulanna. Alhamdulillah Ibu kadieu deui…” kata Si Bapak polos dan saat saya bilang tidak apa-apa, dia malah bergidik. Menjelaskan kecil apalagi besar, kalau bukan milik serta haknya dia tidak mau bawa. Dia menegaskan hanya mencari uang yang halal meski recehan.
Ya Allah Ya Tuhan… kecil rasanya saya yang penuh kesombongan dan jumawa ini berada di hadapan Si Bapak. Salut dan hormat saya buat penjual cireng bumbu ini.
Kawan media sosialku, yuk doakan si bapak ini jualannya berkah. tetap dalam jalan Nya, dalam ridho Nya, dan dilancarkan rezeki serta dilariskan usaha dagangnya… amin… tolong viralkan foto si bapak ini dong biar banyak yang doakan dan mengaminkan 🙂
Sip.. mba buat aku yang dikampung…
pasar malam keliling jadi hiburan yang menarik..
karena bahagia tak perlu mewah..
aku pernah bawa anak juga .. 😀
sayangnya di tempat aku (Jakarta) sudah gak ada pasar malam yg ada komedi putarnya seperti ditempat teh okti , malam sabtu ada sih pasar malam dirumah ku tapi hanya penjual baju dan makanan aja yg banyakk. anw salutt banget dengan bapak penjual cireng itu teh …