Orang Tua Kedua

Saat gempa menimpa wilayah Cianjur dan ternyata itu cukup parah (saya awalnya mengira gempa biasa, apalagi listrik dan internet mati membuat tidak bisa akses media informasi dengan maksimal) banyak teman dan saudara yang begitu menghawatirkan kondisi kami. Terbukti dengan banyaknya pesan dan telepon yang masuk, menanyakan kabar kondisi kami.

Keesokan harinya saya baru tahu kalau di wilayah Cianjur Utara, sebagai pusat terdampak gempa mengalami kerusakan parah bahkan puluhan orang meninggal. Hari berikutnya informasi kematian meningkat menjadi ratusan. Sungguh sangat menakutkan. Kejadian gempa yang sangat besar itu (meski dilihat dari kekuatan amplitudonya hanya 5,6) telah membawa kesedihan yang sangat dalam.

Pantas banyak orang baik yang begitu menghawatirkan keadaan saya dan keluarga. Secara saya dan keluarga besar baik dari pihak saya maupun suami banyak berdomisili di Kabupaten Cianjur.

Alhamdulillah saya dan keluarga diberikan kesempatan sehat dan selamat. Kondisi rumah di Cianjur yang terdampak gempa bisa dibilang tidak sebanding dengan nikmat sehat dan selamat yang saya dapat.

Lebih lagi saya dikelilingi orang-orang baik, orang yang langsung peduli akan kondisi saya, padahal sebagian besar dari orang-orang baik ini secara pertalian darah, kami tidak ada kaitannya. Mungkin saja baik atas dasar kemanusiaan, tapi saya menganggap lebih dari itu. Karena saya merasa kebaikan ini sungguh sampai ke hati. Bukan karena pencitraan.

Saya merasa banyak memiliki keluarga. Banyak memiliki orang tua. Saya tidak bisa membalas kebaikan dan perhatiannya. Mungkin kini selain orang tua kandung, saya memiliki beberapa orang tua kedua (lagi), orang yang secara usia lebih tua dari saya dan sangat berjasa dalam kehidupan ini.

Tidak salah karena sebelumnya selain orang tua kandung dan mertua, saya mengakui memiliki orang tua kedua selain mereka, yaitu bos (majikan) tempat saya pernah bekerja.

Bukan mau mengenyampingkan posisi orang tua sesungguhnya. Saya anggap majikan sebagai orang tua kedua saya ini semata-mata karena kebaikan dan perhatiannya saja. Ketulusannya kepada saya dan keluarga bisa dibilang kalua dilihat secara kasat mata lebih dari orang tua saya sendiri. Dialah majikan saya saat saya bekerja di Taiwan.

Saya terlambat membuka pesan dari majikan saya itu karena tidak seperti yang lain. Jika yang lain mengirim pesan melalui WhatsApp dan atau telepon langsung, majikan melalui messenger yang mana justru jarang sekali saya buka. Terlebih setelah saya tidak lagi bekerja.

Seperti yang lain, orangtua kedua saya ini bertanya bagaimana kondisi saya dan keluarga. Tapi sepertinya ia sudah tahu kalau saya dan keluarga baik-baik saja melihat dari status yang saya buat.

Sehingga meski saat itu pesan belum saya baca dan tidak berbalas, ia sudah mengatakan akan membantu saya sehingga saya pun bisa membantu orang terdekat lainnya.

Kadang saya tidak habis pikir. Mengapa ada orang sebaik dia, dengan pemikiran yang begitu terbuka dan tidak mendiskriminasikan apapun meski secara fisik, sosial dan budaya jelas kami sangat jauh berbeda.

Awal saya bekerja padanya, ada desas-desus jika keluarga majikan ini, sebagaimana keluarga majikan pada umumnya yang suka dikatakan pelit lah, cerewet lah, pokoknya bikin gak enak gitulah dengan pekerja. Tapi yang saya lihat dan alami ternyata tidak.

Ibunya majikan yang orang bilang cerewet, saya rasa biasa saja. Saya pikir setiap nenek memang bawel. Ibu saya, uwa perempuan saya, dan mama mertua saya pun pastinya ada dalam kondisi itu jika menghadapi perempuan dengan segala kekhawatirannya. Saya justru bisa berkomunikasi dengan ibunya majikan ini karena meski keturunan Chinese tapi ia bisa Bahasa Melayu.

Memang banyak kosakata bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang beda, tapi saya bisa paham, belajar dari nenek majikan saat saya bekey di Singapura. Di sana para orang tua baik keturunan India maupun Chinese tetapi mayoritas mereka bisa Bahasa Melayu.

Kata orang keluarga majikan saya ini pelit. Alhamdulillah yang saya rasa justru kebalikannya. Bukan mau membuka (pamer) kebaikan orang lain, tapi sungguh saya akui jika saya dan keluarga sudah banyak terbantu dari segi perekonomian setelah saya berjodoh bisa bekerja kepadanya.

Saat saya sudah tidak berkerja lagi dengannya pun, meski dia tahu saya punya pekerjaan sampingan sebagai momblogger majikan dan keluarganya tetap selalu ada membantu saya. Terlebih saat ini ketika bencana yang datang sudah ikut merusak atap dan dinding rumah. Tanpa bertanya saya perlu apa, pun meski dia tahu saya dan keluarga sehat selamat dan baik-baik saja majikan tetap memberikan bantuan tanpa banyak kata.

Ini bikin saya selalu terharu dan merasa takut ketika banyak pihak minta kerjasama menitipkan bantuan untuk korban gempa Cianjur. Takut saya tidak bisa menyampaikan sesuai keinginan yang memberikan bantuan. Saya lebih baik menghindar dengan tidak membawa ponsel ketika di luar. Toh kalau niat mau membantu mereka bisa kirim lewat organisasi atua lembaga resmi.

Sampai muncul gempa lebih besar kekuatannya di Garut, lalu muncul bencana lain seperti banjir di Karawy, lalu erupsi Semeru di Jawa Timur, mereka pastinya pun memerlukan bantuan. Saya harap orang-orang baik yang menjadi orang tua kedua saya tidak muncul di hadapan say saja. Tapi juga ada buat mereka, saudara kita yang juga kena bencana dan sama-sama memerlukan pertolongan.

8 thoughts on “Orang Tua Kedua”

  1. Alhamdulilah, bahagia banget punya orangtua kedua ya?

    saya juga punya banyak “mamah” yang gak ada hubungan darah tapi mereka baik banget, ngemong banget

    Mungkin karena hubungan saya dengan ibu kandung gak terlalu dekat

    Reply
  2. MashaAllah. Bener Teh Okti, rezeki luar biasa loh bisa mendapatkan orang tua ke-2. Orang tua tanpa pertalian darah tapi begitu berkesan dan masuk ke dalam hati kita. Bagaimana mereka peduli baik dari sisi perhatian maupun sisi ekonomi.

    Teh Okti beruntung banget. Dan saya yakin kebaikan yang telah diberikan oleh orangtua ke-2 ini tentunya adalah balasan dari sikap baik, rasa sayang dan hormat yang telah Teh Okti berikan kepada mereka, khususnya sang nenek, selama tinggal bersama mereka. Pasti ada sesuatu yang tidak Teh Okti sadari telah lakukan tapi begitu berkesan buat mereka.

    Saya yakin itu. Orang baik inshaAllah bertemu dengan orang baik juga.

    Reply
  3. Barakallahu fiik, teh..
    Di balik kesulitan, sungguh ada kemudahan-kemudahan yang Allah berikan ya..
    Dan semoga terus terjaga hubungan silaturahm-nya dengan orangtua teteh.

    Rasanya saat ini kalau dikelilingi dengan orang baik tuh..rasanya hati tenang.

    Reply
  4. Bersyukur banget ya teh…..masih ada orang baik yang mau care kepada kita layaknya orang tua….banyak di luar sana yang sulit mencari sosok orang tua, walaupun hanya sekedar utk mengungkapkan suara hati saja

    Reply

Leave a Reply to Annie NUGRAHA Cancel reply

Verified by ExactMetrics